Jiang Hao adalah pendekar jenius yang memiliki tangan kanan beracun yang bisa menghancurkan lawan hanya dengan satu sentuhan. Setelah dihianati oleh sektenya sendiri, ia kehilangan segalanya dan dianggap sebagai iblis oleh dunia persilatan. Dalam kejatuhannya, ia bertemu seorang gadis buta yang melihat kebaikan dalam dirinya dan mengajarkan arti belas kasih. Namun, musuh-musuh lamanya tidak akan membiarkannya hidup damai. Jiang Hao pun harus memilih: apakah ia akan menjadi iblis yang menghancurkan dunia persilatan atau pahlawan yang menyelamatkannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhamar Sewu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: kota Biang Yuan yang Berbahaya
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya.
Dalam sekejap, Jiang Hao bergerak.
Tangan kanannya melesat cepat, dan sebelum pria itu bisa bereaksi, telapak tangan beracun Jiang Hao sudah menyentuh dadanya.
Wussh!
Daging pria itu mulai membusuk di tempat. Ia jatuh ke tanah dengan jeritan ngeri, tubuhnya mengejang sebelum akhirnya tak bergerak.
Dua orang lainnya membelalak, ketakutan terlihat jelas di wajah mereka.
Jiang Hao menatap mereka dingin. “Aku tidak punya waktu untuk permainan kalian.”
Salah satu dari mereka langsung berbalik, melarikan diri ke dalam hutan. Jiang Hao tidak mengejarnya. Ia tahu kabar ini akan menyebar. Sekte Serigala Perak tidak akan tinggal diam.
Tapi itu bukan masalahnya.
Ia punya urusan lain yang lebih penting.
Dengan sekali hentakan kaki, Jiang Hao kembali berjalan.
Tujuannya jelas: Kota Biang Yuan.
Dan ia siap menghadapi apa pun yang menantinya di sana.
****
Jiang Hao memasuki Kota Biang Yuan saat fajar mulai menyingsing. Kota ini tetap hidup meskipun masih pagi. Pedagang sudah membuka kios mereka, aroma makanan jalanan bercampur dengan asap dupa yang terbakar di sudut-sudut kota. Suara tawar-menawar, tawa pelacur, dan dentang pedang dari para pendekar yang berlatih terdengar di mana-mana.
Ia menundukkan wajahnya, menarik tudung jubahnya lebih dalam. Ia tahu bahwa kota ini penuh dengan mata-mata dari berbagai sekte. Sekte Langit Perunggu, Sekte Serigala Perak, dan banyak kelompok lainnya pasti memiliki orang-orang mereka di sini.
Jiang Hao bukan orang asing di kota ini. Sebelum pengkhianatan itu terjadi, ia sering datang ke Biang Yuan untuk mengumpulkan informasi atau membeli senjata langka. Namun, sekarang situasinya berbeda. Ia adalah buronan, "Iblis Tangan Hitam", pria yang dicari banyak orang—baik untuk dibunuh atau dimanfaatkan.
Namun, ia tidak peduli. Tujuannya jelas: menemukan Pendeta Senja.
Jiang Hao tidak langsung mencari orang itu. Pendeta Senja bukan seseorang yang bisa ditemui dengan mudah. Ia harus menemukan petunjuk.
Langkahnya membawanya ke sebuah kedai teh kecil di ujung jalan. Kedai ini tidak mencolok, tetapi ia tahu tempat ini adalah sarang para informan. Siapa pun yang ingin tahu sesuatu, datang ke sini.
Ia masuk ke dalam, duduk di pojokan, dan menunggu. Tak lama kemudian, seorang pria tua dengan janggut putih panjang menghampirinya.
“Kau ingin sesuatu, nak?” tanya pria itu dengan suara serak.
Jiang Hao mengeluarkan sebuah koin perak dan meletakkannya di atas meja. “Aku mencari seseorang.”
Pria tua itu menatap koin itu sebentar, lalu tersenyum tipis. “Siapa?”
“Pendeta Senja.”
Wajah pria itu berubah serius. Ia menatap Jiang Hao lebih lama sebelum akhirnya berbicara. “Kau tahu, orang yang mencari dia biasanya tidak pernah kembali.”
Jiang Hao tersenyum dingin. “Aku berbeda.”
Pria tua itu mengangguk pelan. “Baiklah. Dia ada di Distrik Utara. Tapi jika kau ingin menemuinya, kau harus melewati penjagaannya.”
“Siapa yang menjaganya?”
“Kelompok ‘Seratus Bayangan’. Mereka membunuh siapa pun yang datang tanpa izin.”
Jiang Hao tidak terkejut. Pendeta Senja adalah sumber informasi yang berharga. Tentu saja, banyak orang ingin melindunginya.
Namun, itu tidak akan menghentikannya.
Saat Jiang Hao meninggalkan kedai teh, ia merasakan sesuatu yang aneh. Jalanan terasa terlalu sepi. Seperti ada sesuatu yang mengintai.
Tiba-tiba—
Wuussh!
Dua sosok melompat dari atap, menyerang dengan pedang!
Jiang Hao bergerak cepat, menghindari serangan pertama. Pedang lawan nyaris mengenai lehernya, tetapi ia berbalik dengan cepat, menendang penyerang itu ke dinding.
Namun, saat ia hendak melawan penyerang kedua, ia merasakan dorongan kuat di punggungnya!
“Sial!”
Jiang Hao terdorong ke depan. Dalam sekejap, ia dikelilingi oleh lima orang berbaju hitam.
Mata mereka dingin, dan mereka semua membawa senjata tajam.
“Kau sudah terlalu lama hidup, Jiang Hao.” Salah satu dari mereka berkata.
Jiang Hao menghela napas pelan. Ia bisa merasakan tubuhnya masih lelah setelah perjalanan panjang, tetapi itu tidak berarti ia akan kalah.
Dengan satu gerakan cepat, ia menarik belati pendek dari balik jubahnya.
“Kalau begitu, coba bunuh aku.”
Kelima orang itu menyerang bersamaan.
Jiang Hao tidak punya waktu untuk berpikir—ia hanya bergerak.
Serangan pertama datang dari kanan. Ia menghindar dan membalas dengan hantaman siku ke rahang lawannya. Orang itu jatuh ke tanah dengan darah mengalir dari mulutnya.
Serangan kedua datang dari belakang. Jiang Hao berputar dan menangkap pergelangan tangan lawannya, lalu memelintirnya hingga terdengar suara “Krek!”
Orang itu berteriak kesakitan, tetapi Jiang Hao tidak berhenti. Ia melemparkannya ke dinding batu dengan kekuatan penuh.
Tersisa tiga orang.
Salah satu dari mereka melompat ke udara, mencoba menyerang dari atas. Jiang Hao hanya perlu satu gerakan—tangannya yang beracun menyentuh dada lawan.
Wuuussh!
Daging orang itu mulai membusuk. Ia jatuh ke tanah dengan mata melotot, sekarat dalam hitungan detik.
Dua orang sisanya gemetar ketakutan.
“Dia monster…” salah satu dari mereka berbisik.
Jiang Hao mendekat, tatapannya dingin. “Siapa yang mengirim kalian?”
Orang itu tidak menjawab.
Jiang Hao tidak menunggu. Tangannya bergerak cepat, menghantam dada pria itu.
Darah muncrat.
Satu orang tersisa.
Pria terakhir itu gemetar. “T-tolong … aku hanya diperintah!”
“Siapa yang menyuruhmu?” Jiang Hao bertanya, suaranya rendah namun penuh ancaman.
Orang itu menelan ludah, lalu akhirnya menjawab:
“Pendeta Senja .… Dia sudah tahu kau datang.”
Jiang Hao menyipitkan mata."Jadi… ini ujian?"
Pendeta Senja sengaja mengirim orang-orangnya untuk menguji apakah Jiang Hao layak menemuinya?
Jiang Hao tersenyum dingin.
“Kalau begitu, aku akan menemui dia langsung.”
Ia melangkah maju, meninggalkan tubuh-tubuh yang tak bernyawa di gang sempit itu.
Dan ia akan mendapatkan jawabannya—apakah Li Feng benar-benar masih hidup?
****
Jiang Hao berjalan menuju Distrik Utara, tempat di mana Pendeta Senja berada. Kota Biang Yuan semakin gelap seiring matahari meredup. Jalanan menjadi lebih berbahaya, terutama bagi seseorang seperti dirinya.
Namun, Jiang Hao tidak gentar.
Pendeta Senja telah mengujinya. Sekarang, ia akan menemui pria itu langsung.
Setelah menyusuri gang-gang berliku, akhirnya ia tiba di sebuah rumah tua dengan gerbang kayu besar. Dua lelaki berbaju hitam berdiri di depan pintu, senjata mereka siap digunakan.
Salah satu dari mereka menatap Jiang Hao dengan dingin. "Kau tak diundang."
Jiang Hao tersenyum tipis. "Kalau begitu, suruh dia mengundangku sekarang."
Kedua penjaga itu saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka berbalik dan mengetuk pintu tiga kali, lalu masuk ke dalam.
Beberapa saat kemudian, suara berat terdengar dari dalam.
“Biarkan dia masuk.”
Gerbang terbuka, dan Jiang Hao melangkah masuk.
Di dalam, ia mendapati sebuah ruangan luas yang dipenuhi asap dupa. Di tengah ruangan, seorang lelaki tua duduk bersila di atas tikar jerami. Itulah Pendeta Senja.
Wajahnya keriput, matanya tajam, dan aura misterius mengelilinginya.
Jiang Hao melangkah maju tanpa ragu. “Aku ingin jawaban.”
Pendeta Senja tersenyum samar. “Dan kau telah membuktikan bahwa kau cukup layak untuk mendapatkannya.”
Ia menghela napas dan melanjutkan, “Tapi aku tidak memberi jawaban secara cuma-cuma.”
Jiang Hao menyipitkan mata. “Apa maumu?”
Pendeta Senja menatapnya tajam. “Kau harus melewati satu ujian terakhir.”
Tiba-tiba, sebuah bayangan bergerak cepat dari belakang Jiang Hao. Serangan datang!
Jiang Hao berbalik dengan sigap, menangkis pedang lawan dengan belatinya. Percikan api menyala saat logam bertemu logam.
Seorang pendekar bertopeng muncul dari kegelapan, menyerang tanpa ragu!
Jiang Hao tersenyum dingin. "Jadi ini caramu menguji?"
Pendeta Senja tetap diam.
Jiang Hao tidak punya waktu untuk bertanya lebih lanjut. Serangan datang dari segala arah!
Dua orang lain muncul dari balik tirai, mengepungnya.
Jiang Hao bergerak cepat, menghindari serangan pertama dan melompat ke belakang, menciptakan jarak.
Namun, lawannya tidak memberi celah.
to be continued ✍️
nyala lampu sedikit mmenerangi di dalam gua gunung berkabut.novel apa puisi.hhhhh