Naura Anjani, seorang gadis desa yang menikah dengan pria asal kota. Namun sayang, gadis itu tidak di sukai oleh keluarga suaminya karena dianggap kampungan dan tidak setara dengan menantu lain yang memiliki gelar pendidikan tinggi dan pekerjaan yang memadai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Pagi harinya Naura bangun kesiangan, karena sedang datang bulan ia tidak menyetel alarm.
Ketika terbangun, ia melihat Azriel sudah tidak ada di sampingnya, menoleh ke arah jam yang menempel di dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul enam pagi.
Mertuanya pasti akan mengomel jika ia tahu kalau Naura bangun kesiangan.
Dengan cepat Naura menyibak selimut seraya bangkit dari tempat tidur, merapikan tempat itu sejenak lalu mengikat rambutnya agar ia bisa lebih leluasa beraktivitas.
Setelah selesai dengan urusan kamar, wanita itu bergegas menuju dapur.
Sejak Naura tinggal di sana, mertuanya tak pernah mau lagi untuk memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah.
"Ya ampun, Mas. Kamu cuci piring? Sini biar aku saja," Naura sedikit terkejut saat melihat suaminya ternyata sedang mencuci piring.
Setelah kejadian semalam, Naura tidak keluar kamar lagi. Apalagi membereskan dapur.
Padahal biasanya sebelum tidur Naura selalu membereskan dapur terlebih dulu dan mencuci semua piring kotor yang ada di sana.
"Tidak apa-apa, Naura. Sekalian saja, tadi Mas minum kopi jadi sekalian cuci gelasnya sama semua piring yang ada di sini. Badan kamu sudah enakan?" tanya Azriel sambil meneruskan mencuci piring.
Pria itu menyempatkan menanyakan kondisi istrinya. Ia tahu kalau sang istri sedang datang bulan, sering merasa tidak enak badan.
"Sudah, Mas. Badanku sudah enakan, sini biar aku saja yang cuci piring. Kamu harus berangkat kerja kan? Lebih baik kamu mandi dan siap-siap saja," pinta Naura seraya meraih spons cuci piring yang berada di tangan suaminya.
Tapi sayangnya pria tetap ingin melanjutkan apa sedang ia kerjakan.
"Lebih baik kamu masak saja atau melakukan pekerjaan rumah yang lain, Naura. Masalah cuci piring, biar Mas saja yang selesaikan," ucapan Azriel akhirnya membuat Naura menyerah.
Ia memilih memasak saja untuk sarapan pagi ini, karena sebentar lagi mertuanya pasti akan bangun dan langsung meminta makan.
Karena masih ada sisa nasi semalam dan Naura merasa masih layak untuk dimakan, jadi ia memutuskan memasak nasi goreng seafood saja untuk menu sarapan pagi ini.
"Astaga, Naura! Kamu menyuruh Azriel untuk cuci piring?" teriak Mama Sovi yang membuat Naura terkejut bukan main. Habis sudah ia kali ini.
"Ma, apa sih? Sudah selesai kok, lagian bukan Naura yang memintaku untuk cuci piring. Aku sendiri yang inisiatif untuk cuci piring," sergah Azriel yang memang telah selesai mencuci semua piring kotor.
"Iya, Ma. Aku tidak meminta Mas Azriel untuk mengerjakan ini semua, justru tadi aku meminta Mas Azriel untuk siap-siap berangkat kerja. Tapi Mas Azrielnya yang menolak," timpal Naura yang berusaha membela diri.
Ia tidak mau mertuanya beranggapan yang tidak-tidak dan akan menjadi fitnah besar di keluarga itu.
"Sudah, cukup. Mama tidak mau mendengar pembelaan apapun lagi dari kalian, terutama kamu Naura. Malu tahu, masa laki-laki cuci piring. Seharusnya itu kan pekerjaan kamu. Kalau nanti ada orang lain yang lihat gimana? Mau ditaruh di mana muka Mama," sungut Mama Sovi dengan nada yang dilebih-lebihkan.
"Ya di muka, Ma. Dimana lagi? Apalagi tadi piring kotornya banyak sekali. Kasihan Naura kalau mencuci semuanya sendiri, belum lagi dia juga harus memasak sarapan untuk kita. Beres-beres rumah juga," ujar Azriel yang kembali membela istrinya di hadapan sang mama.
"Memang sudah seharusnya Naura yang mengerjakan semuanya, Azriel. Dia seorang istri dan menantu di rumah ini, kalau bukan dia, siapa lagi yang akan mengerjakan pekerjaan rumah? Mama?" seru Mama Sovi tak mau kalah.
Wanita itu menatap Naura dan Azriel secara bergantian, tatapannya tajam dan menusuk.
"Seharusnya yang mengerjakan semua ini Mbak Rere dan Mbak Ria, Ma. Mereka yang semalam makan paling banyak. Bahkan anak-anak mereka juga ikut makan di sini," balas Azriel yang mulia tersulut emosi.
"Apalagi makanan sisa semalam juga dibekal oleh mereka untuk sarapan. Bukankah kalau ada sisa makanan semalam, Naura tidak perlu repot-repot masak dan kita bisa makan tanpa harus berdebat seperti ini. Mereka juga menantu Mama kan, sama seperti Naura. Naura itu bukan pembantu, Ma. Dia itu istriku!" sentak Azriel yang membuat Naura seketika tercengang.
Setelah itu, Naura yakin kalau mertuanya akan marah besar dan mengadu pada anak-anaknya yang lain.
"Rere dan Ria itu sibuk, Azriel. Wajar kalau mereka tidak melakukan pekerjaan dapur. Mereka itu kerja, jadi dokter dan kerja kantoran itu melelahkan dan menguras tenaga. Belum lagi anak-anaknya yang masih kecil, wajar kalau semua ini dilakukan oleh Naura," balas Mama Sovia menunjuk ke arah Naura.
"Mereka itu menantu yang punya seragam, punya penghasilan sendiri. Tidak menjadi beban suaminya dan Mama, jadi wajar kalau Mama lebih memperhatikan mereka," ucap Mama Sovi lagi yang kini secara terang-terangan menyatakan kalau ia memang benar-benar tidak menyukai Naura.
Kini Naura merasa penasaran berapa sebenarnya penghasilan dokter umum dan pegawai kantoran biasa?
Begitu besar kah penghasilan mereka sehingga mereka sangat dipuja mertuanya.
"Memangnya berapa sih gajinya Mbak Rere dan Mbak Ria?" tanya Naura yang sudah tidak tahan terus direndahkan.
"Besar pastinya, yang jelas tidak jadi beban suami dan bukan pengangguran," sindir Mama Sovi seraya mencebikkan bibir.
"Oh ya? Kalau begitu, aku penasaran mereka kasih amplop berapa saat acara pernikahan Dewi kemarin. Apa isinya lebih banyak dariku atau malah lebih sedikit?" timpal Naura yang membuat Mama Sovi seketika terdiam dengan raut wajah bingung.
Azriel menatap istrinya itu penasaran, saat di acara resepsi pernikahan kemarin, memang istrinya yang mengisi amplop. Jadi, ia tidak tahu berapa sebenarnya isi amplop itu.
Tapi, yang pasti uang di amplop itu lebih banyak dari pemberian kedua menantu yang selalu dielu-elukan karena seragamnya.
**********
**********