Di sebuah sekolah yang lebih mirip medan pertarungan daripada tempat belajar, Nana Aoi—putri dari seorang ketua Yakuza—harus menghadapi kenyataan pahit. Cintanya kepada Yuki Kaze, seorang pria yang telah mengisi hatinya, berubah menjadi rasa sakit saat ingatan Yuki menghilang.
Demi mempertahankan Yuki di sisinya, Ayaka Ito, seorang gadis yang juga mencintainya, mengambil kesempatan atas amnesia Yuki. Ayaka bukan hanya sekadar rival cinta bagi Nana, tapi juga seseorang yang mendapat tugas dari ayah Nana sendiri untuk melindunginya. Dengan posisi yang sulit, Ayaka menikmati setiap momen bersama Yuki, sementara Nana harus menanggung luka di hatinya.
Di sisi lain, Yuna dan Yui tetap setia menemani Nana, memberikan dukungan di tengah keterpurukannya. Namun, keadaan semakin memburuk ketika Nana harus menghadapi duel brutal melawan Kexin Yue, pemimpin kelas dua. Kekalahan Nana dari Kexin membuatnya terluka parah, dan ia pun harus dirawat di rumah sakit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ibadurahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Langit mulai berubah jingga saat Yuki berjalan menuju kontrakannya. Badannya masih terasa sedikit sakit akibat pukulan Nana tadi, tapi dia sudah terbiasa dengan rasa sakit. Tiba-tiba, dua sosok muncul dari belakangnya.
"Oi, nongkrong dulu yuk," ucap Naoki sambil merangkul leher Yuki dengan akrab. Yuki langsung melepaskannya dan menatap mereka dengan ekspresi datar.
"kalian beneran temen gue apa bukan sih?" tanyanya dingin.
Keisuke hanya tertawa kecil, ia tau Yuki kesal karena tidak membantunya saat di hajar Nana tadi. "Bodoh. Saat Nana marah kayak tadi, mana ada yang berani? Semua orang di kelas cuma bisa diem."
Yuki menghela napas, masih merasa sedikit jengkel dengan kejadian tadi.
"Gua kagum sama lu," ucap Naoki tiba-tiba.
Yuki mengangkat alis. "Kenapa?"
"Lu masih sadar setelah dipukul Nana."
Keisuke menyeringai. "Bahkan dulu, gua langsung dibawa ke rumah sakit waktu gua nekat nantangin Nana karena pengen nguasain 1C." Yuki membelalakkan mata. "Serius?". Keisuke mengangguk dengan ekspresi mengenang. "Serius. Gue pikir cuma cewek biasa yang kebetulan kuat. Tapi waktu gue nyoba ngelawan dia, lima detik kemudian gue udah pingsan."
Yuki menelan ludah. 'Benar-benar mengerikan.'
"Tapi lu sendiri kenapa nggak ngelawan?" tanya Naoki penasaran. Yuki mengangkat bahu. "Entahlah. Gak mungkin juga gua menghajar cewek."
Mendengar ucapan Yuki Keisuke dan Naoki tertawa,
"HAHAHAHAHAHAHA!"
Yuki menatap mereka bingung. "Oi, kenapa?" tanyanya.
Keisuke menepuk pundak Yuki sambil menyeringai. "Seakan-akan lu bisa menang lawan dia." Yuki hanya mendecak pelan.
Setelah tawa mereka mereda, Naoki akhirnya bertanya, "Tapi serius, Yuki. Apa yang bikin Nana sebegitu marahnya?"
Yuki menggaruk kepalanya, ragu apakah dia harus jujur atau tidak. "Pas istirahat tadi... sepertinya Nana melihat gue bergandengan tangan dengan Yui," jawabnya akhirnya.
Suasana langsung berubah dingin.Sebelum Yuki bisa menyadari apa yang terjadi, BUGH!
Tiba-tiba, hantaman keras dari Keisuke mendarat tepat di wajahnya, membuatnya terjatuh ke tanah. "Lu mau jadi penghianat?" geram Keisuke. "Kenapa lu suka sama si Yui disaat kelas 1C dengan 1F sedang tidak baik-baik saja" lanjutnya.
Yuki memegang pipinya yang berdenyut, tapi sebelum dia bisa merespons, Keisuke menariknya lagi dan siap menghajarnya untuk kedua kali. Namun Naoki menahannya. "Cukup, Keisuke!" Keisuke mendelik tajam. "Lu mau membela penghianat?"
