" Iya, sekalipun kamu menikah dengan wanita lain, kamu juga bisa menjalin hubungan denganku. Kamu menikah dengan wanita lain, bukan halangan bagiku “ Tegas Selly.
Padahal, Deva hendak di jodohkan dengan seorang wanita bernama Nindy, pilihan Ibunya. Akan tetapi, Deva benar - benar sudah cinta mati dengan Selly dan menjalin hubungan gelap dengannya. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan antara ketiganya ? Akankah Deva akan selamanya menjalin hubungan gelap dengan Selly ? atau dia akan lebih memilih Nindy ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vitra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Sisi yang Berbeda
Deva menerima pesan yang di kirimkan oleh Nindy saat sedang menumpahkan kekesalannya kepada Selly. Ia pun berhenti dari pembicaraannya dan mengusap layar ponselnya. Dari depan layar ponsel, terlihat isi pesan dari Nindy. Dia semakin merasa kesal.
Selly pun bertanya. “ Siapa yang mengirimimu pesan ? Kenapa kamu terlihat bertambah kesal ? Nindy, ya ?”
“ Iya, benar. Aku balas nanti saja. Suasana hatiku belum membaik.” Ucap Deva dengan nada kesal.
Mereka berdua pun melanjutkan obrolan mereka yang sempat terhenti karena Deva menerima pesan dari Nindy. Deva masih menjadikan Selly sebagai teman bicaranya.
Bahkan di kala ia merasa sedih, susah, mengalami kesulitan, ia masih menumpahkan segala perasaannya kepada Selly. Deva masih terjebak dengan segala rayuan dan tipu daya dari sosok Selly. Dia benar - benar tidak menaruh rasa curiga kepada Selly.
Sikap Selly yang sangat manis, membuat Deva merasakan kenyamanan. Ia masih belum bisa sepenuhnya melepas Selly, sekalipun ia mengetahui bahwa bisa menikahi Selly kemungkinannya sangat kecil.
Namun, karena Selly yang pandai bersilat lidah dan mempunyai topeng yang tebal, Deva jadi tidak bisa melepas Selly. Bahkan di dalam pikirannya, ia sama sekali tidak bisa membayangkan jika harus berpisah dengan wanita licik itu.
Tak terasa waktu sudah menjelang malam. Matahari mulai tenggelam, di dalam ruangan apartemen mulai gelap, Selly menyalakan lampu – lampu di setiap sudut ruangan.
“ Wah, melihatmu menyalakan lampu, membuatku semakin merasa sedih “ Ungkap Deva dengan wajah sedih.
Selly bingung dengan ungkapan Deva. “ Memang apa hubungannya jika aku menyalakan lampu, lalu kamu bersedih ?”
“ Artinya, sudah menjelang malam. Dan aku harus segera bergegas pulang. Kenapa jika kita menghabiskan waktu bersama dengan orang yang kita cintai, waktu terasa begitu cepat “ Kata Deva.
Lalu Selly menghampiri Deva dan memeluknya. “ Kan masih ada hari esok, sayang. Walaupun kamu hanya bisa datang di waktu libur kerjamu, aku tetap merasa bahagia. Setidaknya, kamu masih mengingatku dan merindukan aku di setiap hari – hari mu.” Rayuan Selly kembali ia keluarkan.
Deva membalas pelukan Selly. “ Aku menjadi semakin ingin menikahimu. Agar aku bisa selalu bersamamu “ Balas Deva.
Setelah mereka berdua saling berpelukan untuk melepaskan rasa rindu, Deva pun segera berpamitan kepada Selly. “ Aku pulang dulu, ya. Sampai bertemu minggu depan.”
“ Semangat untuk besok hari !” Selly menyemangati. Deva pun tersenyum dan kembali memeluk Selly, kemudian ia berjalan keluar apartemen Nindy.
“ Hati – hati di jalan .” Ucap Selly sambil melambaikan tangannya kepada Deva.
Setelah Deva benar – benar sudah tidak terlihat, Selly kembali masuk ke dalam. Ia menyenderkan tubuhnya di sofa depan televisi. “ Lelah sekali rasanya.” Keluhnya kepada dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Nindy beberapa kali mengecek ponselnya yang ia sembunyikan di balik bantalnya. Sudah sejak siang hingga sekarang malam, Deva belum membalas pesan yang ia kirimkan kepadanya. Bahkan, sekedar di baca pun belum. Tiba – tiba Nindy jadi merasa malu.
Ia berkata pada dirinya sendiri dan mengusap – ngusap wajahnya. “ Memang aku bodoh. Kan aku ini wanita. Rasanya, aku seperti wanita murahan. Kenapa sih. Aku tadi harus mengirimkan pesan itu kepada Deva ? Kan aku jadi malu sendiri jika. Dasar, betapa bodohnya aku.“ Nindy terus menerus menyalahkan dirinya sendiri.
