Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepribadian ganda
Brakkk ...
Madava duduk di kursi kebesarannya. Ia menghembuskan nafas kasar dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk meja kerjanya.
Madava sedang berpikir bingung. Ia bingung dengan sikap Ayu pagi ini yang sungguh berbeda dari biasanya. Ayu bersikap hangat, lembut, dan ramah. Ia sudah bersikap seperti istri yang baik hati dan penuh perhatian.
Madava teringat pagi tadi, Ayu menghidangkan nasi goreng di hadapannya dengan senyum terulas manis. Madava yang sebenarnya tidak biasa menyantap nasi goreng di pagi hari jadi ikut menyantapnya. Awalnya Madava ingin menolak, tapi saat aroma harum nasi goreng masuk ke indera penciumannya, Madava pun jadi penasaran. Ia pun menyantap nasi goreng itu dan ternyata benar-benar nikmat.
Ayu melayaninya dengan baik. Bahkan saat ia hendak pergi bekerja tadi, Ayu menyalaminya dengan takzim. Begitu pula dengan Rafi yang ikut melakukan hal yang sama. Tapi lucunya, saat ia baru saja masuk ke dalam mobil, Ayu tiba-tiba menyodorkan tangannya.
"Apa?" tanya Madava bingung pagi tadi.
"Duit belanja. Kau pikir makanan yang kau makan tadi bisa datang sendiri? Mana uang belanja?" tanyanya dengan wajah datar.
Senyum yang tadi merekah dalam hitungan menit lenyap. Jelas saja Madava bingung dengan sikap Ayu ini. Ia sudah seperti seseorang berkepribadian ganda.
Madava yang tak ingin bertengkar pagi-pagi pun memilih mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang merah lalu memberikannya pada Ayu.
Ayu menerimanya dengan tersenyum lebar.
"Terima kasih," ucapnya seraya berlalu dengan berjalan dengan cepat masuk ke dalam rumah. Madava dibuat kebingungan sendiri dengan sikap Ayu yang menurutnya aneh.
"Hai, Bos, kok mukanya cemberut gitu? Kayak baju yang nggak disetrika aja. Nggak dapat jatah ya?" goda seorang laki-laki yang barusan masuk ke ruangan Madava. Madava seketika tersentak saat laki-laki yang tak lain teman sekaligus rekan kerjanya itu masuk.
"Bukan urusanmu," ketus Madava.
Laki-laki bernama Asrul itupun tertawa cengengesan. Ia tidak memedulikan ekspresi masam sang teman.
"Va, loe tau, loe sedang jadi bahan gosip di sini," ucap Asrul membuat dahi Madava mengernyit. "Nggak usah heran. Seharusnya loe sadar, apa penyebabnya."
"Apa?" Madava memang tidak kepikiran apa yang sedang orang-orang gosipkan tentang dia.
"Yaelah, loe itu pura-pura oon atau emang oon sih? Tuh pengantin loe, kenapa berubah? Via mana?"
Mendengar nama Via, ekspresi Madava seketika kecut. Ia kesal karena belum mengetahui keberadaan Via hingga saat ini.
"Dia kabur," jawab Madava datar.
"Apa? Kabur?"
"Ya," jawab Madava singkat sambil menyalakan laptopnya.
"Kok bisa? Terus yang nikah sama loe kemarin siapa?"
"Mana gue tau. Dia tiba-tiba ngilang gitu aja bawa semua mahar yang gue beri."
"Serius?" Madava mengangguk. "Anjirrr, gila tuh cewek! Kok bisa kabur di hari pernikahan sih? Apa dia kabur dengan selingkuhannya?"
Madava mengedikkan bahu tanpa menoleh sedikitpun. "Entahlah. Aku pun tidak tahu."
"Jadi yang nikah sama loe kemarin siapa? Loe belum jawab. Cantik banget tau. Jauh lebih cantikan dia malah dari Via," ujar Asrul dengan senyum merekah.
Madava menghembuskan nafas kasar. "Ya bini gue lah. Siapa lagi?"
