Bitter Sweet Marriage
"Kau saya pecat!"
"Apa salah saya? Kenapa saya dipecat?"
Hana meminta alasan kepada bosnya mengapa ia bisa dipecat dari pekerjaannya. Padahal ia selalu berusaha mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin.
"Karenamu pelanggan setia kafe ini tidak mau datang lagi!"
"Bukan salah saya jika dia tidak mau datang lagi. Saya hanya berusaha membela diri saya. Dia sudah keterlaluan dengan mencoba melecehkan saya."
"Halah, alasan! Cepat kau bereskan semua barang-barangmu. Pokoknya kau dipecat!"
"Baiklah." Hana menerima dengan lapang dada. Ia juga sudah muak dengan amarah bosnya yang selalu membela yang salah. Ia kemudian pergi ke ruang pegawai untuk berganti pakaian. Ia menaruh seragam kerja tersebut di laci beserta dengan aksesoris yang lainnya. Secepat kilat, Hana pergi meninggalkan tempat kerjanya dengan wajah yang lesu.
Hana berjalan bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya. Ia tak tahu kemana arah yang harus ia tuju. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan terakhirnya. Sekarang ia hanyalah seorang pengangguran.
"Bagaimana hidupku setelah ini?" tanya Hana sambil menatap awan di langit.
Setelah beberapa menit berjalan, Hana akhirnya sampai di depan rumahnya. Ia duduk di kursi yang berada di teras rumah.
"Kenapa nasibku seperti ini? Sudah kesekian kalinya aku dipecat. Kalau seperti ini terus, bagaimana mungkin aku bisa menyusun masa depanku?"
Ya, sudah kesekian kalinya nasib buruk selalu menimpa Hana. Namun Hana tetap kuat menjalaninya meskipun harus bercucuran air mata dan keringat darah setiap harinya. Meski terkadang rasa lelah selalu dideritanya.
Hana meletakkan tas selempangnya ke kursi dan menjadikan itu sebagai bantal untuknya bersandar.
"Usiaku sudah 25 tahun dan aku masih belum jadi apa-apa." Hana merasa kecewa pada dirinya sendiri. Ia belum bisa membahagiakan dirinya sendiri. Lalu? Bagaimana ia bisa membahagiakan orang lain?
****
Suara bising dari rumah tetangga mulai terdengar ke pendengaran Hana. Di mulai dari suara seorang ibu yang yang membangunkan anaknya untuk sekolah, suara ibu yang memarahi anaknya ketika meminta uang jajan dan suara-suara bising lainnya. Sudah tidak asing lagi bagi Hana. Karena ia memang tinggal di kompleks yang berjarak sangat dekat dengan para tetangga.
"Haaah ... Pagi-pagi sudah ribut sekali," ucap Hana sambil menutup mulutnya yang menguap.
Hana turun dari ranjangnya dan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
"Setidaknya meskipun aku sekarang pengangguran. Aku harus mencari pekerjaan untuk biaya hidup sehari-hari. Apapun itu akan aku lakukan."
Semua kain yang menutupi tubuh Hana mulai terlepas dan berakhir di keranjang pakaian kotor. Ritual mandi pun Hana jalankan hingga selesai.
Setengah jam kemudian, Hana sudah siap dengan setelah baju kemeja berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam. Tak lupa ia memakai tas selempang yang senada dengan pakaian yang ia gunakan.
"Hana, kamu pasti bisa! Semangat Hana!"
Dengan semangat yang membara itu, Hana berharap ia mendapatkan peruntungan yang bagus.
Di sepanjang jalan, Hana melihat lowongan pekerjaan yang tertempel baik di dinding maupun kaca. Hanya saja kualifikasi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan dirinya. Sekalinya ada yang sesuai, pasti usia menjadi kendala utama.
Hana sadar, di usianya yang sekarang akan sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Apalagi, para perusahaan ataupun restoran menginginkan pegawai dengan lulusan fresh graduate.
Sudah tiga jam Hana berluntang-lantung mencari pekerjaan, rupanya nasib baik belum datang padanya. Hana berhenti sejenak di pinggir jalan. Ia memegang lututnya, seolah memberikan kekuatan lebih untuk melanjutkan perjalanan.
Siapa sangka di saat Hana sudah menyerah mencari pekerjaan di hari itu dan ingin segera pulang ke rumahnya, Ia melihat sebuah lowongan pekerjaan. Meskipun hanya sebagai OG alias Office Girl, Hana sangat mengharapkan itu. Ternyata nasib baik akhirnya berpihak padanya. Hana diterima bekerja di perusahaan tersebut. Hana pun pulang dengan raut wajah yang berseri.
Sorenya, Hana pergi ke mal untuk membeli sepatu. Tentunya Hana memilih sepatu dengan harga yang sesuai dengan uang yang ia punya. Setelah menemukan sepatu yang cocok harga dan ukurannya, Hana segera membayar sepatu tersebut.
