Enam bulan pernikahan yang terlihat bahagia ternyata tak menjamin kebahagiaan itu abadi. Anya merasa sudah memenangkan hati Adipati sepenuhnya, namun satu kiriman video menghancurkan semua kepercayaannya. Tanpa memberi ruang penjelasan, Anya memilih pergi... menghilang dari dunia Adipati, membawa serta rahasia besar dalam kandungannya.
Lima tahun berlalu. Anya kini hidup sebagai single mom di desa kecil, membesarkan putranya dan menjalankan usaha kue sederhana. Namun takdir membawanya kembali ke kota, menghadapi masa lalu yang belum selesai. Dalam sebuah acara penghargaan bergengsi, dia kembali bertemu Adipati—pria yang masih menyimpan luka dan tanya.
Adipati tak pernah menikah lagi, dan pertemuan itu membuatnya yakin: Anya adalah bagian dari hidup yang ingin ia perjuangkan kembali. Namun Anya tak ingin kembali terjebak dalam luka lama, apalagi jika Adipati masih menyimpan rahasia yang belum terjawab.
Akankah cinta mereka menemukan jalannya kembali? Atau justru masa lalu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juwita Simangunsong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
POV Adipati
Satu minggu berlalu setelah kedatangan Lilia ke kantor ku. Aku dan Anya tidak lagi saling sapa.
Siang ini Aku sedang sibuk dengan berkas - berkas ku yang ada dimeja. Suasana terasa sunyi karena tidak ada waktu untuk berbicara karena pekerjaan ku saat ini memang sangat banyak.
Tapi kesunyian itu tidak berlangsung lama karena tiba - tiba terdengar suara tawa Anya memecahkan kesunyian itu.
Namun bukan itu yang membuat aku berhenti memeriksa laporan yang ada dimeja kerja ku, melainkan suara laki - laki yang menimpali tawa Anya dengan penuh kehangatan dan terdengar begitu akrab.
Aku menoleh sekilas ke arah ruangan Anya melalui kaca pembatas yang memisahkan ruangan kami berdua. Aku melihat sosok seorang laki-laki membelakangi aku.
Akhirnya aku bisa melihat sosok laki-laki itu, ya laki-laki itu adalah laki-laki yang pernah aku lihat menjemput Anya dilobi kantor tempo hari. Laki-laki itu berpenampilan rapi dengan senyuman penuh percaya diri.
Siapa sebenarnya laki-laki itu, kenapa dia sering bersama Anya?
Mata ku memperhatikan setiap gerakan mereka. Anya tertawa lepas, dan sesekali memukul pelan lengan lelaki itu seperti saat bercanda dengan ku dulu ketika dia masih bersama ku.
" Astaga Andre, kamu tetap saja menyebalkan!" kata Anya pada lelaki itu dan Aku jadi tahu kalau nama lelaki itu adalah Andre. Siapa sebenarnya Andre itu? Aku memang tidak pernah mengenal nya.
" Dan kamu juga tetap cerewet, Nyanya." Lelaki bernama Andre itu membalasnya dengan nada menggoda dan itu membuat wajah Anya memerah seperti tomat masak.
Aku kesal pada lelaki bernama Andre itu dan aku mengepalkan jemari ku di atas meja.
Nyanya?
Nama Nyanya hanya aku yang boleh memanggil Anya seperti itu. Panggilan Nyanya itu aku yang membuat nya karena itu panggilan sayang aku pada Anya. Ketika aku memanggil Anya dengan sebutan Nyanya dia akan membalas cemberut manja dan itu adalah hal yang aku tunggu. Tapi, sekarang panggilan itu digunakan oleh orang lain.
“Jeremiah”panggil ku dengan cepat melalui telepon.
Tidak menunggu waktu lama Jeremiah masuk dengan sedikit terkejut melihat wajah ku yang terlihat sangat kesal.
" Siapa pria yang bersama Anya diruangan nya?" tanya ku langsung to the point tanpa basa-basi.
Jeremiah terlihat bingung, lalu menjawab " Ohh , itu Andre Pak. Sahabat Bu Anya. Katanya mereka sudah dekat sejak lama. Pak Andre juga adalah pemilik perusahaan yang saat ini juga bekerja sama dengan perusahaan ibu Anya. Itu sebabnya Pak Andre mampir ke sini Pak."
" Dekat dan mereka sahabat lama ? Sejak kuliah?" ulang ku dengan nada rendah.
" Ya. Sangat dekat sepertinya Pak. Kalau tidak salah anak Ibu Anya juga mengenali sosok Pak Andre Pak."
Aku mengangguk pelan. Jeremiah pergi setelah menjelaskan apa yang dia tahu tentang pria bernama Andre itu. Tetapi pandangan ku tetap terpaku pada dua sosok yang masih betah berdiri lama - lama didepan kerja Anya.
Andre juga menyerahkan sesuatu yang sedari tadi dia pegang. Anya terlihat sangat kaget , lalu tersenyum sangat lebar
Senyum yang tidak pernah lagi Anya tunjukkan pada ku.
Entah kenapa ada rasa yang berkecamuk di dada ku. Tidak menyakitkan, tapi cukup membuat napas ku tercekat.
Aku beranjak dari tempat duduk yang sedari tadi menopang ku. Aku tidak tahu apa tujuan ku, tapi langkah kaki ku mengarah keluar ruangan menuju tempat mereka.
