Lucinda de Vries mengira acara wisudanya akan menjadi hari kebahagiaannya sebagai sarjana kedokteran akan tetapi semua berakhir bencana karena dia harus menggantikan kakak kandungnya sendiri yang melarikan diri dari acara pernikahannya.
Dan Lucinda harus mau menggantikan posisi kakak perempuannya itu sebagai pengantin pengganti.
Bagaimana kelanjutan pernikahan Lucinda de Vries nantinya, bahagiakah dia ataukah dia harus menderita ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 WASIAT KAKEK
Lucinda berdiri tertegun menatap lurus ke arah pembaringan dihadapannya.
Kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Sugeng masih terngiang-ngiang ditelinganya hingga membekas parau.
"Wasiat ?! Wasiat apa ? Kenapa papa tidak pernah memberitahukan soal ini padaku ?"
Lucinda bertanya dalam hatinya bahkan terus memikirkan setiap kalimat yang terucap itu.
Dan darimana Sugeng tahu soal wasiat kakek Bekker Ishak Kuiper sedangkan dirinya saja tidak pernah tahu menahu soal ini.
Lucinda terus bertanya-tanya mengenai wasiat itu.
"Apa mungkin Chatarina tahu soal wasiat ini ?"
Batin Lucinda lagi seraya berpikir serius mengenai masalah wasiat kakeknya.
Bekker Ishak Kuiper adalah kakeknya yaitu ayah kandung dari papanya yang bernama Daan Bekker de Vries.
Namun selama ini, baik papa atau mamanya tidak pernah sekalipun mengungkit-ungkit soal wasiat tersebut.
Lucinda menatap ke arah Sugeng yang masih bersamanya di kamar ini.
"Lantas apa yang harus aku lakukan padanya ?" tanyanya.
"Sebagai istrinya yang sah, anda harus merawatnya meskipun Raden Kevin dalam keadaan seperti itu tetap anda wajib mengurusnya", sahut Sugeng.
"Bagaimana aku harus merawatnya ?" tanya Lucinda.
"Mudah saja, anda hanya tinggal mengganti pakaiannya setiap dua kali sehari, merawat tubuhnya tetap bersih, tapi anda harus juga menjaganya dalam suhu badan tetap hangat", sahut Sugeng.
"Dan...", ucap Lucinda.
"Memberitahukan pada suster perawat jika cairan makanan lewat infus habis, biar para suster perawat yang akan menggantikannya", kata Sugeng.
"Tapi aku juga seorang dokter, sudah tugasku untuk memeriksa pasien, aku juga bisa menggantikan TPN pada Kevin", kata Lucinda.
"Masalah itu sudah menjadi tanggung jawab para suster perawat, anda hanya boleh mengurus Raden Kevin tapi tidak urusan kesehatan medisnya", ucap Sugeng.
"Kau ini aneh sekali, kenapa aku tidak boleh menyentuh masalah medisnya sedangkan aku adalah dokter", kata Lucinda.
"Seperti itulah yang semestinya anda lakukan sebagai seorang istri Raden Kevin selain hal medis lainnya, anda hanya diijinkan merawat nak Raden saja", kata Sugeng.
Lucinda terdiam lalu melirik ke arah Raden Kevin yang terbaring diam.
"Mmm..., baiklah, aku akan memperhatikan setiap ucapanmu dan mengingat nasehatmu ini", ucapnya.
"Kalau begitu saya akan mengantarkan anda ke kamar pribadi anda sebab anda hanya akan menjaga Raden Kevin pada jam-jam tertentu saja selain itu anda tidak diperkenankan lagi datang kemari", kata Sugeng.
"Mmm..., baiklah, aku mengerti...", sahut Lucinda dengan anggukkan kepala cepat.
"Dan ini kartu ATM anda !" kata Sugeng seraya menyerahkan sebuah kartu ATM warna hitam unlimited kepada Lucinda.
"Untukku ???" tanya Lucinda terkejut.
"Ya, benar, kartu ini bisa anda gunakan sesuai keinginan anda bahkan anda bebas membelanjakan uang yang ada di kartu ATM ini", sahut Sugeng.
"Benarkah itu ???" tanya Lucinda tak percaya.
"Ya, benar", sahut Sugeng dengan tersenyum.
"Tapi...", ucap Lucinda seraya berjalan mondar-mandir kemudian berhenti.
Dipandanginya Sugeng yang berdiri di dekat pembaringan Kevin.
"Apa kali ini tidak ada lagi namanya jebakan atau apalah semacamnya, kau kan tahu kalau semua perempuan suka uang", kata Lucinda.
"Apa maksud anda ?" tanya Sugeng.
"Mmm..., begini, ya..., bagaimana jika aku melarikan diri dengan membawa seluruh uang yang ada di kartu ATM ini ?" kata Lucinda.
Sugeng tertawa pelan kemudian mengeluarkan sebuah alat khusus dari balik jasnya.
"Setiap kegiatan dirumah ini telah dipantau secara khusus oleh team pengawas keamanan dan tak satupun dari orang-orang disini bisa seenaknya saja berlaku dirumah ini", ucapnya tegas.
Sugeng menyalakan alat khusus seperti remote kontrol yang dia pegang saat ini.
