Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Wah, anda tadi benar-benar mengagumkan pak," ungkap Farel saat mereka sudah kembali berada di dalam mobil.
"Dia itu orangnya gampang terpancing emosi," jelas Tirpitz sambil menurunkan kaca pintu mobil lalu menyalakan sebatang rokok, "beruntung ada gadis-gadis yang bisa kita andalkan."
Singosari tidak mempedulikan obrolan di depannya, ia justru sedang asyik memperhatikan seekor burung tekukur yang sedang merapikan bulu-bulu sayap dengan paruhnya. Tak lama kemudian sedan biru tua itu sudah meninggalkan halaman gedung markas besar.
"Tolong jangan langsung pulang," pinta Tirpitz, "kita berkunjung dulu ke asrama para gadis. Ada yang perlu ku katakan pada mereka."
Farel segera mengubah arah mobilnya dan mereka bergerak langsung menuju lokasi armada para gadis kapal yang berada di sisi lain markas komando armada itu.
Hanya perlu waktu lima menit, mereka bertiga akhirnya sampai di depan gerbang area asrama. Bangunan yang menjadi asrama itu merupakan bekas asrama para pelaut kekaisaran ketika armada mereka sedang bersandar di Jakarta. Bangunan dua lantai itu dibangun oleh pemerintahan VOC sebagai gudang rempah-rempah, yang mana nantinya akan di angkut oleh kapal-kapal mereka ke Eropa.
Saat sedan berhenti di depan gerbang, salah satu polisi militer yang berjaga disana segera membukakan pintu lalu memberi hormat, sedang satu orang lagi hanya menunjukkan sikap tegap karna kedua tangannya memegangi rantai dua ekor anjing penjaga yang sedang menggeram sambil menunjukkan gigi-gigi besarnya.
Area yang menjadi asrama itu lumayan luas sebenarnya. Terdapat tiga gedung yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Satu gedung bertingkat tiga di sebelah barat berfungsi sebagai sekolah angkatan laut bagi para gadis kapal, bangunan yang nampak sebuah gudang di sisi lain bangunan sekolah difungsikan sebagai kantin, sedangkan gedung bertingkat empat di antaranya adalah asrama tempat para gadis tinggal.
Beberapa orang gadis kapal yang sedang duduk bersantai di halaman asrama segera berdiri tegak saat sedan biru tua itu berhenti. Tirpitz dan Singosari segera turun dari mobil dan berjalan menaiki jenjang di depan pintu masuk asrama.
"Hei kalian yang disana!" seru Tirpitz kepada dua orang gadis kapal perusak yang berdiri agak jauh darinya, "bisakah kalian kumpulkan yang lain di sini? Ada yang harus saya sampaikan kepada kalian semua."
Kedua gadis itu segera pergi untuk memanggil yang lain, sedangkan Tirpitz dan Singosari memutuskan untuk melihat-lihat kedalam sebentar.
Di dalam gedung itu, nampak sebuah ruangan yang cukup luas dengan beberapa loker besi berbaris di setiap sisinya. Pada loker-loker itu terdapat nama-nama setiap kapal yang berbaris sesuai kelas mereka. Di bagian tengah ruangan itu terdapat sebuah jenjang bercabang yang menjadi akses bagi para gadis kapal untuk mencapai lantai atas, tempat dimana kamar-kamar mereka berada.
Singosari melirik sebentar ke arah sebuah loker besi tak jauh darinya, dimana namanya terpampang disana.
"Wah, ternyata aku juga punya tempat di sini," ucapnya penuh kekaguman.
"Setiap gadis memiliki ruang untuk menyimpan sepatu mereka disini," sahut Tirpitz menjelaskan.
"Rasanya sangat tak sabar untuk melihat seperti apa kamar tempat ku tinggal nanti."
"Kau akan melihatnya nanti," ujar Tirpitz sambil mematikan puntung rokok dengan sol sepatunya, "sekarang lebih baik kau dan mbakyu mu tetap bersamaku, untuk sementara waktu."
Mereka berdua segera kembali keluar setelah Farel muncul dari balik pintu dan menyampaikan bahwa para gadis sudah berkumpul. Di depan jenjang para gadis sudah berbaris rapih sesuai dengan kelas kapal mereka masing-masing. Di mulai dari barisan paling kanan yang berisikan gadis kapal perusak kelas Gadjah Mada, hanya ada satu kapal di kelas ini sehingga kelas kapal ini dijadikan sebagai ketua skuadron kapal perusak. Sedangkan di barisan paling kiri terdapat barisan kapal selam kelas Pasopati, yang berisikan lima kapal.
"Baiklah, kita mulai saja ke intinya," seru Tirpitz dengan suara lantang, "malam ini kita semua mendapatkan tugas untuk melakukan pelayaran perdana, sekaligus pertempuran perdana kita."
Seketika sorak-sorai para gadis kapal terdengar memenuhi udara, mereka terlihat sangat antusias dengan pertempuran pertama yang akan mereka hadapi malam ini.
"Tapi ada kabar buruknya juga," ujar Tirpitz melanjutkan, "laksamana besar beserta beberapa ajudannya akan ikut bersama kita."
Hal yang disampaikan barusan langsung membuat suasana menjadi hening. Para gadis sadar bahwa ini akan menjadi pertempuran yang sangat berat bagi mereka.
"Jadi saya harap, kalian akan bertempur semaksimal mungkin. Untuk formasi dan tugas setiap kelas kapal akan dijelaskan oleh laksamana muda Farel," lanjutnya lalu mengangguk kepada Farel, sedang ia sendiri memilih untuk pergi ke kantin asrama.
***
Makan malam kali ini terasa sangat berbeda bagi Tirpitz. Bagaimana tidak? Kali ini ia menyantap makan malam bersama ke-empat gadis kapal yang berada di penginapan bersamanya.
"Woah, ternyata makanan manusia sangat enak!" ujar Madjapahit memuji. Ia tak henti-hentinya menyuapkan nasi dan sepotong rendang daging sapi yang disajikan oleh Takumi sambil terus memuji masakan itu.
"Nee-san," ucap Singosari sedikit risih, "kalau kau makan seperti itu, bisa-bisa wajahmu belepotan terkena bumbu makanan itu."
Takumi tertawa sebentar melihat tingkah laku kakak beradik di sampingnya. Sedangkan Farel hanya tersenyum geli melihat cara makan Madjapahit yang terkesan seperti orang yang tak pernah makan selama setahun penuh.
"Madja-san, bersikap lembut lah ketika sedang menyantap makanan," sindir Tirpitz, "jika tidak, maka kau tidak bisa merasakan nikmat dari masakan itu."
Madjapahit segera menghentikan gaya makan rakusnya setelah mendengar sindiran dari Tirpitz. Kedua pipinya sedikit merona karna menyadari kekonyolan yang ia perbuat barusan.
"Ngomong-ngomong, ada urusan apa tadi di markas besar?" tanya Takumi mengalihkan topik pembicaraan.
"Bukan hal yang spesial," jawab Tirpitz lalu mengambil sepotong tempe goreng, "malam ini kita akan berlayar untuk misi pengamanan jalur pelayaran."
Farel berdeham sebentar lalu menjelaskan maksud ucapan pamannya tadi.
"Faksi Eagle Union meminta kita untuk membantu mereka dalam misi penyambungan jalur pelayaran yang terputus. Tapi Eugene-san lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan para gadis sepenuhnya daripada harus mengorbankan nyawa para kru kapal yang belum berpengalaman."
Yamato dan Musashi tampak sedikit ragu dengan penjelasan Farel barusan, karna sebetulnya mereka belum akrab dengan persenjataan kapal perang manusia. Saat mereka masih berada di pihak Seiren, mereka menggunakan persenjataan yang sangat superior dari teknologi persenjataan milik umat manusia, itulah alasan mengapa umat manusia kesulitan dalam pertempuran-pertempuran sebelumnya.
"Kami tidak berjanji kalau kami akan memenangkan pertempuran ini," celetuk Musashi dengan raut wajah serius, "kami belum terlalu familiar dengan persenjataan kalian."
Tirpitz meneguk air dingin di gelasnya sampai habis, lalu ia mulai menjelaskan tentang teknologi umat manusia saat ini.
"Sebenarnya teknologi persenjataan kami tak jauh berbeda dengan teknologi yang kalian miliki. Hanya saja kami masih menggunakan peluru konvensional alih-alih peluru laser ataupun roket berpemandu."
"Maksudmu peluru kuno yang sering kami hindari karna mudah terbaca pergerakannya?"
"Ya, kurang lebih begitu. Tapi kekuatannya bisa meningkat setara peluru laser dengan bantuan kekuatan kubus pengetahuan, bukankah kalian juga melihatnya saat kekuatan itu digunakan untuk membimbing peluru baterai pertahanan udara?"
Musashi menganggukkan kepalanya, ia teringat bahwa peluru biasa bisa menjadi sangat mematikan dengan kekuatan para Seiren, atau bisa dibilang kekuatan kubus pengetahuan.