Naoki tidak menjawab. Sebagai gantinya, dia menarik kerah Keisuke dan menatapnya tajam. "Dengar dulu penjelasan Yuki," katanya sambil mengepalkan tinjunya. Setelah beberapa detik tegang, Naoki akhirnya melepaskan Keisuke.
"Yuki. Coba Jelasin lebih detail."
Yuki menarik napas dalam, lalu mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tentang bagaimana dia tanpa sengaja masuk ke wilayah kelas 1G, bagaimana Yui tiba-tiba menariknya keluar, dan bagaimana dia langsung melepaskan tangannya begitu menyadari Nana ada di sana. Setelah mendengar penjelasan itu, Keisuke akhirnya memahami.
"Lagian, kenapa lu nyasar ke tempat nongkrong anak 1G, bodoh?" ujar Naoki.
"Mana gue tau!" balas Yuki jengkel.
Keisuke akhirnya menghela napas panjang dan menepuk pundak Yuki. "Maaf, Yuki. Udah keburu ngehajar lu tadi."
Yuki hanya mengangguk kecil, tidak terlalu mempermasalahkan. Tapi Keisuke menyipitkan mata. "Oi, kenapa lu diem aja? Gak terima?"
Yuki menggeleng pelan, tapi ekspresinya terlihat agak serius. "Gue cuma kepikiran satu hal…" gumamnya.
Naoki meliriknya. "Apa?"
"Kenapa sih Yui tiba-tiba muncul di sana?"
Lalu, Naoki menyeringai kecil. "Gue rasa... Yui sengaja melakukan itu supaya Nana melihatnya."
Ucapan Naoki membuat Yuki terdiam.
Keisuke mendecak. "Brengsek." Merasa geram atas perbuatan Yui.
Yuki mengepalkan tangannya, merasa semakin yakin.Yui memang sengaja.
Dia menjebak Yuki dalam situasi yang membuatnya terlihat buruk di mata Nana. Dan sekarang, dia harus mencari cara untuk memperbaikinya.
**
Saat Malam tiba, Yuki merasa bosan di kontrakannya. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbaring, menatap langit-langit, dan memikirkan kejadian tadi siang. Apalagi ini malam Minggu, malam yang seharusnya dihabiskan bersama seseorang, bukan sendirian di kamar sempit. Akhirnya, ia memutuskan keluar untuk sekadar mencari angin segar.
Yuki berjalan menyusuri Kota Tokyo, Kota yang begitu ramai. Pasangan muda-mudi berlalu lalang, tertawa bersama, berpegangan tangan, beberapa bahkan bercumbu tanpa peduli pada orang di sekitar. Yuki hanya bisa mendesah kecil.
"Ternyata hidup normal seperti mereka juga terlihat menyenangkan."
Ia duduk di trotoar, menyalakan rokoknya, dan mengisapnya pelan. Asap tipis membubung ke udara, menyatu dengan hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur.
Saat ia hendak memasukkan bungkus rokok ke sakunya, tiba-tiba tangan seseorang mengambilnya.
"Bagi rokok lu."
Yuki mendongak. Sosok yang berdiri di depannya membuatnya terkejut bukan main. Seorang wanita dengan pakaian seksi, rambut terurai, dan tato mawar di lengan dekat pundaknya. "Bu Ayaka?!"
Ayaka hanya menyeringai, lalu menyalakan rokoknya dengan santai sebelum duduk di samping Yuki. "Bodoh. Kalau di luar, jangan panggil gue 'ibu'. Lagipula, gue masih single," ucapnya santai. Yuki masih terkejut melihat sisi lain Ayaka. Di sekolah, dia adalah sosok guru yang berwibawa dan tegas. Tapi sekarang, dengan pakaian ketat, riasan tipis, dan gaya santainya, dia lebih terlihat seperti wanita dewasa yang bebas dan menggoda.
"Ngapain lo di sini?" tanya Ayaka.
"Entahlah, cuma bosan aja di kontrakan," jawab Yuki.
Ayaka menyeringai. "Gue kira lagi nyari jablay."
Yuki tersedak asap rokoknya sendiri. "A-apaan sih, Bu, maksud gue, Ayaka!"
