Pesona Istri Orang
Bab 1
"Sayang, jangan lari-lari," titah Nadia, sore ini dia pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di kota Jakarta. Dia pergi bersama sang anak, Zayn.
Bocah berusia 5 tahun itu terus berlari dengan riang, tidak sabar untuk segera tiba di tempat bermain.
Tadi Nadia tidak sengaja melepas tangan Zayn saat dia mencari ponselnya di dalam tas. Berniat menghubungi sang suami dan mengatakan tentang keberadaan mereka di Mall ini.
Cemas jika saat suaminya pulang, Nadia dan Zayn tidak ada di rumah.
"Ya Tuhan Zayn," keluh Nadia, akhirnya dia bisa menangkap tubuh gembul sang anak. Zayn berontak, tidak ingin digendong dan maunya jalan sendiri.
"Mom, aku sudah besar, sudah sekolah, bisa jalan sendiri."
"Tapi jangan lari-lari Zayn, ini di tempat umum. Bagaimana jika Zayn menabrak seseorang, lalu jatuh dan terluka, Zayn jadi gagal bermain di Fun City."
Zayn terdiam, menatap sang mommy dengan matanya yang menyipit. Mommy memang ahli dalam hal berdebat, bahkan daddy saja kalah.
"Sekarang pegang tangan mommy dan jangan lari-lari."
"Iya iya."
"Mommy akan hubungi daddy dulu, bila perlu mommy akan meminta Daddy untuk menyusul kita."
"Ye! aku setuju." Jingkrak Zayn.
Nadia menghentikan langkahnya saat mereka masih berada di lantai dasar mall itu. Terlalu bahaya baginya untuk menelpon dan menjaga Zayn di Mall yang sedang ramai ini.
Ternyata di jam sore pengunjungnya lebih banyak, padahal hari ini bukanlah akhir pekan. Malah hari senin, di saat orang sedang sibuk-sibuknya bekerja, atau bahkan ada yang mengambil lembur di kantor.
Panggilan Nadia dengan sang suami terhubung, namun kemudian matanya mendelik ketika mendengar suara panggilkan suami berdering tak jauh dari tempatnya dan Zayn berdiri.
Deg! jantung Nadia tersentak, sontak saja dia melihat ke sana kemari mungkinkah benar jika itu adalah suara ponsel milik suaminya.
Meski ada rasa sedikit tidak percaya di dalam hatinya tapi tetap saja Nadia mencari.
Dan jantungnya makin tersentak saat dia melihat seorang pria tak asing di sebelah sana menjawab panggilannya.
"Halo," jawab Aslan, suara itu terdengar jelas di telinga Nadia.
Ternyata benar, suara ponsel itu adalah milik sang suami, mereka hanya terhalang oleh escalator di sana.
Seketika lidah Nadia kelu untuk berucap saat melihat seorang wanita cantik bergelayut manja di lengan sang suami.
Jantung Nadia seperti diremat dengan paksa, di ijak dan ditusuk menggunakan besi tumpul.
"Halo Nad, ada apa? aku sedang sibuk," ucap Aslan lagi, saat dia tidak mendengar sahutan dari sang istri.
"Oh," jawab Nadia singkat, hanya satu kata itu yang bisa lolos dari mulutnya. sementara kata yang lain tak mampu keluar, tenggorokannya terasa tercekat.
"Malam ini aku pulang sedikit terlambat, ada banyak pekerjaan di kantor."
Nadia diam, hanya kedua matanya yang terasa panas.
"Sudah ya, aku matikan teleponnya. Berikan salam ku pada Zayn."
Tut! panggilan itu terputus, dan Aslan lah yang memutusnya secara sepihak.
Satu, tidak ... Dua, tidak ... tapi banyak sekali air mata yang langsung keluar dari kedua mata Nadia.
Betapa sakitnya, saat dia menyaksikan secara langsung perselingkuhan sang suami. 7 tahun mereka telah menikah, dan entah di tahun keberapa Aslan berkhianat.
"Mom, kenapa mommy malah menangis?" tanya Zayn dengan cemas.
Aslan tidak akan pernah bisa melihat keberadaan mereka di sana, karena setelah panggilan telepon itu terputus dia dengan segera pergi bersama wanita selingkuhannya itu.
Pergi dengan bibir yang tersenyum hangat dan memeluk pinggang wanitanya penuh kasih sayang.