"Jika kalian akan berbuat buruk disini maka sistem keamanan akan segera memberitahukannya dan mendeteksi dengan cepat siapa pelakunya", lanjutnya.
"Artinya aku tidak bisa lari dari rumah ini, tapi bukannya aku belanja sendirian maka hal yang tak diinginkan oleh kalian bisa saja terjadi", kata Lucinda.
"Oh, tidak, tidak, tidak bisa begitu karena anda akan dikawal oleh beberapa pengawal pribadi setia anda pergi kemanapun juga", ucap Sugeng sembari menggelengkan kepalanya.
"Apa ?! Pengawal pribadi ???" tanya Lucinda tercengang.
"Ya, benar sekali", sahut Sugeng.
"Kenapa bisa begitu, tidaklah, masak aku harus dikawal kemanapun aku pergi, itu sangat tidak menyenangkan", kata Lucinda.
"Tapi seperti itulah ketentuan yang seharusnya, sebagaimana sistem disini berlaku untuk semua orang, terutama anda sebagai istri Raden Mas Kevin Jansen", ucap Sugeng.
"Aku kan juga ingin bebas sendirian, masak aku tidak boleh pergi bersama teman-temanku", gerutu Lucinda.
"Sayangnya anda telah berstatus istri Raden Mas Ningrat Kevin Jansen yang dimana sesuai ketentuan yang ada bahwa anda tidak diijinkan lagi berinteraksi dengan orang lain", kata Sugeng.
"Sungguh tidak adil..., tidak, tidak, tidak, aku menolaknya, dan aku merasa keberatan karena hal itu", tegas Lucinda.
"Baiklah, tidak ada yang bisa diperbuat ataupun dibantah lagi sebab peraturan telah ditetapkan, nyonya", kata Sugeng memberi nada tekanan pada kata nyonya untuk Lucinda de Vries.
Lucinda de Vries terpaku diam, dia bahkan tak mampu membantah kata-kata Sugeng padahal dia bisa menolaknya karena itu hak dia.
"Tu-tunggu dulu !" kata Lucinda kemudian.
"Ya...", sahut Sugeng seraya melirik ke arah Lucinda de Vries.
"Aku akan banding soal itu sebab menyangkut kebebasanku sebagai seorang manusia yang punya hak hidup merdeka", ucap Lucinda.
"Tapi sayangnya anda juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk semua ketentuan ini jika anda melanggarnya maka hukum dari wasiat akan ditetapkan secara otomatis", kata Sugeng.
"Hukum wasiat ?" gumam Lucinda lalu berpikir serius.
Lucinda menoleh ke arah Kevin yang terbaring diam di atas tempat tidur mewahnya.
"Hukum apa yang berlaku pada wasiat itu jika seandainya saja aku melanggar ketentuan dirumah ini ?" tanya Lucinda.
"Akan saya tunjukkan surat berisi hukuman itu pada nyonya", kata Sugeng.
Sugeng menepuk tangannya sebanyak tiga kali tepukan keras kemudian keluar seorang pria berpakaian baju gothil motif batik dari ruangan lainnya di kamar ini.
Lucinda memperhatikan setiap kegiatan yang dilakukan oleh Sugeng dan diam menunggu langkah apa yang akan dikerjakan lagi oleh panembahan itu.
Rupanya orang berbaju ghotil batik membawa gulungan kertas yang diserahkan kepada Sugeng.
"Kau boleh pergi...", ucap Sugeng.
Pria berbaju ghotil batik hanya menganggukkan kepalanya tanpa bersuara lalu pergi dari kamar mewah ini.
"Silahkan dibaca sendiri, biar jelas dan paham dengan semua penjelasan saya tadi sebab saya juga tidak bisa berlama-lama disini", kata Sugeng.
Sugeng menyerahkan gulungan kertas ditangannya kepada Lucinda.
''Sekarang tugas saya sudah selesai disini, dan saya harus menyelesaikan pekerjaan lainnya", kata Sugeng mengangguk penuh hormat kepada Lucinda.
Sugeng pamit pada Lucinda sembari berjalan menuju pintu lainnya.
"Tunggu Sugeng !" panggil Lucinda.
Sugeng segera menghentikan laju langkah kakinya kemudian berbalik arah menghadap lurus ke Lucinda.
"Ya, nyonya Lucinda...", ucapnya kalem.
"Tadi kau bilang akan mengantarkanku ke kamar pribadiku, apa kau akan mengajakku kesana atau aku harus pergi sendiri", kata Lucinda.
"Mohon maaf dengan sangat, sayangnya anda akan tinggal dikamar ini sebab saya memikirkan kembali akan ucapan anda yang ingin melarikan diri", kata Sugeng datar.
"Maksudnya ?" tanya Lucinda.
"Maksud saya bahwa anda akan tidur dikamar ini sesuai peran anda sebagai istri Raden Kevin yang senantiasa menemani beliau setiap saat", sahut Sugeng.
Sugeng tersenyum lembut kepada Lucinda de Vries kemudian berlalu pergi dari ruangan kamar tidur dimana Kevin berbaring, dia pergi tanpa berucap sepatah katapun dan panembahan itu berjalan melewati jalan rahasia yang ada di kamar ini.