bagaimana rasanya ketika kamu mendapatkan sebuah penawaran uang kaget?
Rara di hina dan di maki selama hidupnya.
Ini semua karena kemiskinan.
Tapi ketika dia merasa sudah menyerah, Dia mendapatkan aplikasi rahasia.
Namanya uang kaget.
Singkatnya habis kan uang, semakin banyak uang yang kau habiskan maka uang yang akan kamu kantongi juga akan semakin banyak.
Tapi hanya ada satu kesempatan dan 5 jam saja.
Saksikan bagaimana Rara menghasilkan uang pertama kali di dalam hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Ketika Rara sedang belanja gila gilaan,di saat yang sama Arya mengalami hinaan terang benderang.
Suara musik menghentak, dentuman bas berdentum liar dalam gelap dan kilau lampu yang berputar tak tentu arah. Bau alkohol, parfum mahal, dan keringat bercampur dalam udara yang sesak di klub malam itu.
Di sudut ruangan, Arya duduk sendirian dengan darah mengering di sudut bibir. Kepalanya tertunduk, pandangannya kosong, dunia seolah meredup di balik cahaya warna-warni yang silih berganti.
"Hahahha, Arya.. Arya.."
Doni tertawa lepas di meja seberang, dikelilingi beberapa pria yang dulu pernah jadi bagian dari lingkaran kecil mereka. Di tangannya, segelas minuman keras terangkat tinggi.
“Lihat siapa yang sekarang sedang menangis! Arya Mahesa...Si raja kecil yang kehilangan kerajaannya!” teriak Doni di tengah musik, suaranya tetap menusuk seperti peluru meski harus bersaing dengan dentuman lagu.
Arya tidak menjawab.
Ia hanya menatap meja kosong di depannya, jemarinya mencengkeram gelas berisi air putih yang belum ia sentuh sejak tadi. Dulu tempat seperti ini adalah bagian dari kebersamaan mereka.Sekarang, hanya pengingat dari betapa jauh ia telah jatuh.
Doni bangkit dari duduknya dan mendekat, mabuk oleh minuman dan kekuasaan. Ia membungkuk, berbisik di telinga Arya dengan nada dingin menusuk.
“Dulu kau yang di atas, sekarang kau di bawah. Aku cuma ingin kau tahu, rasa sakit ini belum sebanding dengan yang pernah aku telan karena kau. Sekarang, semuanya ada di tanganku. Ah arya , Hem adikmu juga jalang kecil. Kau tahu, kalau aku mau, aku bisa membuatnya menari di sini, malam ini juga.”
Arya bangkit berdiri, gemetar. “Jangan bawa-bawa Rara…”
Plak
Sebuah tamparan datang lebih cepat dari kata-kata. Doni menamparnya dengan punggung tangan, hingga tubuh Arya tersentak dan nyaris jatuh. Tawa teman-teman Doni meledak, menggema di antara sorak-sorai musik liar.
Arya tidak melawan.
Bukan karena takut. Tapi karena putus asa telah mencengkeram jiwanya. Ia merasakan sesuatu dalam dirinya hancur malam itu, lebih dari sekadar harga diri. Rasa percaya, harapan, bahkan amarahnya sendiri seperti habis dimakan kegelapan.
Rara adiknya, adalah gadis kecil yang polos dan tidak pernah neko-neko. hidupnya hanya bersenang-senang dan berbelanja Meskipun tidak begitu boros. Tapi Rara tidak pernah dilahirkan untuk mengkhawatirkan apapun.
Arya memegang perasaan papanya, tapi dalam 2 bulan bekerja keras papanya jatuh begitu saja.
Dia lah yang bersalah dan tidak kompeten.
Tapi Rara yang tidak tahu apa-apa juga mengalami intimidasi baik di sekolah bahkan di lingkungan pertemanan hanya karena kakaknya yang tidak pandai.
Rara kecil nya yang malang, baru saja membayar 12 juta harga dari sebuah botol minuman.
Arya merasa sedih.
Rara maafin kakak mu..
Musik masih menggema, tapi bagi Arya, suara dunia perlahan menjadi sayup,yang terdengar jelas hanya tawa. Tawa Doni dan teman-temannya. Tawa yang menyayat hati Arya dan mencabik sisa harga diri yang selama ini ia pertahankan.
“Coba lihat dia!” seru Doni sambil menunjuk ke arah tubuh Arya yang tergolek lemah. “Dulu jalan kayak pangeran. Sekarang? Gelandangan pun masih lebih gagah!”
Tawa meledak lagi, lebih kejam dari sebelumnya. Satu dari mereka menendang tubuh Arya ke samping, membuatnya meringis. Yang lain menepuk-nepuk kepalanya seperti mempermainkan anak kecil.
Hati Arya semakin dingin.
“Kau pikir hidup ini adil?” gumam Doni, kini jongkok di sampingnya. “Kau pikir dunia akan baik-baik saja sama orang yang tak punya apa-apa? Bahkan adikmu... seharusnya dia malu punya kakak sepertimu.”
Tubuh Arya gemetar.
Bukan karena takut. Tapi karena rasa hampa yang perlahan menggerogoti pikirannya. Di tengah kebisingan dan cahaya yang menyilaukan, ia merasa sendirian.
Terasing.
Kotor.
Tak berguna.
“Kau tahu, Arya?” bisik Doni, senyum dingin di wajahnya. “Mungkin... akan lebih baik kalau kau hilang saja. Dunia tidak butuh pecundang. Rara juga pasti capek, punya kakak sepertimu yang bisanya cuma menyusahkan.”
Kata-kata itu menusuk lebih tajam dari pukulan manapun. Arya membeku. Tubuhnya lemas. Dunia terasa sempit, seolah seluruh ruangan memeluknya dengan rasa malu yang tak tertahankan.
Aku... bukan beban," pikirnya.
Tapi Arya memejamkan mata. Siapa yang ingin dia tipu.
Dalam gelap itu, dia berharap... mungkin jika dia tidak pernah lahir, semuanya akan lebih mudah. Mungkin Rara tidak akan perlu menanggung malu. Tidak perlu menangis. Tidak perlu menatapnya dengan mata yang dipenuhi rasa khawatir dan kasih sayang... yang kini terasa seperti luka.
Tawa Doni makin keras, makin menyayat.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, Arya benar-benar ingin menghilang. Menguap dari dunia ini. Dan jika saat itu ada pintu menuju ketiadaan, ia pasti akan masuk tanpa ragu.
Tawa Doni belum berhenti. Ia berdiri di atas Arya, kakinya menjejak lantai dengan irama penghinaan.
Seseorang dari belakang,teman lamanya yang kini jadi kaki tangan Doni,membungkuk dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Doni mendengarkan sejenak… lalu mendongak dan tertawa keras.
"Hahaha , bagus. Hahahaha "Tawanya menusuk lebih dari luka yang sudah membiru di pipi Arya.
“Oh, ini lucu. Ini luar biasa lucu,” katanya sambil menepuk bahu temannya, lalu melangkah kembali ke arah Arya yang masih meringkuk di lantai.
“Arya,” ucap Doni pelan, penuh nada mengejek. “Aku kasih kau satu kesempatan terakhir untuk jadi berguna.”
Ia membungkuk, tangannya menyelusup ke kantong celana Arya. Gerakannya kasar, tanpa rasa hormat. Tangannya menarik paksa sebuah ponsel dari sana.
Doni memandang ponsel itu sebentar, lalu,tanpa ampun melemparkannya ke wajah Arya. Benturan itu nyaring, disertai dentingan kaca pelindung layar yang retak.
“Telepon adikmu!” teriak Doni. “Katakan padanya agar datang ke sini… dan menari untukku malam ini!”
Tawa kembali pecah di sekeliling mereka.
“Lantai dansa ini sudah lama butuh hiburan sejati. Dan aku tahu, tubuh Rara pasti bisa memuaskan rasa haus semua mata di sini!” serunya, menjulurkan tangan seolah menampilkan panggung besar.
Arya menatapnya, wajahnya kaku, penuh darah dan debu. Tangan gemetar memungut ponsel itu,yang kini pecah dan bergetar pelan, seolah menyuarakan luka yang sama.
“Kalau dia datang dan menari untukku…” lanjut Doni, menekankan tiap katanya, “aku akan kasih kau 500 juta. Cukup untuk kau hidup untuk satu bulan kan? Untuk bayar utang keluargamu? Mungkin juga cukup buat kau cuci harga dirimu yang sekarang nilainya lebih rendah dari sepatu mahal ku .”
Hahahaha hu... hahaha
Doni tertawa lebih keras, dan semua orang di sekitarnya ikut larut. Musik yang menghentak tak mampu menutupi kata kata keji yang keluar dari mulut mereka. Arya membeku. Ponsel itu kini terasa lebih berat dari batu. Ujung jari-jarinya gemetar, bukan karena luka… tapi karena dilema yang menusuk jiwa.
Harga diri.
Adik kandungnya. Kehormatan.
Dan keputusasaan yang tak henti menggerogoti dari dalam, menggoda dengan bisikan kejam “Kau tak punya pilihan lain.”
"Cuman menari saja..kan?"pikir Arya.
Doni berkata,aku sudah lama mengincar adikmu tapi saat itu kita sahabatan kaan.Hanya saja sekarang, kau butuh duit dan.. hehehe
"Ya Doni Rara cantik dan manja kupikir desahannya mungkin enak di dengar"kata yang lain.
Nama itu terucap dan waktu seakan berhenti bagi Arya.
Rara.
Seluruh dunia mungkin bisa menertawakannya, menghina, menginjak harga dirinya sampai hancur tak bersisa… tapi tidak adiknya.
Tidak Rara.
Darah mengalir di sudut bibirnya. Matanya yang tadinya kosong kini menyala, bukan karena keberanian yang lahir dari kekuatan, tapi dari cinta dan batas kesabaran yang sudah tak bisa ditarik mundur.
Dia bangkit,meski lututnya gemetar, meski tubuhnya masih menggigil karena rasa sakit dan malu. Dan dalam satu gerakan cepat, dia mengangkat tangan dan menampar Doni.
Plak
Suara tamparan itu menggema, menyayat udara yang sesak dengan tawa dan musik.
Semua terdiam sesaat.
Arya menatap Doni tajam, napasnya terengah, tapi suaranya penuh kemarahan yang telah lama tertahan.
“Hinakan aku sesukamu, Don. Kau mau sebut aku pengemis, pecundang, atau bahkan sampah, silakan. Tapi jangan seret adikku dalam lumpur ini. Dia satu-satunya yang masih percaya padaku… satu-satunya yang membuatku tetap bernapas sampai hari ini.”
Nafasnya tersengal. Tapi dia belum selesai.
“Kau ingat dulu? Saat kau hampir dikeluarkan dari sekolah karena utang? Siapa yang pinjamkan tabungan ayahnya untuk bantu kau? Siapa yang bela kau dari preman sekolah lain? Itu aku, Doni. AKU!” suaranya bergetar, antara marah dan hancur.
“Aku bisa jadi pengemis hari ini, tapi adikku… dia tidak akan jadi barang leluconmu.”
Doni membeku sejenak. Wajahnya yang tadi dipenuhi kesombongan berubah merah padam,entah karena marah, atau malu karena ditampar oleh seseorang yang telah dianggap hina.
“Aku harusnya bunuh kau waktu dulu, Arya,” gumamnya dingin.
Doni semakin marah dengan apa yang disebutkan oleh Arya. Kata-kata itu mengingatkan betapa rendahnya dia dulu.
Sebuah memori yang tidak ingin dia ingat.
"Arya..!!"
Dengan isyarat tangan, lima orang temannya bangkit serempak. Arya tahu dia tidak punya kekuatan untuk bertarung. Tapi dia tidak mundur. Tidak kali ini.
Pukulan pertama menghantam perutnya. Lalu dagunya. Arya terjengkang ke lantai lagi. Tendangan menghantam rusuk, membuat napasnya seolah hilang. Dunia berputar. Suara tawa kembali mengisi udara. Tubuhnya dihantam, ditarik, bahkan ponselnya disita lalu diinjak hingga hancur. Salah satu bahkan meludahi wajahnya.
Setiap pukulan, setiap ejekan, terasa seperti pernyataan mutlak,Kau bukan siapa-siapa. Kau hanya beban.
Saat tubuhnya nyaris tak bisa bergerak lagi, Doni menatap satpam yang berdiri tak jauh.
“Lempar dia keluar,” ucapnya dingin.
Tanpa protes, dua satpam mendekat dan menarik tubuh Arya seperti menarik karung sampah. Langkah mereka kasar, menyeret Arya ke luar tanpa ampun.
Saat pintu klub malam terbuka, udara malam menyambut dengan dingin yang menusuk.
Tubuh Arya dilempar ke jalanan gelap yang basah. Lampu-lampu kota seakan ikut menghakimi keberadaannya.
“Dasar gembel,” gumam salah satu satpam sambil menertawakan. “Malu-maluin. Minta dihormati padahal gak punya apa-apa.”
“Ayahmu dulu kaya, ya? Sekarang anaknya kayak bangkai,” ejek yang lain.
Doni berdiri di ambang pintu, menatap tubuh Arya yang tak bergerak, dengan sorot mata dingin,tak ada bekas sahabat di sana. Hanya sisa dari manusia yang sudah kehilangan segalanya.
Dan tepat saat pintu itu menutup di belakang Doni, dunia Arya gelap sepenuhnya.
Ia pingsan bukan hanya karena luka fisik, tapi karena jiwanya hancur, remuk, dan tak lagi tahu apakah ia pantas untuk bangun kembali.
Arya beribadah tidak memiliki harapan, tapi dia tidak tahu saat ini adiknya sedang berjuang untuk memenuhi harapan yang sedang dia pikirkan.
Shopping time.
Apa mngkin rara menghancurkan bisnis mereka sprt arya lakukan
dasar si doni masa si rara mau dbeli emangnya barang🥴