Hana sosok wanita biasa yang penuh kesedihan di hidupnya terjebak di situasi yang sulit. Ia tidak sengaja bertabrakan dengan Candra, laki-laki yang terkenal karena kekayaan dan parasnya yang tampan. Karena kejadian tersebut munculah skandal di antara mereka.
Untuk meredam skandal tersebut keduanya diharuskan untuk menikah. Namun yang terjadi setelahnya, bukanlah hal yang diharapkan oleh Hana.
Bermula dari Candra yang tidak bisa melupakan mantan tunangannya. Hingga akhirnya Candra bisa membuka hati untuk Hana. Namun mantan tunangannya kembali untuk merebut hati Candra lagi.
Akankah pernikahan tersebut akan terus terjalin dengan bahagia? Atau penuh dengan kepahitan?
Follow ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Sandra Abraham
"Kak Candra!!" teriak Sandra.
Candra yang semula tertidur pulas jadi terbangun karena suara cempreng Sandra, adik kandungnya.
"Aishh, Sandra sudah pulang lagi! Hidupku akan terganggu lagi dengan suara bisingnya."
Tok ... tok ... tok ...
Seseorang mengetuk pintu kamar Candra. Candra sudah bisa menebak siapa pelakunya. Sudah pasti itu adalah Sandra. Ia sangat senang mengganggu privasi Candra.
"Kak! Cepat bangun! Aku mau menginterogasi Kak Candra!" teriak Candra sambil terus mengetuk pintu kamar Candra. Candra pun merasa kesal dan akhirnya turun dari ranjang kemudian membukakan pintu kamarnya.
Saat pintu dibuka, Sandra langsung masuk ke kamar Candra sebelum dipersilahkan oleh si pemilik kamar. Ia langsung duduk di ranjang Candra.
"Kata papa Kak Candra akan menikah. Setahu aku calon tunangan Kak Candra kan pergi meninggalkan Kak Candra. Terus kakak nikah sama siapa?"
Begitulah Sandra, ia memiliki sifat dan karakter yang bertolak belakang dengan Candra. Sandra lebih aktif dan banyak bicara. Ia mudah untuk bergaul dengan siapapun. Sayangnya, ruang geraknya selalu dibatasi oleh ayahnya. Yang paling penting adalah ia sangat menyayangi Candra.
"Kalau sudah tahu. Jangan berpura-pura Sandra. Aku tahu sebenarnya papa sudah menceritakannya padamu," ucap Candra yang berdiri sambil menyilang kan kedua tangannya di dada.
"Ish ... Kan aku mau mendengarnya langsung dari mulut kak Candra. Kenapa sih Kak Candra selalu diam dan tidak mau berbagi cerita sama aku? Aku kan jadi sedih." Sandra menekuk wajahnya berpura-pura sedih.
"Haaah, kau itu masih kecil Sandra. Kalau pun aku cerita. Kau tidak akan mengerti."
"Aku sudah besar kak. Buktinya sekarang aku sudah menjadi mahasiswa semester 4."
"Kau memang sudah mahasiswa, tapi usiamu masih belasan tahun Sandra. Kenapa kau pulang? Kau bolos?"
"Hmm ..." ucap Sandra sambil menirukan Candra yang menyilang kan kedua tangannya di dada, "Aku izin tidak masuk kuliah dua pekan. Supaya bisa bantuin Kak Candra dan kakak ipar mempersiapkan pernikahan. Sekalian liburan, hehe."
"Kau ini ya! ... ah sudahlah," kesal Candra lalu berjalan keluar dari kamarnya.
"Kak Candra! Hey! Mau kemana? Aku belum selesai bertanya!" teriak Sandra sambil mengikuti Candra.
Candra menuruni tangga. Ia berjalan ke dapur kemudian membuka lemari pendingin. Ia mengambil air putih dingin kemudian meminumnya.
"Eh, kau sudah bangun," sapa Dona, mamanya Candra dan Sandra.
"Lebih tepatnya terbangun karena anak perempuan mama."
"Ups, anak itu berulah lagi rupanya."
Candra tidak menanggapi perkataan Dona, ia langsung berjalan menaiki tangga lagi. Sementara Sandra, ia menghampiri Dona.
"Selamat pagi Ma," sapa Sandra.
"Selamat pagi sayang. Bagaimana perjalananmu tadi malam? Tidak ada kendala, 'kan?"
"Aman kok Ma. Buktinya anak perempuan mama ada di depan mata sekarang," ucap Sandra.
"Lagian kau kenapa pulang lebih cepat sih? Kan bisa seminggu sebelum acara." tanya Dona penasaran.
"Astaga, mama tidak senang anaknya pulang? Aku bosan ma, di negeri orang sendirian. Lebih baik aku pulang lebih cepat supaya bisa mengenal calon kakak ipar. Aku juga penasaran bagaimana rupanya," jelas Sandra.
"Kau ini, dari dulu memang nekat. Sekalinya penasaran kau akan berusaha supaya rasa penasaran itu hilang."
"Hehe." Hanya dibalas senyuman dengan gigi yang terlihat.
"Aku ke atas lagi ya, Ma," pamit Sandra. Dona pun mengangguk.
****
Rasa penasaran yang tinggi sudah menggerogoti hasrat Sandra. Hingga sekarang ia berada di depan perusahaan AH Group milik Abraham. Sudah lama sekali ia tidak mengunjungi perusahaan tersebut. Terakhir ia masuk ke dalam perusahaan adalah 2 tahun yang lalu setelah kelulusan SMA.
Sandra berjalan memasuki perusahaan melewati meja resepsionis. Ia memberikan senyum manisnya ke setiap karyawan yang berpapasan dengannya. Para karyawan yang sudah lama bekerja di perusahaan, sudah tahu tentang anak kedua dari Presdir AH Group.
Sandra berkeliling perusahaan untuk menemukan orang yang membuatnya penasaran. Ia hanya tau sekedar nama saja yang diberitahu Abraham. Ia pun menanyakan ke beberapa karyawan.
"Tau karyawan yang bernama Hana Lorensia?" tanya Sandra.
"Saya tidak tahu, Nona."
"Terima kasih."
Sandra terus berjalan menelusuri seluruh penjuru perusahaan. Sampai akhirnya ia menyerah dan berada di kantin perusahaan. Ternyata Hana berada di kantin perusahaan. Saat melihat ada orang di kantin, Sandra menanyakan hal yang sama pada Hana.
"Tau karyawan yang bernama Hana Lorensia?" tanya Sandra.
Hana bingung karena ia tidak mengenal wajah orang yang mencarinya. Apa ia memiliki hutang yang belum terbayar? Atau malah almarhum ibunya yang memiliki hutang? Hana sungguh belum bisa membayar jika itu mengenai hutang.
"Memangnya ada urusan apa ya? Saya Hana Lorensia."
"Benarkah?" Sandra memberikan ekspresi wajah terkejut. Tanpa sadar Sandra memeluk Hana di kantin. Hana terdiam di dalam kebingungan. Beberapa menit kemudian Sandra melepas pelukan tersebut dan menyapa Hana.
"Hai kakak ipar," sapa Sandra sambil memberikan senyum terbaiknya.
"Eng?" Hana masih kebingungan. Ia belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Siapa orang yang berada di hadapannya?
"Eh? Maaf-maaf, sepertinya Kak Hana kebingungan. Perkenalkan aku Sandra Abraham, adik dari Candra Abraham."
Setelah mendengar penjelasan Sandra, Hana pun akhirnya mengerti.
"Ah begitu rupanya. Maaf aku sama sekali tidak tahu kalau Pak Candra memiliki seorang adik," ucap Hana merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa. Lagian nantinya juga kita akan saling mengenal, hehe." Hana hanya tersenyum mendengar kalimat yang diucapkan Sandra. Ia tidak menyangka jika Sandra memiliki sifat lebih baik dari Candra.
"Kau sudah tau posisiku di perusahaan ini, 'kan? Apa kau tidak malu berbicara denganku di perusahaan?" tanya Hana.
"Kenapa harus malu? Memangnya siapa mereka bisa mengatur aku harus berbicara dengan siapa? Selagi itu manusia. Siapapun akan aku ajak bicara."
Hana kagum dengan sifat Sandra. Ia memiliki pemikiran yang terbuka. Ia tidak membedakan orang dari status pekerjaannya. Ia menyamaratakan semua orang di kaca mata dirinya.
"Kau mencariku ada apa?" tanya Hana.
"Aku penasaran. Karena papa bukanlah orang yang bisa dengan mudah menerima orang asing masuk ke dalam keluarga. Tapi, setelah aku melihat Kak Hana. Aku merasa senang." Lagi-lagi Sandra memberikan senyum manisnya.
Hana hanya membalas dengan tersenyum kikuk karena tak tahu apa yang harus ia tanggapi.
"Kapan-kapan kita harus menghabiskan waktu bersama ya?" pinta Sandra.
"Aku tidak bisa berjanji."
"Kalau begitu, berikan saja aku kontak ponselmu dengan alamat rumahmu. Nanti aku yang akan mengunjungimu. Kita bisa pesta piyama atau masak bersama."
"Baiklah."
Hana pun memberikan semua yang Sandra minta. Ia masih merasa aneh, orang yang derajatnya lebih tinggi darinya mau mengunjungi rumah yang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rumah keluarga Abraham.
"Kalau boleh tahu usiamu berapa?" tanya Hana penasaran.
"19 tahun. Aku dan Kak Candra berjarak usia 8 tahun."
"Begitu rupanya. Beberapa hari yang lalu aku saat aku mengunjungi rumahmu. Aku tidak melihatmu di rumah."
"Tentu saja tidak. Karena aku baru pulang dari Inggris tadi malam."
"Pantas saja. Kau tidak mau bertemu teman-temanmu selagi masih di Indonesia?" tanya Hana.
Sandra tiba-tiba terdiam. Ia hanya fokus menatap ke arah depan.
"Aku tidak mempunyai teman. Sedari kecil aku selalu belajar dari rumah. Papa tidak mengizinkan aku untuk bersekolah di sekolah umum. Jadi, ketika aku bisa bertemu dengan Kak Candra, Hana atau siapapun itu. Aku merasa senang."
Hana merasa iba dengan Sandra. Masa kecil yang seharusnya untuk bermain, Sandra malah tidak pernah mengalaminya. Ia bersyukur masa kecilnya terasa bahagia dan berharga meskipun banyak juga pahitnya.