" Anya." panggil ku pada wanita yang sampai saat ini masih ku cinta itu.
Ia menoleh ke arah ku. Wajah Anya langsung berubah. Dari yang tadinya ceria menjadi agak kaku. " Ada yang bisa saya bantu, Pak Adipati?" Anya memanggil ku dengan sebutan formal dia panggil aku dengan sebutan 'bapak' dan dia bersikap seperti bawahan dan atasan. Dia menggunakan sebutan formal. Kenapa dia lakukan itu? Apa karena ada Andre di sini.
Aku juga melirik Andre dan Andre juga menatap ku, lalu menyodorkan tangannya lebih dulu " Andre sahabat Anya. Anda pasti Adipati bos sekaligus atasan Anya kan?".
Aku membalas menjabat tangannya sekilas dan sikap ku juga dingin, jujur aku saat ini cemburu pada laki - laki didepan ku ini.
" Apa kalian sudah lama menjadi sahabat Seperti nya kalian cukup dekat?” kataku tanpa menyembunyikan nada sarkasme.
Anya menatapku datar“Kami memang sudah dekat. Sejak kuliah. Ada masalah dengan itu Pak Adipati Sudrajat? Lagi pula tidak ada salahnya kalau seorang sahabat berkunjung ke kantor sahabat nya bukan? Selain dia sahabat ku dia adalah rejan bisnis aku.”
Aku mengerang dalam hati dan dada ku seperti membuncah ingin marah, tapi aku tidak punya alasan untuk marah.
"Masalah? Ya, banyak." ucapku dalam hati.
Kalimat yang keluar dari mulut ku sangat berbeda dari yang ada dalam hati ku saat ini. Aku hanya berujar “Tidak. Hanya ingin memastikan kamu tidak lupa jadwal meeting dengan klien sore ini, tentang kelanjutan proyek kita.”
Setelah mengucapkan itu aku pergi meninggalkan ruangan Anya. Tapi, bukan berarti aku tenang. Karena saat ini aku merasa sangat cemburu melihat Anya bersama dengan Andre.
Karena ternyata, melihat Anya bahagia dengan orang lain… lebih menyakitkan dari yang pernah aku bayangkan.
***
Ruangan rapat terasa sangat dingin, bukan hanya karena pendingin ruangan dengan suhu yang rendah, tapi karena dia orang yang dipenuhi keegoisan dan tidak mau mengalah padahal masih banyak cinta dihati keduanya. Anya dan Adipati saling melemparkan tatapan tajam. Di ujung meja, Anya menunduk menahan emosi karena Adipati tadi sempat bersikap dingin kepada dirinya dan juga Andre.
Kedua nya saling melemparkan tatapan tajam. Di ujung meja, Anya menunduk menahan emosi, tangan nya mengetuk - ngetuk meja dengan gelisah. Di sisi lain Adipati bersandar di kursinya wajah dingin, rahangnya mengeras menahan amarahnya.
Setelah selesai rapat dan tinggal mereka berdua di ruangan itu Adipati langsung berkata datar namun menusuk " Lucu ya , kamu bisa tertawa lepas di depan Andre... Tapi pas ketemu aku, seolah aku ini musuh , padahal aku pernah jadi suami mu. Jika kamu tidak menikah dengan orang lain aku ini masih suami mu karena dalam agama kita tidak kata cerai sebelum salah satu diantara kita tiada. Mungkin Alvino adalah anak ku, tapi sayang itu tidak mungkin."
Anya melirik tajam.kearah Adipati " Setidak Andre saat aku dalam keadaan susah dan jika aku kesulitan merawat Alvino dia selalu ada untuk membantu aku."
" Oh jadi selama enam tahun ini kamu memberi kabar kepada Andre dan kepada ku tidak? Tapi, tunggu apa maksudnya saat kamu kesulitan merawat Alvino ada Andre? Jadi, sebenarnya kamu tidak pernah menikah dan Alvino itu anak aku?"
Suasana memanas. Ketegangan menggantung di udara.
Tiba-tiba ponsel Anya berdering. Tertera nama "Alvino". Wajah Anya langsung melunak sesaat, sebelum ia menerima telepon itu dengan cepat.
Anya berusaha tetap tenang dan langsung berkata "Halo, Sayang. Kenapa?"
Alvino di telepon, suara riang berkata "Mama! Aku kangen... aku mau ke kantor Mama ya, hari ini. Mau lihat Mama kerja."
Anya tersenyum tipis, tapi matanya melirik Adipati sekilas. Anya sangat gugup dan bingung mau ngomong apa "Hmm... jangan ke kantor, Vin. Gimana kalau nanti Mama jemput, kita ketemu di mall aja ya?"
Namun sebelum Anya bisa menutup pembicaraan, Adipati berdiri, merebut ponsel dari tangannya dengan cepat dan angkuh.
Dengan suara tegas tapi lembut Adipati berkata "Alvino, kamu boleh datang ke kantor Mama. Om Adipati tunggu ya."
Alvini senang bukan main dan langsung berteriak dari balik telepon"Yaaay! Om Adipati keren banget! Makasih ya Om sudah bolehin aku datang ke kantor Mama."
Adipati menutup telepon dengan senyum kecil, mengembalikan ponsel ke Anya. Tapi tatapan Anya seperti menamparnya.