Selain itu, Hana pergi ke mal juga untuk sekedar cuci mata. Ia sadar, ia tidak bisa membeli barang-barang mewah yang ia inginkan. Maka dari itu, ia hanya bisa melihat, menyentuh tanpa bisa memiliki.
"Suatu saat, aku pasti bisa membeli barang ini, dan ini." Hana menunjuk barang-barang yang sangat diinginkannya.
Setelah puas berkeliling, Hana juga pergi ke Timezone. Terakhir kali ia bermain di Timezone adalah ketika ia berusia 10 tahun dan saat itu ia pergi bersama ibunya. Dengan penuh keberanian akhirnya Hana bisa mengunjungi Timezone lagi. Beberapa permainan berhasil Hana taklukkan. Hingga lelah mulai menyapa tubuhnya, Hana bersandar ke dinding dan merosot sampai ia terduduk.
"Capeknya," ucap Hana sambil mengusap keringat dengan tangannya.
Sampai rasa lelah itu hilang, Hana masih terduduk di lantai. Mungkin sebagian orang akan menganggap Hana orang yang aneh. Atau bahkan bisa saja menganggap Hana adalah orang kampungan. Karena ia duduk lesehan di mal besar. Namun bagi Hana ia takkan pernah terintimidasi dengan hal tersebut. Sudah hal biasa baginya, kehidupannya sudah begitu pahit sejak dulu. Jadi, jika ada banyak orang yang selalu membicarakannya, Hana akan bersikap bodo amat.
"Tatapan mata mereka, aku tahu apa artinya." Setelah mengatakan itu, Hana segera berdiri dan meninggalkan Timezone.
Hana berjalan menelusuri mal sambil melihat-lihat barang yang mungkin akan menjadi miliknya suatu saat nanti. Karena saking antusiasnya, Hana tidak melihat bahwa ada orang yang berjalan di depannya.
"Aduh." Suara rintihan kesakitan Hana saat ia menabrak sesuatu yang keras di hadapannya. Ia mengusap kepalanya dengan pelan seolah bisa menyembuhkan rasa sakitnya.
"Bisa minggir?"
Mendengar suara bariton yang berada tepat di hadapannya, Hana yakin bahwa ia menabrak seorang laki-laki. Hana pun segera mundur beberapa langkah.
"Punya mata itu dipakai untuk melihat jalan. Bukan untuk melihat barang murahan."
Jleb
Dua kalimat itu mampu membuat Hana merasa direndahkan. Seketika Hana pun mendongakkan kepalanya untuk melihat bagaimana wajah dari si suara bariton tersebut.
Betapa terkejutnya Hana, rupanya yang ia tabrak adalah seorang laki-laki tampan berdasi. Penglihatan Hana masih terfokus pada satu titik ciptaan Tuhan yang begitu sempurna. Hidung mancung, kulit sawo matang, bola mata berwarna cokelat dan tahi lalat yang berada di pelipis kiri matanya.
"Kenapa terdiam? Terpesona?" tanya si bariton.
Belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Hana. Ia masih menikmati paras tampan laki-laki yang ada di hadapannya. Sepertinya Hana merasakan aliran darahnya menaik dan berdebar-debar. Apakah ia sedang jatuh cinta? Tapi bagaimana bisa semudah itu?
"Kau sama saja seperti wanita pada umumnya."
Setelah mengucapkan itu, si bariton pergi menjauh dari Hana begitu juga beberapa orang yang berjalan di belakangnya.
Beberapa detik kemudian, Hana tersadar dan mengingat perkataan si bariton.
"Hah? Maksudnya? Dia bicara apa sebenarnya?"
Hana mempertanyakan arah pembicaraan si bariton tadi. Namun semuanya pupus sudah dengan ketampanan yang dimilikinya.
"Ternyata hari ini nasib baik menimpaku dua kali. Pertama, ketika aku mendapatkan pekerjaan. Kedua, ketika aku bertemu denganmu."
Hana mengucapkan itu sambil tersenyum malu. Ia memutar-mutar tas selempangnya ke samping. Jatuh cintanya mengalahkan kesadarannya bahwa ia sedang berada di tempat umum.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Vera Anzani
mampir Thor,,kayaknya bakalan suka sama sosok Hana
2023-11-03
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-07-22
1
cute miut
aku selalu merasa klu orang yang tinggal di tempat pdat pendudu/wilayah ramai itu hebat karna bisa tdur/aktivitas walau dlm keadan bising..apalagi orang yang tinggal di tepi rel keret api...beneran mereka bisa tdur katanya karna sudah terbiasa seperti itu
aku membayangkan diriku di tempat seperti itu bner² nggak bisa...mungkin akan sering emosi karna kurang tdur, susah beraktifitas karna terlalu bising
2023-02-21
1