NovelToon NovelToon
The Stoicisme

The Stoicisme

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Berbaikan
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyudi0596

Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:

"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."

Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"

Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6

Ruangan klub relawan masih dipenuhi keheningan yang menggantung di udara. Cahaya sore yang masuk melalui jendela membentuk bayangan panjang di lantai kayu. Naruto menyandarkan tubuhnya pada kursi, kedua tangannya disilangkan di dada, sebelum akhirnya membuka mulut.

“Yukinoshita,” panggilnya, suaranya tenang namun cukup dalam untuk menarik perhatian semua orang di ruangan itu.

Yukino yang tengah merapikan beberapa dokumen di mejanya mengangkat pandangannya dengan ekspresi datar. “Apa?”

Naruto tidak langsung menjawab. Dia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, memastikan bahwa ini adalah saat yang tepat untuk mengutarakan permintaannya. Akhirnya, dia menatap Yukino kembali. “Bisakah kau memanggil Hayasaka Aoi ke sini?”

Permintaan itu membuat alis Yukino sedikit terangkat. Dia menutup map yang sedang dipegangnya, lalu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, matanya menyipit menilai. “Kenapa kita harus memanggilnya?”

Hachiman, yang sejak tadi hanya diam sambil membaca bukunya, mendecih malas. “Terdengar seperti permintaan yang mencurigakan.”

Naruto hanya tersenyum tipis. “Aku hanya ingin memastikan sesuatu.”

Yukino tidak langsung menanggapi. Matanya masih meneliti ekspresi Naruto, seakan mencari sesuatu yang bisa dia sangkal. “Jika kau ingin memastikan sesuatu, maka katakan saja langsung pada kami. Jangan membuat semua orang berputar-putar dalam ketidakjelasan.”

Naruto menatapnya sebentar sebelum menjawab dengan nada santai, “Kalau aku mengatakannya sekarang, ada kemungkinan dugaanku akan salah. Aku lebih suka melihat reaksi langsung Hayasaka sebelum menyimpulkan.”

Yukino mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, mempertimbangkan kata-kata Naruto. Ada nada kepastian dalam suaranya yang membuatnya enggan untuk langsung menolak. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Tapi ini harus memiliki alasan yang jelas.”

Naruto mengangguk. “Aku janji ini tidak akan sia-sia.”

Yukino mengalihkan pandangannya ke Yuigahama, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan ekspresi bingung. “Yuigahama, bisakah kau memanggil Hayasaka ke sini?”

Yuigahama langsung tersadar dan mengangguk cepat. “Baik! Aku akan segera mencarinya.”

Dia berdiri dan bergegas keluar, meninggalkan Naruto, Yukino, dan Hachiman dalam keheningan yang kembali mengisi ruangan.

Yukino masih menatap Naruto, kali ini dengan ekspresi penuh evaluasi. “Aku tidak suka metode yang terlalu bertele-tele, tapi aku akan menunggu hasil dari dugaanmu ini. Pastikan kau tidak membuang waktu kami.”

Naruto tidak membalasnya dengan banyak kata, hanya senyum samar yang sulit ditebak maknanya.

Di dalam pikirannya, potongan-potongan teka-teki mulai menyatu. Jika dugaannya benar, maka kasus ini mungkin lebih dalam dari sekadar ancaman biasa.

Ruangan klub relawan kembali dihiasi keheningan saat pintu terbuka, menampilkan sosok Yuigahama yang masuk dengan langkah ringan diikuti oleh Hayasaka Aoi di belakangnya. Gadis berambut pirang itu melangkah masuk dengan ekspresi yang mencerminkan harapan bercampur dengan kecemasan.

“Jadi… apakah kalian sudah menemukan siapa pelakunya?” tanya Aoi langsung, tanpa basa-basi.

Yukino menutup map yang tadi sempat dibuka dan meletakkannya di atas meja dengan gerakan yang terukur. Tatapannya tetap dingin dan tajam saat dia mengangkat kepalanya, menatap langsung ke arah Aoi. “Untuk saat ini, kami hanya memiliki dugaan, bukan bukti kuat,” katanya, nada suaranya tegas, tidak memberi celah untuk spekulasi lebih jauh.

Aoi mengernyitkan alisnya sedikit, tampak tidak puas. “Dugaan?”

Alih-alih menjawab, Yukino menggeser pandangannya ke arah Naruto yang duduk bersandar dengan tangan terlipat di dada. “Naruto yang ingin memastikan sesuatu,” katanya, suaranya tetap datar, seolah ingin menegaskan bahwa ini bukan bagian dari keputusannya, melainkan sesuatu yang khusus diinginkan oleh Naruto.

Aoi dengan cepat mengalihkan perhatiannya ke Naruto, matanya menatap penuh pertanyaan. “Apa maksudnya?”

Naruto, yang sejak tadi diam memperhatikan percakapan itu dengan ekspresi santai, akhirnya menegakkan tubuhnya. Matanya menatap Aoi sejenak, lalu dia menarik napas ringan sebelum berbicara.

“Aku hanya ingin memastikan sesuatu yang mungkin bisa menguatkan dugaan kami,” ucapnya, suaranya tetap tenang, namun memiliki bobot tertentu yang membuat siapa pun yang mendengarnya merasa ada sesuatu yang penting.

Aoi tampak ragu, namun pada saat yang sama juga penasaran. “Baiklah… aku akan menjawab sebisaku.”