Kali ini, ia matikan ponselnya untuk menutupi rasa malunya. Dia memaksakan dirinya sendiri, berpura – pura tidak mengirimkan pesan kepada Deva. Setelah ia matikan ponselnya dan menyembunyikan ponsel di balik bantalnya, ia pun segera meninggalkannya dan keluar kamar untuk makan malam.
Terlihat Bu Narmi sedang menyiapkan makan malamnya. Pak Danu sedang duduk di meja makan, menunggu semua hidangan siap. Nindy duduk di depan meja makan sambil menghembuskan nafas panjangnya.
Niat hati ingin benar – benar melupakan pesan yang sejak tadi belum terbalas, Pak Danu malah bertanya kepada Nindy. “ Sudah ada balasan dari Deva ?” Pak Danu bertanya sambil memperhatikan Nindy.
Namun,Nindy memberikan respon yang aneh.
“ Sssttt”. Ia menempelkan jari telunjuk di bibirnya memberikan isyarat kepada Pak Danu untuk diam.
Pak Danu pun menjadi bingung dengan respon yang di berikan oleh anak perempuannya itu. “ Maksudnya apa ? Kok malah nyuruh Ayah diam ?” Pak Danu heran.
“ Sudah, Ayah jangan membahas pesan itu, oke ? Sekarang saatnya kita makan malam” Kata Nindy sambil mengambil nasi.
Bu Lastri juga ikut terheran dengan respon Nindy yang aneh. “ Kamu ini, Nin. Kan Ayahmu hanya bertanya. Kenapa tidak di jawab ?”
“ Sudah, Bun. Ayo, kita segera makan. Keburu hari bertambah malam.” Pak Danu dan Bu Narmi menggeleng – gelengkan kepalanya karena heran dengan sikap Nindy.
Sesampainya di rumah, Deva di sambut oleh Bu Lastri. Ia menunggu Deva di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Melihat Ibunya, Deva langsung mencium tangan Bu Lastri.
“ Darimana kamu, Dev ? Tadi katanya hanya keluar sebentar. Kenapa malam begini kamu baru pulang ?” Tanya Bu Lastri dengan tatapan tajam.
“ Namanya kumpul sama teman, Bu. Suka lupa waktu. Ada aja kan yang di bahas “ Deva menjawab dengan bohong.
Namun, entah karena naluri seorang Ibu atau memang hanya sekedar ingin mencari tahu, Bu Lastri tidak mempercayai jawaban Deva. “ Kamu benaran bertemu dengan temanmu ?” Bu Lastri mulai menginterogasi Deva.
Dengan memasang ekspresi tenang, Deva kembali memberikan jawabannya. “ Memangnya, Ibu berpikir aku bertemu dengan siapa ?” Serang Deva. Ia juga ingin mengetahui, seberapa jauh Bu Lastri menaruh curiga kepadanya.
Respon Deva yang di luar dugaan, membuat Bu Lastri malah membalik menjadi sedikit kagok. “ ya..kan…Ibu cuma tanya aja.” Kata Bu Lastri dengan sedikit terbata – bata.
“ Tadi kan aku sudah memberi jawaban ke Ibu, kalau aku bertemu dengan temanku. Kalau Ibu misal tidak percaya, ya sudah.” Deva membalas ucapan Bu Lastri.
“ Ya sudah, sana kamu makan malam dulu.” Bu Lastri mencoba mengalihkan pembicaraannya.
“ Baik, Bu. Aku mau mandi dulu, Bu.” Kata Deva lalu pergi meninggalkan Bu Lastri.
Deva segera membuka pintu kamar. Saat masuk ke dalam kamarnya, ia memegang dadanya. “ Hampir saja aku ketahuan.” Ucap Deva kepada dirinya sendiri.
Sebenarnya, saat Bu Lastri mulai menaruh curiga kepadanya, dadanya terasa berdebar karena Deva sangat ketakutan jika sampai ketahuan oleh Bu Lastri. Hanya saja, dia pintar mengambil sikap. Ia tidak memperlihatkan bahwa ia takut dan berhasil bersikap tenang dan seolah – olah tidak terjadi apa.
Lambat laun, setelah ia menjalin hubungan terlarangnya dengan Selly, tanpa di sadari sifat Deva memiliki kesamaan dengan Selly. Ia pintar memanipulasi kata – kata dan sikapnya. Terbukti saat di interogasi oleh Bu Lastri tadi, Deva bisa bersikap tenang di depan Ibunya. Padahal, di dalam dirinya merasa sudah tidak karuan. Sifat Selly sudah berhasil mempengaruhi alam bawah sadar Deva.