"Ya, siapa. Kok tiba-tiba dia bisa gantiin Via jadi pengantin loe? Nggak mungkin 'kan loe tunjuk asal perempuan untuk loe jadikan bini?mana cantik pula."
"Udah, balik kerja sana. Ini udah mulai jam kerja," usir Madava halus. Ia malu untuk menceritakan siapa Ayu sebenarnya. Bisa-bisa ia menjadi bahan tertawaan kalau sampai orang tahu kalau ia menikahi pembantu ibunya sendiri.
"Ck, nanya aja nggak boleh sih. Dia cuma pengantin pengganti aja 'kan? Pernikahan kalian cuma sementara 'kan? Boleh dong kalau entar gue pdkt sama dia?" berondong Asrul.
Madava yang mulai kesal melirik sinis Asrul. "Kerja sekarang atau ... "
"Ya, ya, ya, gue kerja sekarang! Ampun dah! Galak bener! Pasti bener gara-gara nggak dapat jatah." Asrul tertawa lebar. Madava yang kesal hendak melempar bolpoin ke arah Asrul. Tapi Asrul justru segera berlari ke arah pintu dan keluar.
Madava menghembuskan nafas kasar. Baru saja ia hendak melanjutkan pekerjaannya, tiba-tiba kepala Asrul kembali muncul dari ambang pintu.
"Va, kapan-kapan gue main ke rumah loe ya? Mau kenalan sama tuh cewek. Siapa tau dia jodoh gue yang tertunda."
"ASRUL, SEGERA BALIK KE RUANGAN LOE ATAU ... "
"Iya, gue balik ke ruangan gue sekarang!" teriak Asrul yang sudah berlari sambil tertawa terbahak-bahak.
Madava merenggangkan simpul dasi yang melingkari lehernya lalu menghembuskan nafas kasar. Ia benar-benar kesal sekarang.
Madava pulang saat hari sudah mulai gelap. Ia sengaja pulang lebih lambat karena malas berlama-lama di rumah. Ingin keluyuran atau nongkrong dengan temannya, khawatir ibunya kembali mengomelinya. Jadilah ia memilih berlama-lama di kantor desa alasan lembur.
Tiba di rumah, tampak lampu masih menyala terang. Jam memang masih menunjukkan pukul 9. Kemungkinan Ayu belum tidur.
Saat tiba di ruang keluarga, Madava mendapati Ayu sedang menonton televisi. Saat berjalan melewati Ayu, perempuan itu tampak acuh tak acuh saja. Jelas saja ia bingung. Baru saja pagi tadi ia tersenyum lebar, tapi malam harinya ia kembali bercosplay menjadi perempuan dingin dan cuek.
Madava bahkan sampai sengaja mondar-mandir di depan televisi untuk mengganggu Ayu. Ia khawatir yang duduk di sofa itu bukanlah Ayu yang sebenarnya. Bagaimana kalau perempuan yang duduk itu adalah penampakan yang wajahnya menyerupai Ayu?
"Kamu kenapa sih? Ambeien?"
Mata Madava melotot ditanya seperti itu.
"Gila aja gue masih muda dikira ambeien."
"Lah, itu kenapa mondar-mandir kayak setrikaan? Mau caper?"
"Caper? Sama kamu? Ih, najis."
"Jangan bilang najis-najis, entar jatuh cinta beneran, tau rasa kamu."
"Idih, nggak level jatuh cinta sama pembokat kayak kamu! Kamu kali yang bakal duluan jatuh cinta sama aku."
Tiba-tiba Ayu tertawa terbahak-bahak membuat dahi Madava berkerut.
"Tenang aja, dijamin, aku nggak akan jatuh cinta sama kamu."
"Halah, nggak usah sok-sokan gitu. Kualat tau rasa."
"Serius. Aku nggak akan jatuh cinta sama kamu. Aku nggak suka sama cowok soalnya."
"Apa? Nggak suka sama cowok. Jadi ... "
"Eh, bukan begitu juga maksudnya. Aku nggak seperti yang ada di otak kamu. Aku nggak suka cowok. Juga nggak suka cewek. Paham 'kan?"