Naruto tersenyum tipis, lalu mencondongkan tubuh sedikit ke depan. “Aku hanya butuh satu jawaban darimu,” katanya pelan. “Saat kau menolak pernyataan cinta itu, apakah kau merasa ada sesuatu yang aneh? Reaksi yang tidak biasa?”

Aoi terdiam sejenak, ekspresinya berubah seperti sedang menggali ingatan dalam pikirannya. Sementara itu, Yukino tetap memperhatikan setiap gerak-gerik Aoi dengan teliti, seakan mencari celah untuk menemukan ketidakkonsistenan dalam jawabannya.

Hachiman, yang sejak tadi hanya diam dengan tangan menopang dagu, mengalihkan tatapannya dari bukunya untuk melihat perkembangan percakapan ini. Bahkan Yuigahama pun, yang biasanya lebih ekspresif, kini tampak lebih serius, menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Aoi.

Suasana dalam ruangan semakin terasa berat, seolah jawaban dari Aoi akan menentukan langkah selanjutnya dalam penyelidikan mereka.

Aoi menghela napas, menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya berbicara.

“Tidak ada gerakan aneh… dia hanya tampak kecewa saat aku menolaknya,” katanya dengan suara yang sedikit ragu, namun tetap jujur. “Aku bisa melihat kalau dia menerima penolakanku, meskipun ada sedikit ekspresi kesal di wajahnya.”

Naruto menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya perlahan berubah dari ketajaman analisis menjadi sesuatu yang lebih lembut. Matanya sedikit menyipit, mengingat kembali momen ketika dia secara tak sengaja melihat Yamato sebelumnya—wajah yang terlihat frustrasi, bukan karena sesuatu yang ia lakukan, melainkan karena sesuatu yang dituduhkan kepadanya.

Dalam pikirannya, semua kepingan puzzle perlahan mulai jatuh ke tempatnya. Jika benar Yamato hanya merasa kesal karena ditolak, bukan karena dia memiliki niat jahat, maka ada kemungkinan besar bahwa dia hanyalah korban dari rumor yang berkembang liar.

Naruto terdiam beberapa saat, membiarkan pikirannya mencerna informasi ini lebih dalam. Yukino mengamatinya dengan mata tajam, seolah menunggu analisis lebih lanjut darinya. Hachiman, meskipun terlihat malas, mulai menunjukkan sedikit ketertarikan terhadap arah pembicaraan ini. Yuigahama, di sisi lain, tampak bingung namun tetap mencoba mengikuti percakapan.

“Jadi…” Yuigahama akhirnya membuka suara, suaranya sedikit ragu. “Maksudnya, Yamato itu bukan pelakunya?”

Naruto akhirnya menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum menjawab. “Besar kemungkinan dia hanya korban.”

Yukino menyipitkan matanya sedikit. “Apa yang membuatmu berpikir begitu?”

Naruto meliriknya sebentar sebelum menjawab, “Saat aku melihat ekspresinya waktu itu… dia terlihat frustrasi, bukan seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu, melainkan seseorang yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan.”

Hachiman mencibir ringan, menyandarkan kepalanya ke tangannya. “Jadi kita kembali ke titik awal?”

Naruto mengangkat bahu. “Tidak juga. Jika dia hanya korban, maka ada seseorang di balik semua ini yang menyebarkan rumor tentangnya. Pertanyaannya sekarang bukan lagi ‘siapa pelakunya?’, tapi ‘siapa yang punya motif untuk menjebak Yamato?’”

Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Sekarang, masalah ini bukan hanya tentang mencari pelaku yang mengancam Aoi, tapi juga mengungkap siapa yang menyebarkan rumor terhadap Yamato dan apa alasannya.

Yukino mengetuk ujung jarinya ke atas meja, matanya sedikit menyipit. “Menarik.”

Naruto tersenyum tipis. “Aku rasa ini baru permulaan.”

Ruangan menjadi sunyi sejenak setelah pernyataan Naruto. Semua sedang mencerna informasi yang baru saja diungkapkan. Namun, ketenangan itu segera pecah ketika Hayasaka membuka suara dengan ragu-ragu.

"Yamato?" Ia mengulang nama itu, seolah memastikan sesuatu dalam benaknya. “Tunggu… kalau soal pria yang menembakku waktu itu, dia bukan Yamato. Namanya Ouka.”

1
Tessar Wahyudi
Semoga bisa teruss update rutin, gak apa-apa satu hari satu chapter yang penting Istiqomah. semangat terus.
Eka Junaidi
saya baca ada yang janggal, seperti ada yang kurang. coba di koreksi lagi di chapter terakhir
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」
untung bukan sayaka 🗿
Tessar Wahyudi: ah nanti terjawab seiring cerita berjalan
Nekofied「ᵛᵉʳᶦᶠᶦᵉᵈ」: walaupun masih bingung 🗿 mc nya renkarnasi atau bukan
total 3 replies
Eka Junaidi
Masih dipantau, semoga gak macet seperti karya lainnya. atau semoga semuanya bakal di lanjutkan lagi.
Eka Junaidi
Itu sinar matahari pagi atau sore, kok dia akhir Naruto menemukan dokumen Yamato hanya dalam waktu satu jam setengah. jika Naruto Dateng pagi jam setengah enam, setidaknya waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. jadi itu adalah typo.
Eka Junaidi
mantap, semangat nulisnya bro
anggita
like👍pertama... 👆iklan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!