NovelToon NovelToon
ARUNA

ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bund FF

Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.

Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.

Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.

Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.

Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

awas kau, bapak

"Aruna" panggil Bu guru mengawali absensi pagi ini.

"Hadir Bu" jawab Aruna sambil mengangkat tangannya.

"Kamu kenapa?" tanya Bu guru heran, kening Aruna tertutup perban.

"Nggak apa-apa Bu, kejedot doang" jawab Aruna asal.

"Lain kali hati-hati dong, Run. Kecelakaan kok sering" kata Bu guru yang ingat jika beberapa saat yang lalu juga pipinya lebam, katanya terkena lemparan bola.

Tak lagi menjawab, Bu guru meneruskan mengabsen seluruh siswa di kelas ini.

"Baiklah, tutup buku kalian, dan kita akan melakukan kuis untuk pagi ini" perkataan Bu guru sontak membuat para murid bersorak huuuu....

"Ibu tidak mau tahu, ya. Kan sudah ibu bilang sejak kemarin kalau ibu memang suka tiba-tiba bikin kuis. Makanya dirumah belajar dong" kata Bu guru tak mengindahkan komplen dari muridnya dan tetap membagikan lembaran soal pada tiap anak.

"Kerjakan dengan baik, meskipun hanya latihan tapi setiap ibu melakukan kuis pasti bisa sebagai nilai penunjang saat ujian kalian mendapatkan nilai yang buruk" ucap Bu guru dari mejanya, sudah selesai dengan kegiatannya untuk membagikan soal.

Aruna sudah belajar, dia tak keberatan jika memang harus ada kuis dadakan begini. Begitu mendapatkan soalnya, Runa membacanya sekilas. Lantas memulai mengerjakan dengan cukup baik.

Semalam tidurnya tak begitu nyenyak karena harus mencari posisi nyaman agar luka di punggungnya tak semakin nyeri saat dia berbaring.

"Hmmm. Mudah" gumamnya sambil menuliskan jawaban yang diyakini diatas lembar kerjanya.

Kebiasaanya saat berfikir, pasti akan mempermainkan bolpoin dalam genggaman jarinya. Menjepit bolpoin diantara ibu jari, telunjuk dan di jari tengahnya sebagai awalan.

Memutarnya dengan gerakan teratur. Satu kali putaran ke arah kanan melewati jari tengah dan jempolnya, lalu dikembalikan ke kiri hingga melewati kelingking. Lantas dikembalikan ke arah kanan dan mengetukkan bolpoinnya sebanyak dua kali ke atas meja.

Begitu terus hingga dirasa sudah mendapatkan jawaban yang tepat. Entah dari mana Aruna mendapatkan pola ketukan seperti itu. Tapi Runa merasa jika dengan melakukan itu membuatnya bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat.

"Sudah selesai" gumam Aruna yang hanya membutuhkan waktu tak lebih dari dua puluh menit untuk menyelesaikan.

Saat melihat sekitar, semua temannya sedang sibuk mengerjakan. Waktu yang tepat untuknya agar bisa sejenak mengistirahatkan diri.

Aruna benar-benar tidur diatas mejanya. Setelah merapikan lembar jawaban di tempat yang aman. Sementara Bu guru cukup sibuk dengan tugasnya.

Sepuluh menit berlalu, Bu guru sadar jika ada siswinya yang sedang terbuai di alam mimpi. Sedikit geram Bu guru menghampiri meja Aruna dan berdiri di sampingnya tanpa bersuara.

Saat semua murid mengikuti pergerakan sang guru, tiba-tiba Bu guru menepuk pundak Aruna dengan cukup keras.

"Ampun Bu... Ampun... tolong maafin aku. Sakit Bu... Sudah Bu... Hentikan Bu..." rengek Aruna yang masih terpejam, rupanya rasa sakit di tubuhnya membekas hingga ke relung hati.

Sampai terbawa mimpi.

"Aruna... Bangun, ibu tidak marah kok sama kamu" ucap Bu guru yang paham dengan kondisi Aruna. Sedikit hatinya tergerak untuk melindungi.

Mina merekam semua kejadian itu dengan baik di kepalanya. Hanya saja dia mengartikan jika kelakuan Aruna hanyalah sebatas mencari perhatikan saja untuk menutupi kesalahannya yang tengah tidur saat jam pelajaran.

"Dasar tukang caper" gumamnya.

"Bangun Aruna" kata Bu guru dengan lebih kalem.

"Argh... Sudah Bu, ampun" spontan Aruna membuat matanya dan mendapati pandangan dari seisi kelas yang mulai menertawakan tingkah konyolnya.

Aruna bangun dengan gaya seolah sedang berlindung dari sesuatu. Kedua tangannya dia silangkan di kepalanya.

"Oh, maaf Bu. Saya ketiduran" kata Aruna santai, seolah tak terjadi apapun sebelumnya.

Kini dia sudah duduk tenang.

"Kamu begadang ya?" tanya Bu guru menelisik.

"Tidak juga Bu, hanya saja saya bangunnya tadi kepagian" jawab Aruna.

"Sudah selesai menjawab kuisnya?" tanya Bu guru.

"Sudah Bu" jawab Aruna sambil menyerahkan lembar jawabannya.

Sekilas Bu guru membaca hasil pekerjaan Aruna dan senyumnya terbit. Jawaban itu hampir sempurna.

"Kamu tertolong karena ternyata kuis kamu selesai dan jawaban kamu bagus. Sekarang kamu ke kamar mandi ya, cuci muka kamu biar nggak ngantuk lagi" kata Bu guru yang tahu jika Aruna butuh kesegaran.

"Iya Bu" jawab Aruna.

Berdiri dan langsung melangkah ke luar kelas. Tentu toilet adalah tujuannya meski sebenarnya sedikit malas mengunjungi tempat itu karena letaknya yang cukup jauh dari kelas Aruna. Berjalan pelan, tidak usah tergesa karena diapun sedang ingin udara segar.

Melewati lapangan, ternyata sedang ada kelas yang olahraga pagi ini. Aruna menatap santai. Memandangi sekolahnya dengan tatapan haru.

Sekolah ini sudah sangat lama dibangun, mungkin sudah sejak zaman kolonial. Jadi beberapa bangunan lawas masih terawat dengan baik.

Dia beruntung bisa sekolah disini, dibantu Marni untuk mendaftar sebagai siswa miskin dengan bantuan beasiswa yang sangat membantu hidupnya yang sudah berat.

Kesenjangan sangat terasa disini, dimana kebanyakan murid kaya akan membawa mobil atau motor keren sebagai alat transportasinya.

Sementara si miskin ada yang bersepeda, naik angkot atau seperti Aruna yang berjalan kaki karena memang rumahnya tak jauh dari sekolah.

Banyak juga yang diantar orang tuanya, untuk yang satu ini Aruna sering merasa iri. Adakah satu hari saja untuknya bisa merasakan seperti anak lainnya yang akan melangkah pergi setelah berpamitan pada orang tuanya sambil mencium punggung tangan.

Lantas doa terbaik saling dilantunkan. Orang tua mendoakan sang anak agar lancar di sekolah, sementara anaknya akan mendoakan keselamatan orang tuanya agar bisa kembali bersama di rumah nanti selepas berkegiatan.

Tak terasa sudah sampai saja dia di toilet. Memasuki ruangan itu untuk berdiri di depan wastafel.

Aruna melihat perban yang Marni lekatkan di keningnya semalam sedikit memerah, tapi darahnya sudah tak lagi merembes.

Mengusap pelan permukaan wajahnya dengan air dingin, Aruna sadar jika dia harus bisa mengubah hidupnya. Tak mau selamanya dia hidup terlampau miskin dengan identitas yang tak jelas begini.

Dan jangan lupakan seseorang yang sudah tega tak mengakui dirinya sebagai seorang anak. Aruna akan membuat perhitungan dengan orang itu kelak. Tekadnya terlalu bulat, "Awas kau, bapak!" geram Aruna yang tak pernah melihat seperti apa wajah bapaknya.

Merasa sudah tak penting dengan toilet, gadis itu kembali melangkah menuju kelasnya. Langkahnya tak mau tergesa, menikmati setiap momen yang bisa dia gunakan untuk sejenak beristirahat dari kerasnya hidup.

"Run" sapa sebuah suara yang dikenalnya.

"Eh, kenapa kak?" tanya Runa yang mendapati Tyo dengan baju olahraganya.

"Nih buat Lo" kata Tyo, mengulurkan sebuah paper bag entah berisi apa.

Runa mengambil itu, melihat ke dalamnya ternyata ada sebuah kotak makan. Wajahnya mendongak heran.

"Untuk apa?" tanyanya singkat

"Lo pasti belum sarapan. Tadi mama gue maksa buat bawa itu ke sekolah. Katanya masakan terbaiknya. Gue kenyang banget, dan istirahat nanti gue sudah janjian sama teman-teman buat makan di kantin" kata Tyo menjelaskan, entah benar atau hanya mengada-ada.

"Jadi, please ini buat Lo saja ya. Tolongin gue biar mama nggak marah sama gue" bujuk Tyo.

Aruna mendesah, sebenarnya dia sangat tahu kebohongan itu. Hanya saja untuk menolak juga terlalu bodoh. Dengan begini setidaknya Aruna bisa menghemat uang jajannya yang sudah menipis.

"Ok thank's" jawab Aruna yang benar-benar membawa paper bag itu dan berlalu pergi ke kelasnya sendiri.

Tyo yang masih berdiri hanya bisa melihat punggung yang nampak menyedihkan itu semakin menjauh. Rasanya kok kasihan sekali.

"Sudah kembali kamu, Run. Bagaimana, sudah nggak ngantuk?" tanya Bu guru.

Aruna hanya mengangguk dan kembali ke kelasnya. Bu guru mulai paham dengan tabiat anak didiknya setelah beberapa Minggu ini mengajari anak angkatan baru. Memang sebagai guru harus banyak bersabar.

Saat jam istirahat, semua teman Aruna tentu bersiap ke kantin. Tapi ada juga beberapa murid yang memilih tetap stay di kelas karena membawa bekal sendiri.

Aruna mulai membuka kotak makan pemberian Tyo. Ada nasi yang diatasnya ditaburi wijen hitam, dengan ayam krispi, udang krispi dengan saos yang terpisah. Beberapa macam sayur diolah jadi satu, Runa tidak tahu kalau itu namanya capcai.

Bau wangi masakan itu menguar saat penutupnya dibuka. Perutnya sudah keroncongan.

Hampir saja Runa mencomot nasinya dengan tangan jika sendok plastik tidak terjatuh dari dalam paperbag yang dia letakkan terbalik di sebelah kursi.

Sedang asyik mengunyah dengan earphone yang menempel di telinga, Aruna melihat Tyo memasuki kelasnya tanpa permisi dan semakin mendekat ke arah mejanya.

Tatapan mata dari beberapa temannya di kelas terlihat aneh. Pasalnya Tyo adalah kakak kelasnya yang sering dibicarakan siswi lain dan infonya jika Tyo ini adalah siswa keren. Kenapa malah terlihat berkunjung ke tempat Aruna yang nggak banget?

"Tadi gue lupa ngasih ini buat Lo" ujar Tyo yang menaruh sebotol air mineral dingin diatas meja Runa.

Dan tanpa berkata-kata lagi, cowok itu langsung pergi bahkan sebelum mendengar tuturan terimakasih dari Aruna yang masih membuka salah satu earphone di telinganya.

Aruna mengendikkan bahu, meneruskan acara makannya tanpa memperdulikan tatapan dari teman sekelasnya.

"Makanan ini sangat enak" gumam Aruna senang.

1
Azizah Hazli
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!