Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. panti asuhan
Langit sore mulai memudar ketika mobil hitam milik Kapten Dirga berhenti di depan halaman panti asuhan yang dikelola keluarganya dulu. Bangunan sederhana berwarna krem itu berdiri tenang di balik pagar besi, dengan taman kecil dan suara anak-anak yang samar terdengar dari dalam.
Begitu suara mesin mobil berhenti, seorang wanita paruh baya berlari keluar tergesa. Dia mengenakan daster panjang dan kerudung seadanya, napasnya sedikit terengah saat menghampiri mobil.
“Kapten! Kapten Dirga!” serunya cemas.
Wajah Dirga langsung menegang, dahinya berkerut. Dia membuka pintu dan keluar, menghampiri sang pengurus yang terlihat panik.
“Ada apa, Bu Ratna?” suaranya tegas tapi tetap tenang.
Bu Ratna menunduk, suaranya gemetar.
“Saya mohon maaf, Kapten … bayi yang Bapak titipkan kemarin, tiba-tiba demam tinggi sejak siang. Kami sudah panggil dokter pribadi panti. Katanya … bayi itu alergi susu formula. Badannya panas, dan dia menolak minum apa pun.”
Dirga membeku sejenak. Matanya langsung mengeras, lalu menghela napas dalam-dalam menahan khawatir.
“Sekarang di mana dia?”
“Di ruang bayi, Kapten. Ibu panti sedang di sana menemani dokter.”
Sementara percakapan itu berlangsung, Anna yang duduk di kursi penumpang membuka pintu dengan ragu. Kakinya masih lemah, wajahnya pucat. Pandangannya berkeliling menyapu bangunan panti yang teduh tapi terasa asing. Lalu matanya bertemu dengan Bu Ratna, yang spontan menatapnya heran.
“Siapa beliau ini, Kapten?” tanya Bu Ratna pelan.
Dirga melirik sekilas ke arah Anna, kemudian menjawab datar namun mengandung sesuatu di balik nada suaranya.
“Namanya Anna. Wanita ini baru saja kehilangan bayinya setelah melahirkan. Bayinya … tidak bertahan.” bisiknya pelan.
Tatapan Bu Ratna langsung melunak, seolah mengerti sesuatu. Ia memandang Anna dengan iba.
“Oh, Gusti…” bisiknya, suaranya parau. “Kasihan sekali…”
Anna menunduk, ujung jarinya menggenggam erat tas kecil yang dibawanya. Hatinya terasa kosong. Ia tak tahu kenapa Dirga membawanya ke tempat ini, namun saat mendengar kata bayi dari mulut mereka, ada sesuatu yang bergetar di dadanya. Seolah tubuhnya tahu sebelum pikirannya sempat memahami.
“Masuklah,” kata Dirga lembut, memberi isyarat. “Ada sesuatu yang perlu kamu lihat.”
Anna menatapnya sejenak, ragu. Tapi tatapan pria itu begitu tenang dan meyakinkan. Ia pun melangkah pelan, mengikuti langkah Dirga menuju pintu panti. Aroma khas bayi, campuran susu, bedak, dan kain bersih menyambutnya begitu mereka melewati lorong kecil menuju ruang bayi.
Sesampainya di depan pintu, mereka mendengar suara tangisan lirih, tangisan bayi.
Langkah Anna terhenti, jantungnya berdetak keras, seperti ingin pecah. Dirga menoleh ke arah Bu Ratna, dan wanita itu hanya mengangguk pelan, mempersilakan mereka masuk.
Di dalam ruangan kecil bercat putih lembut, dua ranjang bayi berdiri bersebelahan. Seorang dokter muda sedang menulis catatan di meja kecil, sementara di ranjang kanan tampak bayi mungil yang kulitnya masih kemerahan badannya kecil, matanya tertutup, tapi bibirnya bergerak lemah mencari sesuatu.
Anna menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya tumpah tanpa suara. Entah kenapa, hatinya langsung terhubung dengan bayi itu.
Dirga memperhatikan dari belakang, dada pria itu terasa berat. Ia tahu ini mungkin bukan jalan yang benar tapi saat melihat tatapan kosong di mata Anna, dan bayi yang kini merintih lemah tanpa pelukan seorang ibu, entah bagaimana, semuanya terasa seperti takdir.
Dirga mendekat perlahan dan berbisik lembut.
“Dia … salah satu bayi yang dititipkan kemarin, mereka kembar. Satunya sudah membaik, tapi yang ini ... dia butuh sentuhan ibunya.”
Anna menoleh cepat, air matanya mengalir deras.
“Boleh aku … aku gendong dia?”
Dirga mengangguk, Anna mendekat dengan tangan gemetar. Saat tubuh mungil itu berpindah ke pelukannya, tangisan bayi itu perlahan mereda. Suara isak berubah menjadi dengusan kecil yang tenang. Bayi itu seperti mengenali aroma tubuh yang seharusnya.
Dirga terdiam, dia tahu apa yang baru saja terjadi tanpa harus dijelaskan dengan kata.
Bayi itu berhenti menangis di pelukan Anna.
Anna menatap wajah mungil itu lama sekali, hingga air matanya jatuh di pipi bayi itu.
“Ssshh … jangan nangis ya … Mama di sini…”
Kata mama itu meluncur begitu saja, tanpa sadar. Dan di belakang mereka, Dirga menatap pemandangan itu dengan perasaan rumit antara haru, bingung, dan rasa bersalah yang belum punya nama.
"Kapten, bayi itu langsung diam dipelukan Bu Anna. Seakan dia menemukan ibunya," ujar Bu Ratna, kata-kata itu membuat hati Dirga bergetar.
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