Bukan kita menginginkan lahir ke dunia ini. Bukan kita yang meminta untuk memiliki keadaan seperti ini.
Sudah bertahan begitu lama dan mencoba terus untuk bangkit dan pada kenyataannya semua tidak berpihak kepada kita?
Aira yang harus menjalani kehidupannya, drama dalam hidup yang sangat banyak terjadi dan sering bertanya siapa sebenarnya produser atas dirinya yang menciptakan skenario yang begitu menakutkan ini.
Lemah dan dan sangat membutuhkan tempat, membutuhkan seseorang yang memeluk dan menguatkannya?
Bagaimana Aira mampu menjalani semua ini? bagaimana Aira bisa bertahan dan apakah dia tidak akan menyerah?
Lalu apakah pria yang berada di dekatnya datang kepadanya adalah pria yang tulus yang dia inginkan?
Mari ikutin novelnya.
Jangan lupa follow akun Ig saya Ainuncefenis dan dapatkan kabar yang banyak akun Instagram saya.
Terima kasih.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Putus Asa
"Kamu kenapa tersenyum," Arfandi menggelengkan kepala saat sang Mama yang ternyata menyadari hal itu.
"Jangan-jangan kamu sudah punya pacar ya! Kamu sengaja tidak memberitahu Mama agar Mama tidak kepo?" tebak Sulastri menggoda putranya.
"Sudahlah, Mah jangan memikirkan yang aneh-aneh. Aku sekarang mau bersih-bersih dulu," ucap Arfandi yang langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Mama belum selesai berbicara Arfandi dan kamu sudah pergi begitu saja. Kamu benar-benar ya. Kalau punya pacar langsung kenalin Mama," oceh Sulastri dengan geleng-geleng kepala yang sangat biasa seorang ibu pasti menginginkan anaknya untuk menikah.
**
Aira yang berada di atas gedung Perusahaan yang duduk di pinggiran gedung yang benar-benar sangat ekstrem. Entah apa yang dia lakukan pagi-pagi seperti itu di sana duduk tampak murung dengan memeluk tubuhnya.
"Aira kamu itu sudah 28 tahun dan seharusnya menikah, anak tante saja sebelum 25 sudah menikah. Kamu mau jadi perawan tua hah!"
"Awas loh nanti kamu tidak laku-laku,"
"Kalau kamu telat menikah, nanti kamu juga akan kesulitan memiliki anak,"
"Kamu bayar hutang. Kalau tidak punya uang jual saja diri kamu,"
"Jika tidak mampu jangan mencoba untuk berhutang,"
"Sana jual diri agar mampu bayar hutang,"
Aira meneteskan air mata saat mengingat semua hal-hal yang terjadi baru-baru ini padanya, Aira ternyata memenuhi undangan keluarganya hanya sekedar menghargai saja dan apa yang dihindari terjadi.
Tidak ada kenyamanan sama sekali yang dirasakan hanyalah rasa sakit hati, keluarga yang sangat diharapkan untuk mendukungnya dalam situasi seperti ini dan malah dia lihat sibuk pamer sana-sini dan tidak ada yang berusaha untuk mencoba mengetahui keadaannya seperti apa
Mungkin Aira merasa salah karena dia sendiri tidak berbicara dan itu lagi-lagi Aira malu untuk berbicara dan dia juga sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aaaaaaaa!" teriaknya dengan suara sekencang-kencangnya.
"Kenapa dunia ini tidak adil untukku. Kenapa dunia ini benar-benar sangat kejam. Apa yang harus aku lakukan lagi. Aku benar-benar capek berada di situasi ini!" teriaknya dengan sekencang-kencangnya.
"Aku benci dunia ini. Aku benci semuanya, aku muak, semua orang menghakimiku dan tidak ada satupun yang peduli perasaanku, mereka semua berpikir sementara aku. Aku benci, aku benci!" Aira mengungkapkan seluruh kemarahannya dengan teriakan yang menguras emosi dan air mata yang jatuh.
Aira yang tiba-tiba saja berdiri, sudah tidak ada rasa takut dalam dirinya saat melihat ke bawah dan begitu sangat jauh dan dapat dipastikan jika dia melompat maka bisa menjadi gepeng.
Tatapan mata gadis malang itu kembali kosong, dengan pikiran yang sudah tidak ada dan mengambil jalan pintas mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Memiliki keluarga tetapi seperti tidak memiliki, terus saja ditagih hutang oleh banyak orang, usaha yang hancur dan tidak memiliki uang.
Untuk saat ini yang dibutuhkan Aira memang hanya dukungan orang terdekat dan sayang sekali dia tidak memiliki semua itu. Dengan tangan yang digenggam begitu kuat dan matanya terpejam.
"Baiklah kamu bisa majukan jadwal pertemuannya," Aira membuka matanya ketika mendengar suara itu.
Aira menoleh dan ternyata itu adalah bosnya yang sedang menelpon dengan satu tangannya dimasukkan ke dalam saku jasnya.
Aira menelan Salivanya, dia tidak tahu sejak kapan ada orang di sana. Aira yang mengusap cepat air matanya dan langsung buru-buru turun.
Sepertinya tidak ingin ketahuan oleh Arfandi melakukan kebodohan itu.
"Aira!" langkah Aira terhenti dengan matanya terpejam dan terlihat begitu sangat deg-degan.
Aira membalikan tubuh dengan sangat gugup.
"I-iya pak?" tanyanya terbata.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Arfandi.
"Maksud saya bukankah kamu seharusnya memberikan laporan yang sudah ditugaskan kepada kami dan kenapa saya belum menerima semua itu," ucap Arfandi.
"Ma-maaf pak," sahut Aira dengan menundukkan kepala.
"Kamu selesaikan laporannya dan langsung antarkan pada saya," ucap Arfandi.
"Baiklah, Pak," sahut Aira dengan menganggukkan kepala.
Aira yang tidak mengatakan apa-apa lagi langsung berlalu.
"Aku berharap dia benar-benar baru datang dan tidak pernah mendengar apa yang aku katakan dan tidak tahu apa yang ingin aku lakukan," batin Aira yang sebenarnya merasa sangat malu.
Dratt-drattt-drattt
Arfandi mengangkat teleponnya dengan tatapan matanya yang masih melihat kepergian Aira.
"Pak. Jadwal meeting hari ini ditunda sampai jam 02.00," terdengar suara wanita dari panggilan telepon itu.
"Baiklah," sahut Arfandi yang mematikan telepon tersebut.
Arfandi ternyata pura-pura menelpon. Dia sejak tadi memang berada di atas gedung dan tiba-tiba saja sangat kaget mendengar suara pintu yang dibanting begitu kuat, siapa sangka yang ternyata Aira yang datang mengadu kepada alam dengan berteriak-teriak dan semua didengarkan oleh Arfandi.
Arfandi sepertinya tahu bahwa Aira gadis yang putus asa dan sudah dua kali di depannya ingin melakukan percobaan bunuh diri dan dari itu Arfandi berpura-pura sedang menelpon. Rencana Arfandi ternyata berhasil yang mana Aira pada akhirnya tidak jadi melakukan percobaan bunuh diri.
******
Aira sudah berdiri di depan Arfandi yang duduk di meja kerjanya. Arfandi melihat dokumen yang baru saja diberikan Aira.
"Ini masih kurang tepat dan kamu bisa mengubahnya kembali," ucap Arfandi yang mengembalikan map tersebut kepada Aira.
"Maaf, Pak. Di bagian mananya yang kurang tepat agar saya bisa memperbaiki yang kurang tepat saja," ucap Aira yang ternyata mengikuti saran temannya.
Arfandi berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari area kursinya.
"Duduklah!" Arfandi mempersilahkan Aira untuk duduk di sofa dan sementara dia juga sudah duduk. Aira menganggukkan kepala.
Mereka berdua duduk cukup berjarak. Aira kembali memberikan map tersebut kepada Arfandi untuk dikoreksi kembali.
"Kamu mahasiswa magang?" tanya Arfandi yang tampak basa-basi. Aira menganggukkan kepala.
"Kamu kuliah di mana?" tanya Arfandi.
"Di universitas Jakarta, saya baru mau masuk semester 5," jawab Aira apa adanya.
"Begitu. Baru kuliah?" tanya Arfandi. Aira kembali mengangguk.
"Kamu alumni SMA Jaya Pelita?" tanya Arfandi membuat Aira mengerutkan dahi.
"Dari mana bapak tahu?" tanyanya kembali.
"Kamu tidak ingat sama saya!" tanya Arfandi.
Aira mengerutkan dahi yang mencoba mengingat siapa laki-laki di depannya itu yang sepertinya mengenali dirinya.
"Kita satu kelas, kelas 1 dan kemudian sama-sama mengikuti ujian untuk bisa masuk kelas unggulan dan kita juga satu kelas dua dan kelas 3," ucap Arfandi yang mengejutkan Aira dengan menutup mulutnya.
"Astaga Arfan!" ucapnya seketika mengingat.
"Aku pikir kamu sudah lupa," sahut Arfandi dengan mengeluarkan senyum.
"Tidak mungkin. Jadi pemimpin Perusahaan ini adalah Arfan teman SMA ku dulu," batin Aira yang benar-benar sangat tidak menyangka setelah belasan tahun ini pertama kali dia bertemu dengan teman SMA. Nya
"Tidak disangka Aira kita bertemu. Sudah lebih dari 12 tahun. Kamu tidak berubah sama sekali dan ternyata aku yang berubah sampai kamu tidak bisa mengenaliku," ucap Arfandi yang terlihat begitu sangat ramah.
Aira malah mendadak sungkan dan tidak tahu harus bersikap seperti apa kepada teman sma-nya itu dan juga sekalian adalah atasannya. Yang adanya situasi itu membuat Aira minder.
"Kamu kenapa?" tanya Arfandi yang membuat Aira menggelengkan kepala yang masih terlihat shock dengan pertemuan yang mengejutkan itu.
Bersambung.....
semoga sj afandi mau membantu mia
insyaallah aku mampir baca novel barumu thor
itu arfandi ada apa ya ga keluar dari kantornya apa dia sibuk di dlm apa sakit, bikin penasaran aj
jarang2 kan aira bisa sedekat itu sama arfandi biasanya dia selalu menjauh...
tapi arfandi lebih menyukai aira,,,
setelah ini aira bisa tegas dalam berbicara apalagi lawannya si natalie... dan jangan terlalu insecure ... semua butuh proses