"Aneh."
"Ya, emang aku aneh."
"Sepertinya kau memiliki kelainan."
"Mungkin saja." Ayu menjawab santai membuat Madava kian bingung.
"Sudahlah. Siapkan aku makan. Aku lapar."
"Oke," jawab Ayu acuh tak acuh sambil berdiri.
Malam ini Ayu mengenakan daster bermotif bunga-bunga berwarna soft pink. Baju daster itu baru dikirimkan Bu Astri siang tadi melalui sopirnya. Bu Shanum juga mengirimkan banyak pakaian, sepatu, tas, bahkan baju untuk Rafi. Bu Shanum melarang Ayu mengenakan pakaian lamanya. Bagi Bu Shanum baju-baju lama Ayu sudah tak layak pakai.
Ayu tidak marah saat Bu Shanum mengatakan bajunya sudah tak layak karena memang seperti itulah kenyataannya. Tentu saja Ayu dengan senang hati menerima pemberian Bu Shanum. Bukan karena ia materialistis. Tapi karena Ayu merasa ini memang pantas ia dapatkan. Bagaimanapun ia sudah menyelamatkan wajah Bu Shanum dan Madava sendiri. Karena statusnya sudah menjadi istri Madava, jelas ia harus menjaga penampilan. Pemberian pakaian ini Ayu anggap sebagai reward dan penghargaan atas posisinya saat ini.
Selesai mandi dan berpakaian, Madava pun segera menuju dapur. Aroma masakan yang begitu lezat menguat hingga ke indera penciumannya. Sungguh menggugah selera.
Bukan hanya aroma, rasanya pun sesuai ekspektasi. Tapi Madava tak ingin mengatakannya. Ia tak ingin membuat Ayu besar kepala bila ia memuji masakannya.
Selama makan, diam-diam Madava melirik Ayu yang sedang bermain ponsel barunya pemberian Bu Shanum. Ayu sudah makan duluan dengan Rafi jadi ia berada di meja makan hanya untuk menemani Madava saja. Tak ada pembicaraan sama sekali antara keduanya.
Bahkan sampai keesokan harinya, sikap Ayu masih sama seperti kemarin. Pagi-pagi Ayu akan menyiapkannya sarapan dengan senyum merekah. Ia juga mencium tangan Madava sebelum pergi bekerja. Namun saat pulang, sikap Ayu kembali dingin dan datar.
"Apa dia memiliki kepribadian ganda?" gumam Madava yang merasa heran dengan sikap Ayu.
Malam harinya,
"Heh, kamu, besok bersihkan kamar ku, kau mengerti!" titah Madava.
Ayu yang sedang menonton mengangkat wajahnya dan menatap Madava tajam.
"Memangnya aku pembantu? Bersihkan sendiri sana!"
"Heh, jangan lupa, meskipun aku menikahi mu, statusmu itu tetaplah pembantu."
"Dan jangan lupa, pembantu ini sudah menjadi istrimu. Jadi tugas bersih-bersih itu sudah seharusnya dilakukan bersama."
"Pokoknya aku tidak mau tau menahu, besok kau bersihkan kamarku."
"Emang gue pikirin!" jawab Ayu acuh tak acuh sambil mengunyah kacang.
Keesokan paginya, Ayu kembali bersikap manis. Tidak seperti hari pertama yang berpenampilan lusuh, kini Ayu berpenampilan lebih modis. Meskipun wajahnya tanpa pulasan make up, tapi tetap terlihat cerah dan ... cantik.
Madava menggelengkan kepalanya saat satu kata itu melintas di benaknya.
Lalu, Madava kembali mengulangi perintahnya tadi malam. Namun dengan kata-kata yang lebih halus.
"Yu, nanti tolong bersihkan kamarku ya!"
"Oke, Mas," jawab Ayu sumringah membuat Madava kian terbengong-bengong karenanya.
'Fix, dia ini memiliki kepribadian ganda.'
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰...