Gubrakkk
Nala Casandra memegang kepalanya, dia baru saja membaca sebuah novel dan sangat kesal. Dia marah sekali pada seorang antagonis yang ada di novel itu. Sangking kesalnya, dia melemparkan novel itu ke dinding, siapa sangka novelnya mental kena kepalanya, sampai dia jatuh dari sofa.
Dan siapa sangka pula, begitu dia membuka matanya. Seorang pria tengah berada di atas tubuhnya.
"Agkhhh!" pekik Nala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Sikap Pangeran Arga Yudha Kertajaya
Nala mengambil nafas dalam-dalam, ini sudah masuk tahun dimana nyawanya akan berakhir di tangan pendekar sakti yang entah darimana asalnya itu. Yang mampu menghipnotis seluruh penjaga penjara setelah kematian pangeran Arga Yudha Kertajaya, dan menghabisi nyawa Sekar Nala.
Nala sungguh tidak ingin banyak berdebat dengan pangeran Arga Yudha Kertajaya.
"Pangeran, dengar ya. Kita sebenarnya tidak punya dendam kan? kalau aku membiarkanmu bersama dengan Ratih Jayengwati? ya sudahlah, menikah sana dengan kekasihmu itu. Aku hanya ingin nyawaku aman"
Mata pangeran Arga Yudha Kertajaya melotot tajam ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Nala itu.
Tangannya bergerak mencengkram rahang Nala dengan kuat.
"Agkhhh!" pekik Nala kesakitan.
"Kamu siapa berhak mengatur aku harus menikahi siapa? begitu bertemu dengan mantan kekasih, kamu langsung ingin aku menikahi wanita lain. Kamu yang mengancam akan mengakhiri hidupmu di depan ayahanda prabu, saat meminta pernikahan denganku. Kamu pikir siapa kamu, mempermainkan aku?"
'Aduh, dia marah. Aku tidak bermaksud begitu. Bagaimana caranya meredakan amarahnya?' batin Nala bingung.
Jika itu tubuh dan jiwa Sekar Nala yang asli, dia pasti akan menangis. Karena Pangeran Arga Yudha Kertajaya sangat tidak suka melihat seorang wanita menangis. Dia akan memilih pergi, dan cara itu selalu ampuh saat pangeran Arga Yudha Kertajaya bersikap angkuh dan kasar seperti ini.
Tapi Nala yang sekarang, itu adalah Casandra Nala dari masa depan. Digertak begini kenapa dia harus menangis.
'Berpikirlah Nala, pria ini sedang emosi!' serunya dalam hati.
Nala mencoba memberi motivasi untuk dirinya sendiri agar bisa lepas dari kemarahan pangeran Arga Yudha Kertajaya ini.
Mau bicara, Nala tidak bisa bicara. Akhirnya dia hanya bisa mengangkat tangannya dan mengusap lembut pipi pangeran Arga Yudha Kertajaya. Marah itu api kan? kalau di siram dengan air, bukankah akan dingin. Bukannya sentuhan lembut wanita itu laksana air di Padang pasir. Halahh, itu kata-kata yang ada di buku kais dan Laila yang pernah Nala baca. Mahasiswi ilmu budaya seperti dirinya kerjanya kan memang hanya baca kisah sejarah dan filsafat seperti itu.
Mata tajam pangeran Arga Yudha Kertajaya perlahan meredup. Wajahnya yang merah padam, berubah sedikit demi sedikit, masih merah sih. Tapi bukan merah padam karena marah.
Cengkeraman tangannya di rahang Nala juga perlahan merenggang.
'Berhasil kan?' batin Nala penuh harap.
"Jangan pikir..."
Cup
Nala yang tidak mau sampai pangeran Arga Yudha Kertajaya menyakitinya lagi. Segera saja membungkam suaminya itu dengan sebuah ciuman yang cukup besar. Maksudnya dikokop agak besar gitu. Ya, begitulah! Nala sengaja, supaya mulut pangeran Arga Yudha Kertajaya tertutup.
Dengan cepat pangeran Arga Yudha Kertajaya mendorong Nala.
"Apa yang kamu lakukan?" pekik pangeran Arga Yudha Kertajaya.
'Hais, selamatkan nyawa sendiri dulu. Lainnya di pikir nanti!' batin Nala lagi .
"Aku salah pangeran, aku salah. Aku tidak akan mengatakan apapun tentang pernikahan lagi. Aku mengaku salah" kata Nala yang langsung mundur menjauh.
Dia pikir, dia harus pergi dari kamar ini. Tapi semakin Nala menjauh, pangeran Arga Yudha Kertajaya malah semakin mendekat padanya.
"Jadi tuan putri dari pangeran ini, sudah mengaku salah. Maka berjanjilah tidak akan menemui mantan kekasihmu lagi!" ujarnya tegas.
Nala mengernyitkan keningnya. Jenderal Mahesa Wulung itu kan jenderal yang berharga di istana. Bagaimana tidak akan bertemu?
Tapi karena Nala masih sangat sayang dengan nyawanya. Dia pun mengangguk dengan cepat.
"Iya pangeran, aku janji..."
'Tapi kalau gak kepepet ya!' sambungnya dalam hati.
Karena pikirnya saat ini dia memang butuh perlindungan dari jenderal Mahesa Wulung.
Deg
Nala menghentikan langkahnya, ketika pangeran Arga Yudha Kertajaya meraih pinggangnya dan menariknya dengan cepat.
Dukk
Punggung Nala menabrak dada bidang dan keras pangeran Arga Yudha Kertajaya.
"Mau kabur? setelah memancing pangeran ini?" tanyanya ambigu.
Nala mengernyitkan keningnya.
'Memancing apa? pria ini bicara apa? eh....' bahkan Nala harus menjeda curahan hatinya ketika pangeran Arga Yudha Kertajaya melepaskan kebaya yang dapat pakai Nala.
"Pangeran..."
Nala tak bisa meneruskan ucapannya ketika pangeran Arga Yudha Kertajaya menariknya ke atas tempat tidur dan melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya.
Untuk kedua kalinya, pangeran Arga Yudha Kertajaya memaksa Nala. Tapi kali ini tidak terlalu di paksa juga sebenarnya.
Mata Nala masih menatap pria yang memejamkan mata di atas tubuhnya itu. Setiap gerakannya seperti sangat menikmati. Tapi Nala heran, bukannya pria itu membencinya. Di jaman modern saja, kalau seorang pria tidak suka pada seorang wanita. Pasti enggan menyentuhnya kan? ini bagaimana bisa di jaman dimana semua serba kuno, serba mementingkan aturan lah istilahnya, dan serba epik ini. Banyak pertimbangan sebelum satu langkah di lakukan. Bagaimana pria terhormat seperti pangeran Arga Yudha Kertajaya malah seperti sangat puas dengan apa yang dia lakukan ini. Tanpa ada paksaan, tanpa ada drama dari Nala dengan embel-embel perintah dari Raja dan Ratu.
Peluh pangeran Arga Yudha Kertajaya jatuh di pipi Nala. Membuat Nala tersadar dari lamunannya. Dia juga merasakan perasaan yang membuatnya merasa begitu gelisah dan mencengkram kuat pinggiran tempat tidur itu.
Pangeran Arga Yudha Kertajaya membuka matanya perlahan, ketika dia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Nala tak sengaja menatapnya.
"Ingat yang aku katakan tadi, jangan pernah temui jenderal Mahesa Wulung lagi!"
Setelah mengatakan itu, pangeran Arga Yudha Kertajaya turun dari tempat tidur dan mengenakan semua pakaiannya.
Nala menutupi tubuhnya dengan selimut, dia tidak tertarik untuk menjawab perkataan pangeran Arga Yudha Kertajaya itu. Pria itu bahkan pergi begitu saja setelah memakai pakaiannya.
Sumi dan Welas buru-buru masuk karena merasa khawatir pada majikannya. Melihat Nala dalam keadaan polos, Sumi dan Welas saling pandang dan tersenyum.
"Selamat tuan putri, ini kali kedua. Artinya tuan putri pasti akan menjadi kesayangan pangeran!" ujar Sumi yang begitu senang.
Nala agak terkejut mendengar ucapan Sumi.
"Begitukah?" tanya Nala.
"Tentu saja, Gusti Galuh ayu saja dulu langsung di angkat menjadi selir setelah melayani Gusti prabu dua kali, itu anugrah tuan putri!" jelas Sumi.
'Ya ampun, kalau di jaman modern, seorang istri pasti sudah menjadi ratu untuk suaminya karena melayani setiap hari. Sebenarnya yang terjadi di duniaku itu kemajuan atau kemunduran sih?' gumamnya bingung.
Tapi kebingungannya bukan hanya sebatas itu. Dia masih tidak mengerti dengan sikap pangeran Arga Yudha Kertajaya. Sebenarnya kebencian yang selalu dia katakan itu, benci beneran, atau jangan-jangan benar-benar cinta?
Nala menghela nafas panjang.
'Apa yang aku pikirkan? aku yakin pangeran Arga Yudha Kertajaya sengaja. Semakin aku terlihat disayang olehnya, bukannya berarti si Ratih Jayengwati itu makin membenciku. Menyebalkan!' gerutunya dalam hati.
***
Bersambung...