"Mooom," rengek Zayn, melihat ibunya tiba-tiba menangis seperti itu tentu saja membuat Zayn merasa bersedih juga. Seolah sesak yang ada di dalam dada Nadia juga terasa untuk Zayn.
Nadia sontak berjongkok, mensejajarkan diri dengan sang anak lalu memeluk Zayn dengan erat.
"Maafkan mommy Zayn, hari ini kita tidak bisa bermain," ucap Nadia dengan air mata yang terus mengalir deras dari kedua matanya, bahkan sampai membasahi baju sama anak.
Mereka tentu saja jadi pusat perhatian, namun tidak ada satupun yang peduli, tetap berjalan dengan tujuannya masing-masing dan hanya melihat sesekali.
Zayn jadi ikut menangis, dia bahkan langsung memeluk ibunya saat Nadia menggendong dia.
"Kita pulang ya Zayn, mommy tidak dalam keadaan yang baik."
"I-iya Mom, aku tidak apa-apa kok, ayo kita pulang," balas Zayn pula, ikut menangis di dalam pelukan sang ibu.
Nadia sebenarnya telah kehilangan semua tenaga, namun dia tetap harus segera keluar dari tempat ini.
Nadia tidak ingin Zayn melihat perselingkuhan sang ayah, tidak ingin Zayn melihat pertengkaran mereka, tidak ingin Zayn melihat amarahnya.
Nadia kira pernikahan mereka sudah sempurna, Aslan bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan ternama di bidang tour and travel, sementara Nadia jadi ibu rumah tangga dan mengurus anak semata wayang mereka.
Tapi ternyata kesempurnaan itu hanya dirasa oleh Nadia saja, nyatanya Aslan masih kurang sempurna hingga wanita lain untuk memuaskan nafsunya.
Sudah masuk ke dalam mobil taksi, tangis Nadia terasa sangat pilu.
"Mom," panggil Zayn lirih.
Dan satu panggilan itu akhirnya membuat Nadia sadar satu hal. Bahwa kini hidupnya bukan hanya tentang dia seorang, tapi juga tentang Zayn, tentang anak kesayangannya.
"Zayn, maafkan mommy," jawab Nadia, dia menghapus air matanya dan bersusah payah menahan diri agar air mata itu tidak keluar lagi.
Diantara tenggorokannya yang tercekat, dia menelan ludah dengan kasar.
"Teman mommy ada yang meninggal, jadi mommy menangis seperti ini."
"Ya ampun Mom, mommy membuatku takut."
"Maafkan mommy," Nadia coba tersenyum, dia lantas mengangkat Zayn untuk duduk di atas pangkuannya.
"Perumahan Permata Indah Pak," ucap Nadia pada sang supir.
"Siap Mbak."
"Mommy jangan menangis lagi, memangnya teman mommy mana yang meninggal?"
"Zayn tidak tahu sayang, ini teman mommy yang jauh."
"Oh, apa dulu dia juga sahabat yang seperti keluarga untuk Mommy, karena itulah mommy menangis sampai seperti itu?"
"Iya, i-iya," balas Nadia, mencoba tegar dia terus menjawab pertanyaan sang anak. Meski kadang apa yang Nadia jawab tidak sesuai dengan pertanyaan yang Zayn berikan.
Tiba di rumah saat itu waktu menunjukkan jam 6 sore. Nadia sudah meminta Zayn untuk masuk ke dalam kamarnya. Di temani oleh pembantu rumah ini.
Hanya ada 1 pembantu disini, untuk semua pekerjaan rumah Nadia masih ikut turun tangan.
Di ruang tengah rumah itu, Nadia melamun.
Memikirkan banyak hal dan tidak pernah menemukan ujungnya, semuanya kusut.
Kenapa?
Bagaimama bisa?
Dimana salahnya?
Apa kurangnya?
Banyak sekali, banyak sekali pertanyaan itu.
"Tidak, jangan, cukup, tenang Nadia, tenang, jangan bodoh, tidak perlu marah, kamu sudah melakukan yang terbaik, jangan salahkan dirimu, jangan menangis," gumam Nadia, dia bicara pada dirinya sendiri. Air mata kembali meleleh.
"Zayn, lihatlah Zayn, selalu ingat Zayn. Mulai sekarang, jangan pernah pedulikan pria itu lagi, anggap saja, anggap saja dia sudah mati." Pilu Nadia.
Dia pukul sendiri dadanya yang terasa nyeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Ira
/Smile/
2024-11-29
0
Anonymous
keren
2024-11-21
0
Anonymous
keren
2024-11-14
0