Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Sharon berkeliling di taman, tapi dia tidak menemukan Althea dimanapun, padahal dia itu suka bunga, biasanya duduk di taman sembari menikmati pemandangan, seperti itulah karakter Althea yang ia tulis.
“Althea?!” Ia berteriak, namun tidak mendapati batang hidungnya. .
Sharon menjadi khawatir sendiri, apa rencana pembunuhannya sudah dimulai.
Hari sudah semakin sore! Dia makin panik!
Tunggu sore? Sebuah benak ingatan muncul di kepala sharon, ia tampaknya mengetahui dimana keberadaan Althea.
“Sore hari, begitu ya. Althea pasti ada di sana!”
Menebak dimana keberadaan Althea, Sharon memutuskan berlari, agar tidak terlambat. Karena dia sangat yakin, rencana pembunuhan sudah dimulai.
…
Langit mulai berubah jingga. Sinar sore menembus kaca patri gereja tua di pinggir kota, menciptakan pantulan warna merah keemasan di lantai marmer.
Di dalam gereja itu, Althea Lux menunduk,tangannya mengepal, dia tampak seperti sedang berdoa. Ya setiap sore Althea selalu berdoa di gereja, ini juga salah satu rahasia hatinya bisa selembut malaikat.
Ia begitu tenang saat berdoa, namun ketenangan itu buyar kala dia menyadari seseorang terbangun di kursi gereja.
“Akhirnya, anda bangun juga Paman!”
Althea berjalan, mengambil keranjang kecil berisi roti dan apel segar. Wajahnya lembut, matanya biru langit—tenang seperti bias cahaya dari jendela.
seorang pria tua berambut kusut duduk bersandar pada tiang batu, tubuhnya gemetar menahan lapar.
“Paman …” suara lembut itu memecahkan keheningan. “Apa kondisi anda sudah membaik?”
Althea tadi menemukan Paman tersebut di tengah jalan menuju gereja, dia pingsan di tengah jalan, tentu saja Althea tidak bisa meninggalkan orang yang kerepotan, jadi dia menggendong dan membawanya ke gereja untuk istirahat.
“Ini Paman, anda pasti lapar, Paman boleh ambil semuanya!” Suara itu begitu lembut, senyumannya begitu polos, ia tak menyadari bahwa ia sedang dalam bahaya.
Pria tua itu mengangkat kepala pelan. Matanya sayu, bibir pecah pecah, terlihat begitu lapar. “Aku hanya butuh sedikit makan, Nona. Ini terlalu banyak.”
Althea tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Paman. Makan yang banyak biar semangat dan cepat sembuh!”
Ia berlutut, meletakan keranjang di hadapan pria itu. “Tuhan pasti memberkati anda, Paman! Sehat selalu.”
Pria tua itu menatapnya lekat-lekat, matanya bergetar, bibirnya gemetar seperti ingin mengucap doa–tapi justru menyeringai samar. “Tuhan, ya … bodoh sekali ..
Althea menunduk untuk mengambil roti lain, namun suara itu berubah rendah—parau, tapi mengandung niat jahat yang tidak manusiawi.
“Sayang sekali… aku tidak percaya pada Tuhan, Nona Althea.”
Sekejap saja, pria itu meraih sesuatu dari balik jubah compangnya—pisau kecil berkarat.
Althea terkejut. Tangannya refleks menahan, tapi bilah besi sudah terayun ke arahnya. Ia bergeser mundur, ujung pisaunya hanya menggores ujung gaun putihnya.
“Paman! Kenapa?”
“Maaf, Nona… aku hanya disuruh. Tak ada dendam pribadi.”
Tatapan Althea membeku. Napasnya tercekat. “Disuruh? Siapa yang menyuruhmu?”
Pria itu tidak menjawab—dia justru tertawa kecil, tawa yang serak dan menyeramkan. “Sial, harusnya kau sudah mati sebelum matahari terbenam…”
Ia melompat ke depan dengan kecepatan tak masuk akal untuk tubuh setua itu. Althea menjerit kecil, mundur tersandung, roti dan apel jatuh berserakan di lantai batu.
Craaak!
Pisau itu menembus bangku kayu, hanya beberapa senti dari wajahnya.
Althea gemetar. Air matanya menetes, tapi matanya menatap lurus—ada ketakutan, tapi juga keberanian untuk tetap hidup.
“Aku… tidak mau mati… bukan di tempat seperti ini.”
Pria itu mengangkat pisau lagi, siap mengakhiri hidupnya—
Dan sebelum bilahnya turun, terdengar suara hentakan keras di pintu gereja.
BRUGH!
Pintu gereja terbuka lebar. Cahaya sore masuk bersamaan dengan suara terengah seseorang.
“Kak Althea!”
Suara itu bergema di seluruh ruangan.
Rambut merah maron terurai, mata hazel menyala penuh tekad—Sharon Lux berdiri di ambang pintu, dengan napas terengah tapi tatapan siap membunuh.
Pria tua itu menoleh, dan sesaat sebelum ia sempat bereaksi, kursi kayu beterbangan.
Sharon menendangnya, membuat pisau terpental jauh dari tangan si pria.
“Sentuh dia, dan aku pastikan kau menyesalinya,” geram Sharon dengan nada rendah.
Pria itu memundurkan langkah, matanya menatap tak percaya.
Sharon menatap dari atas sampai kebawah sosok pria tua ini. Seorang karakter yang tidak dia kenal.
Bukan! Ia tak menyewa orang ini untuk membunuh Althea! Dia orang yang berbeda.
Seharusnya yang ada di sini adalah Arthur Midnight, teman masa kecil dan pembunuh bayaran asli yang disewa Sharon.
Dulu ia ingin buat babak tentang pertarungan dua keluarga bangsawan besar, jadi dia menetapkan karakter bangsawan berpengaruh seperti Arthur yang membunuh Althea maka akan membuat plot baru dimana Leon akan bertarung hidup mati dengan Arthur.
Seharusnya pola alur cerita begitu, kematian Althea akan membuka babak pertarungan keluarga midnight dan Lux.
tapi baru saja berubah? Kenapa? Kok bisa! Apa dia hanya lupa garis besar utama ceritanya karena ini novel yang ia buat saat SMP?
Sial kematian Althea memang tidak terlalu ditulis dengan detail.
Atau pria ini adalah orang suruhan Arthur, jadi Arthur tidak perlu membunuh secara langsung.
Dia pasti suruhan Arthur!
Sharon menggelengkan kepala. “Sekarang bukan saatnya memikirkan itu!”
Malah justru bagus bukan Arthur yang datang, kalau karakter bangsawan seberpengaruh Arthur yang datang,malah akan membuat rencana nya untuk menyelamatkan Althea jadi mustahil.
Althea menatap Sharon dengan mata membesar, suara tercekat di tenggorokannya.
“Sharon… kau—kau datang…”
Sharon melangkah maju, melindungi Althea di belakangnya.
“Lain kali, jangan kasih makan orang aneh di gereja kosong, oke? Dunia ini sudah terlalu banyak kejutan tanpa perlu bunuh diri sendiri.”
Althea menunduk, tersenyum lemah di tengah air mata.
“Kau datang… padahal aku sudah pasrah.”
Sharon mendengus pelan, tapi matanya melunak.
“Aku cuma gak suka kalau plot-nya berjalan seperti naskah aslinya,” gumamnya pelan.
“Kau… seharusnya di rumah Duke…”
Sharon menyeringai miring. “Rencana kalian gampang ditebak, dasar NPC kelas dua.”
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor