Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingkai Harapan yang Terukir
Hari setelah kejadian di taman bunga, Pramudya duduk di meja kerjanya sambil memikirkan Abi yang pergi tanpa bicara. Dia tahu kakaknya pasti sedih banget, tapi dia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain memberi waktu. Tiba-tiba teleponnya berdering, nomor Abi.
"Halo, Pram. Apa kabar?" Suara Abi terdengar tidak seperti biasanya.
"Kabar baik kok, kak. Kak Abi gimana?"
"Aku masih berpikir tentang apa yang kulihat kemarin, Pram. Aku beneran mau berubah, tapi aku takut sudah terlambat."
Pramudya hembus napas lega. "Kak, gak pernah ada terlambat kalo mau benar-benar berubah. Oh iya, besok toko Andini dan Salma buka lho. Apa dia gak ngundang kakak? Tapi aku pikir kakak harus datang, meskipun cuma buat ngucapin selamat aja. Jangan pikir yang lain dulu."
Abi terdiam sejenak. "Bisa kah? Apa dia gak akan marah?"
"Gak akan lah, kak. Cuma datang ngucapin selamat, trus pulang kalo mau. Biar dia tahu kakak peduli."
Setelah telepon berakhir, Abi langsung bangkit dari kasur. Dia pergi ke toko peralatan kerajinan yang baru buka di dekat rumah, beli kayu kecil yang halus dan alat ukir sederhana. Selama seharian dia duduk di teras rumah, fokus mengukir bingkai kayu. Tangannya kadang terasa lelah, tapi dia tidak berhenti. Ini adalah hadiah pertama yang dia buat sendiri untuk Andini. Di bagian atas bingkai, dia ukir tulisan kecil: "Semoga impianmu terwujud dengan senyum yang selalu indah." Ia mengukirnya dengan hati-hati, setiap lekukan, setiap huruf ia buat dengan penuh cinta dan harapan. Ia bahkan menambahkan ukiran bunga kecil di sudut bingkai sebagai simbol keindahan dan kebahagiaan yang ia harapkan untuk Andini. Ia ingin bingkai ini menjadi simbol dari perubahan dirinya dan bukti bahwa ia benar-benar peduli pada Andini.
Esok pagi, toko milik Andini dan Salma penuh dengan bunga dan ucapan selamat dari teman-teman. Dinding toko dipenuhi boneka yang Andini jahit sendiri dan stiker desainnya yang lucu. Andini berdiri di depan toko, tersenyum lebar. Ini adalah mimpinya yang sudah lama dia impikan. Ia merasa bahagia dan bangga melihat toko yang dibangun dengan susah payah akhirnya bisa terwujud. Ia tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah mendukungnya, terutama Salma, sahabatnya yang selalu ada di sampingnya dalam suka dan duka.
Pramudya berdampingannya membantu melayani tamu yang datang. Ia dengan ramah menyapa setiap orang dan menawarkan minuman serta camilan. Ia merasa senang melihat Andini bahagia. Ia tahu betapa besar impian Andini untuk memiliki toko sendiri dan ia bangga bisa menjadi bagian dari kesuksesan Andini. Ia selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Andini karena ia tahu Andini pantas mendapatkan semua kebahagiaan di dunia.
"Tuh lihat sana," kata Salma kepada Andini, tangannya menunjuk ke arah jalan.
Andini melihat Abi sedang berjalan mendekat, tangannya memegang tas kertas kecil. Hatinya berdebar kencang, dia tidak menyangka Abi akan datang. Ia merasa gugup dan bingung apa yang harus ia lakukan. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau marah melihat Abi datang setelah semua yang terjadi. Ia masih belum bisa melupakan semua luka yang telah Abi berikan, namun di sisi lain ia juga masih memiliki perasaan terhadap Abi.
Pramudya melihatnya lalu menepuk bahunya lembut. "Aku sama Salma keluar sebentar ya buat beli minuman. Kamu yang jaga bentar." Ia tersenyum pada Andini dan memberikan isyarat agar Andini tidak perlu khawatir. Ia tahu Andini membutuhkan waktu untuk berbicara dengan Abi dan ia ingin memberikan mereka kesempatan untuk menyelesaikan masalah mereka.
Tanpa sempat berbicara, Pramudya dan Salma pergi, meninggalkan Andini dan Abi di toko yang tiba-tiba sepi. Mereka berjalan menjauh dari toko, memberikan Andini dan Abi ruang untuk berbicara. Mereka berdua berharap Andini dan Abi bisa menemukan jalan keluar dari masalah mereka dan bisa kembali bersama seperti dulu. Mereka tahu Andini dan Abi saling mencintai dan mereka ingin melihat Andini dan Abi bahagia.
"Abi kamu datang," kata Andini dengan suara yang lembut. Ia menatap Abi dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan dan harapan. Ia ingin tahu apa yang ada di pikiran Abi dan apa yang ingin Abi katakan kepadanya.
Abi tersenyum pelan. "Aku mau ngucapin selamat buka toko, Din. Semoga sukses selalu." Dia menyerahkan tas kertasnya dengan ragu. Ia merasa gugup dan tidak yakin apakah Andini akan menerima hadiah darinya. Ia takut Andini masih marah kepadanya dan menolak kehadirannya.
Andini membuka tasnya dan melihat bingkai kayu yang diukir. Dia menyentuh tulisannya dengan jari yang lembut, mata dia sedikit berkaca-kaca. Ia terharu melihat bingkai kayu yang dibuat sendiri oleh Abi. Ia tahu Abi tidak pandai membuat kerajinan tangan dan bingkai kayu itu tidak sempurna, namun ia menghargai usaha Abi untuk membuat sesuatu yang spesial untuknya.
"Kamu buatin sendiri?"
"Iya. Aku baru belajar ukir kayu beberapa hari ini. Maaf kalo jelek ya." Abi menundukkan kepalanya, merasa malu. Ia merasa bingkai kayu itu tidak sebagus hadiah-hadiah lainnya, namun ia berharap Andini bisa melihat ketulusan hatinya.
"Tidak jelek, Abi. Ini bagus banget. Terima kasih banyak." Andini tersenyum tulus. Ia memeluk bingkai kayu itu erat-erat. Ia merasa bingkai kayu itu adalah simbol dari perubahan Abi dan bukti bahwa Abi benar-benar peduli padanya.
Mereka berdiam sejenak melihat satu sama lain. Abi lalu berkata, "Din, aku gak mau memaksa apapun. Semua kesalahan yang aku lakukan dulu, aku minta maaf. Aku beneran sedang berubah, bukan cuma buat kamu, tapi buat diriku sendiri juga. Aku mau jadi orang yang lebih baik, yang bisa menghargai orang-orang di sekitarnya." Ia menatap Andini dengan tatapan yang penuh dengan penyesalan dan harapan. Ia ingin Andini tahu bahwa ia benar-benar menyesal atas semua kesalahannya dan ia ingin Andini memberinya kesempatan untuk membuktikan bahwa ia bisa berubah.
Andini merasa terharu hingga tanpa sadar matanya basah oleh air mata. Takut Abi tahu, buru-buru dia mengusap air mata nya dengan punggung tangannya. "Aku lihat itu, Abi. Aku lihat postingan kamu di media sosial, foto hasil kerajinan mu, cerita tentang hari-harimu yang lebih teratur. Aku senang banget lihat kamu berubah." Ia merasa lega melihat Abi berubah. Ia tahu Abi memiliki potensi untuk menjadi orang yang lebih baik dan ia senang Abi akhirnya menyadari kesalahannya.
Dia berhenti sejenak lalu melanjutkan, "Tapi aku masih bingung. Ada Pram yang selalu ada buatku, yang tidak pernah membuatku menunggu, yang selalu mendengar. Tapi ada juga kamu yang selalu ada di hatiku, yang selalu ku tunggu dulu." Ia merasa bimbang antara Abi dan Pram. Ia mencintai Abi, namun ia juga menghargai perhatian dan kasih sayang yang diberikan Pram kepadanya. Ia tidak tahu siapa yang harus ia pilih dan ia takut salah mengambil keputusan.
Abi mengangguk. "Aku mengerti, Din. Kamu butuh waktu kan? Itu oke. Aku akan menunggu, tidak seperti dulu yang cuma tunggu tanpa berusaha, tapi menunggu sambil terus berubah." Ia tersenyum pada Andini dengan tulus. Ia tahu Andini membutuhkan waktu untuk memikirkan semuanya dan ia akan sabar menunggu. Ia tidak akan memaksa Andini untuk memilihnya, namun ia akan terus berusaha untuk membuktikan bahwa ia pantas untuk dicintai.
Hanya saja beberapa detik kemudian, Pramudya dan Salma kembali dengan tas penuh minuman. Mereka melihat Andini dan Abi sedang tersenyum satu sama lain – bukan senyum cinta yang dalam, tapi senyum pemahaman yang tulus. Pramudya juga tersenyum karena dia tahu bahwa apa pun yang terjadi nanti, semua orangnya sudah berusaha sebaiknya. Ia merasa lega melihat Andini dan Abi bisa berbicara dengan baik dan saling memahami. Ia berharap Andini bisa membuat keputusan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
"Yuk minum bareng! Hari ini hari bahagia kita semua kan?" ucap Salma dengan senyum lebar, memecah keheningan. Ia merasa senang melihat Andini dan Abi bisa berbaikan. Ia tahu Andini dan Abi saling mencintai dan ia berharap mereka bisa kembali bersama seperti dulu.
Mereka semua duduk di bangku depan toko, minum minuman dingin sambil ngobrol tentang rencana toko. Langit terlihat cerah, angin menyebar dengan bau bunga dari toko. Dan di tangan Andini, bingkai kayu yang diukir Abi terasa hangat seperti tanda bahwa masa depan mereka masih terbuka, menunggu jawaban yang akan datang seiring waktu. Ia memegang bingkai kayu itu erat-erat. Ia merasa bingkai kayu itu adalah simbol dari harapan dan cinta. Ia berharap masa depannya akan penuh dengan kebahagiaan dan cinta bersama orang yang ia cintai
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*.