Ayaka tertawa kecil. "Santai aja, nggak usah tegang gitu. Anggap aja gue temen lu." Ia mengisap rokoknya dalam-dalam sebelum meniupkan asap ke udara malam.
"Ngomong-ngomong, kenapa tadi si Nana marah?" tanyanya.
Yuki mendesah. "Cuma salah paham."
Ayaka menatapnya tajam. "Lo suka dia, ya?"
Yuki terdiam sejenak. "Entahlah."
Ayaka tertawa kecil, lalu mencondongkan tubuhnya ke arah Yuki. "Kalau lo nggak suka, lo nggak bakal diam aja waktu dihajar kayak tadi." Jari telunjuk Ayaka menyentuh dagu Yuki, menarik wajahnya lebih dekat, hingga mereka saling bertatapan.
"Lo tuh tampan. Daripada sama Nana, mending sama gue aja."
Jantung Yuki berdegup kencang. Ayaka semakin mendekat, bibirnya hanya beberapa senti dari bibir Yuki. Yuki menahan napas. Dia sudah siap mendapat ciuman dari Ayaka. Namun, tiba-tiba tangan Ayaka menutupi wajah Yuki dan mendorongnya mundur.
"Pengen kan lu?" goda Ayaka sambil terkekeh.
Yuki menatapnya dengan wajah merah. "Sialan, lu hampir bikin gue pingsan!"
Ayaka menyeringai jahil. "Ya udah, pingsan aja. Biar gue bawa lo ke hotel."
"Jangan bilang gitu! Gua ini normal, tahu! Kalau lo mancing-mancing terus, gua nggak tahan!" protes Yuki.
Ayaka hanya tertawa. "Hahaha. Emangnya lo mau sama gue?"
Yuki mengusap tengkuknya, lalu berkata jujur, "Siapa juga yang bisa nolak lo? Lo cantik, dada lo juga besar"
BUGH!
Ayaka langsung mendorong kepala Yuki. "Otak mesum lo, bocah!" katanya sambil terkekeh.
Yuki meringis, tapi ikut tertawa. Lalu, tiba-tiba Ayaka menarik tangan Yuki. "Ayo ikut gue."
Yuki menatapnya curiga. "Ke mana?"
"Udah, ikut aja."
Mereka berjalan melewati deretan gedung-gedung kota hingga akhirnya sampai di sebuah tempat hiburan malam. Lampu neon berkedip-kedip, dentuman musik terdengar kencang dari dalam.
Begitu mereka masuk, Yuki langsung merasakan atmosfer panas dari suara musik dan aroma alkohol. Namun, matanya langsung menangkap sosok yang familiar di lantai dansa, Nana dan Yuna.
Nana terlihat mabuk, tangannya memegang segelas minuman, tubuhnya bergoyang mengikuti irama musik. Di sisi lain, Yuna memicingkan mata merasa melihat seseorang yang dikenalnya.
"Oi, Nana, gue lihat Yuki," kata Yuna sambil menoleh ke temannya.
Nana, yang sudah sempoyongan, hanya mendengus. "Lu kebanyakan minum. Mata lu isinya cuma Yuki doang."
"Gue serius, anjir!"
Nana menenggak minumannya sekali teguk, lalu berkata dengan nada malas, "Terus, apa urusan gue? ."
Yuna menghela napas panjang, merasa Nana sudah terlalu mabuk. "Udah, kita pulang aja." Ia mulai memapah Nana, membantunya berjalan ke luar.
Namun, saat mereka melewati area bartender, Yuna melihat Yuki. Dan yang lebih mengejutkan, Yuki sedang duduk bersama Ayaka dengan pakaian seksi.
Yuki dan Ayaka tertawa bersama, minum alkohol, dan terlihat begitu akrab.
"Sialan, dia enak-enakan sama si Ayaka?" gumam Yuna dalam hati. Tanpa pikir panjang, Yuna mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar Yuki bersama Ayaka. Setelah itu, ia langsung membawa Nana keluar dari klub. Sementara itu, Yuki sudah mulai mabuk. Kepalanya terasa berat, pandangannya sedikit berputar.
Ayaka tersenyum kecil, lalu merangkul bahu Yuki dan membawanya keluar dari klub.
Malam semakin larut. Dan Yuki tidak sadar kalau masalah baru sedang menunggunya.