NovelToon NovelToon
A Thread Unbroken (Three Brothe'Rs)

A Thread Unbroken (Three Brothe'Rs)

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Identitas Tersembunyi / Keluarga
Popularitas:481
Nilai: 5
Nama Author: BYNK

Sejak bayi, Kim Areum menghilang tanpa jejak, meninggalkan tiga kakaknya—Kim Jihoon, Kim Yoonjae, dan Kim Minjoon—dengan rasa kehilangan yang tak pernah padam. Orang tua mereka pergi dengan satu wasiat:

"Temukan adik kalian. Keluarga kita belum lengkap tanpanya."

Bertahun-tahun pencarian membawa mereka pada sebuah kebetulan yang mengejutkan: seorang gadis dengan mata yang begitu familiar. Namun Areum bukan lagi anak kecil yang hilang—ia tumbuh dalam dunia berbeda, dengan ingatan kosong tentang masa lalunya dan luka yang sulit dimengerti.

Sekarang, tiga kakak itu harus membuktikan bahwa ikatan darah dan cinta keluarga lebih kuat daripada waktu dan jarak. Bisakah mereka menyatukan kembali benang-benang yang hampir putus, atau Areum telah menjadi bagian dari dunia lain yang tak lagi memiliki ruang untuk mereka?

"Seutas benang menghubungkan mereka—meregang, namun tidak pernah benar-benar putus."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BYNK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5: Keluarga Kim

Setelah melalui hari yang panjang dengan aktivitas masing-masing, satu per satu anggota keluarga Kim mulai kembali ke rumah. Mobil-mobil mereka meluncur beriringan dari arah gerbang utama, menembus pekatnya malam yang mulai turun di distrik Mapo. Lampu halaman yang berwarna kekuningan memantul lembut di permukaan mobil hitam mengilap milik keluarga itu, menambah kesan mewah pada kediaman mereka.

Wajah letih tak bisa disembunyikan. Gurat lelah begitu jelas di wajah mereka, meski tak sepatah kata pun terucap selama perjalanan menuju ruang utama. Cukup dari pandangan mata dan langkah kaki yang berat, sudah tergambar betapa panjang hari yang mereka lalui.

“Hyung, mau makan?” tanya Yoonjae sambil menyesuaikan langkahnya dengan kedua saudaranya. Mereka memang tiba bersamaan, meski dari mobil yang berbeda.

“Iya, nanti. Setelah mandi,” jawab Jihoon, suaranya datar, langkahnya cepat seolah ingin segera mengakhiri hari yang melelahkan itu.

Minjoon, seperti biasanya, hanya menghela napas kecil. Ekspresinya tetap dingin dan acuh, seakan hal-hal sederhana seperti makan malam tidak penting baginya. Ia melangkah tanpa kata, menatap singkat kedua saudaranya lalu berbelok ke arah ruang tamu.

Jihoon langsung menuju kamarnya, sementara Youngjae memilih duduk di sofa besar berlapis kulit di ruang tamu. Minjoon ikut duduk di seberangnya, tapi hanya diam, memandang kosong ke arah meja kaca di depannya. Sunyi. Hanya suara jam dinding dan desiran lembut AC yang terdengar di antara mereka. Hingga akhirnya, Yoonjae memecah keheningan.

“Joon, aku ingin bicara tentang Harabeoji,” ujarnya pelan, namun cukup tegas untuk menarik perhatian. Minjoon mengangkat wajah, menatap kakaknya dengan tatapan lelah.

“Lagi? Ada apa lagi dengan dia, Hyung?” suaranya terdengar malas, sedikit serak karena jarang berbicara.

“Aku tetap tidak akan berhenti mencari tahu, sekalipun kalian semua ingin berhenti,” ucap Yoonjae, matanya menatap lurus ke depan. “Aku yakin Harabeoji terlibat dalam semua ini.” lanjut nya yang membuat Minjoon menghela napas panjang.

“Apa Hyung tidak lelah? Kita sudah melakukan ini bertahun-tahun. Banyak orang yang sudah kita libatkan. Tapi hasilnya?” nada bicaranya tenang, tapi terdengar getir.

“Lalu kamu ingin menyerah seperti Jihoon-hyung?” tanya Yoonjae, suaranya mulai meninggi.

“Bukan menyerah, Hyung. Tapi kita berusaha mencari lewat cara lain. Aku rasa Harabeoji tidak terlibat dalam hal ini,” balas Minjoon, mencoba menahan nada tegas kakaknya. Yoonjae menatap adiknya lama.

“Memulai semuanya dari nol itu sulit, Joon. Kita sudah sejauh ini. Kalau kita beralih ke arah lain, bukankah itu sama saja membuang waktu?” ujar nya, yang membuat Minjoon menghela nafas panjang.

“Tapi Hyung,” sahut Minjoon, nada suaranya lebih tenang tapi menusuk, “lebih membuang waktu lagi kalau kita hanya berputar di tempat yang sama. Kita bahkan belum tahu apakah target ini benar-benar target kita… atau cuma pengalihan. Bukankah mencoba jalan baru bisa membuka peluang baru?” ujar nya yang membuat Yoonjae mengusap wajahnya kasar, frustrasi.

“Aku tetap tidak akan berhenti,” ujarnya singkat, lalu bangkit berdiri. Langkahnya berat, tapi tegas, meninggalkan ruang tamu dengan ekspresi kesal yang sulit disembunyikan.

Minjoon yang melihat punggung kakak nya menjauh dari pandangan nya, hanya bisa menghela nafas panjang  seolah dia juga bingung dengan apa yang harus dia lakukan, tubuhnya merosot di sopa dan matanya terpejam seolah meresapi segala masalah yang datang silih berganti seolah tidak memberikan keluarga mereka untuk beristirahat.

Di balik kemewahan, koneksi, dan kebahagiaan yang dilihat oleh orang awam diluar sana tentang keluarga Kim ini lah kenyataan yang mungkin tidak semua orang akan mengerti.

Terkadang setiap orang hanya memandang dari sudut pandang mereka sendiri padahal di balik itu, mereka juga manusia biasa yang tidak mungkin bisa lepas dari masalah.

Dengan wajah lelah yang seolah tidak pernah ingin hilang dia bangkit dan berjalan ke kamar nya untuk mandi berharap bisa membuat nya lebih tenang dalam menghadapi semua yang terjadi. Sebelum itu dia sudah memesan makan malam untuk dirinya dan dua saudara nya yang lain.

••

Sementara itu, di tempat lain, Areum dan kedua temannya tengah menikmati acara camping mereka. Meskipun ini adalah pengalaman pertama, mereka tidak terlalu kesulitan karena ada seorang pemandu yang sabar membantu dan memberi arahan sejak awal.

Udara malam di kaki gunung terasa sejuk, menyentuh kulit dengan lembut. Aroma kayu terbakar menyebar ke segala arah, berpadu dengan suara jangkrik yang bersahut-sahutan di antara pepohonan pinus. Kini ketiganya duduk melingkar di sekitar api unggun yang menyala terang, cahayanya menari di wajah mereka yang tampak lelah namun bahagia.

Bintang-bintang di langit bersinar gemerlap seolah ikut menyaksikan kehangatan kecil malam itu.

Setelah seharian menjelajahi hutan dan menyeberangi sungai dangkal, mereka akhirnya bersantai untuk menikmati makan malam. Dari arah panggangan, aroma daging panggang menyeruak menggoda.

“Wah, gogi-nya enak sekali,” ujar Areum sambil tersenyum manis, mengunyah perlahan potongan daging di tangannya.

“Itu terbuat dari daging sapi pilihan,” sahut Ajusshi Hyun-woo, pemandu mereka yang sudah berpengalaman, dengan nada bangga.

“Benar sekali! Pantas saja rasanya enak, ini lebih lezat dibandingkan daging babi,” timpal Hassa sambil tersenyum puas. Ia kembali menyuapkan sepotong daging ke mulutnya dengan lahap. Areum ikut terkekeh.

“Kalau saja Revan tidak menyarankan membawa daging sendiri, mungkin kita tak akan makan seenak ini.” ujar nya.

“Betul,” ujar Hassa mengangguk cepat. “ Revan memang teliti soal makanan—kan dia muslim, jadi harus pastikan semuanya halal,” ujarnya sambil melirik Revan yang sedang sibuk memanggang daging di atas grill. Revan menoleh sambil tersenyum tipis. Asap panggangan menari-nari di udara, membuat wajahnya tampak hangat dalam cahaya api unggun.

“Aku rasa aku bisa tinggal lebih lama di hutan ini. Rasanya menyenangkan,” ucapnya santai.

“Itu benar, aku juga,” timpal Hassa cepat, mengangguk setuju.

“Ucapanmu tidak sesuai dengan perilakumu, Hassa,” balas Revan, membuat Areum langsung tertawa lepas.

“Ngomong-ngomong, Revan,” ujar Areum setelah tawanya mereda, “kamu pernah mendaki juga di Indonesia?” lanjut nya.

“Pernah, sekali,” jawab Revan sambil menatap ke arah langit malam. “Tapi jalur pendakian di sana jauh lebih ekstrem dibanding di sini. Banyak tanjakan curam dan jalur bebatuan. Tapi yang paling beda itu suasananya,” ujarnya, lalu terkekeh kecil.

“Bedanya di mana?” tanya Hassa penasaran.

“Kalau di sini, hutan terasa lebih tenang dan tertata. Kalau di Indonesia, banyak cerita mistis di setiap gunung,” jawab Revan, suaranya setengah berbisik seperti sedang bercerita rahasia. “Ada yang bilang, kalau dengar suara gamelan atau musik di tengah hutan, jangan menoleh ke arah suara itu…” ujar nya yang membuat Areum spontan merinding meskipun dia tidak sepenuhnya mengerti.

“Kamu bercanda, kan?” tanya Areum sambil menatap Revan dengan dahi berkerut. Nada suaranya seperti tak percaya, namun bibirnya menahan senyum. Revan malah terkekeh kecil.

“Tidak juga. Di negaraku, hal-hal seperti itu sudah biasa. Tapi menurutku, justru itu yang membuat setiap petualangan terasa lebih menyenangkan,” ujarnya santai sambil meniup daging panggang di atas sumpit logamnya. Hassa yang duduk di sebelahnya langsung menepuk bahu Revan, tawanya pecah.

“Dasar orang Indonesia, selalu punya cerita aneh!” godanya sambil menggoda dengan logat Seoul yang kental. Revan menggeleng, tertawa.

“Bukan aneh, tapi unik. Di Indonesia, banyak hutan yang dianggap angker karena para pendaki sering mengalami hal-hal mistis. Katanya, ada yang melihat penampakan atau mendengar suara aneh di tengah malam.” Ia mengucapkannya dengan nada setengah serius, setengah menggoda.

“Hantu?” sahut Areum spontan, suaranya meninggi karena terkejut.

“Kalau di sini, kita lebih takut sama pembunuh, kan?” timpal Hassa yang membuat mereka bertiga tertawa bersamaan, suara mereka berpadu dengan bunyi kayu yang berderak di api unggun. Bintang-bintang berkelip di atas kepala, dan dari jauh terdengar alunan musik lembut dari tenda wisatawan lain yang sedang bersantai.

“Di negara kami, hal-hal seperti itu lumrah, misalnya, orang yang kesurupan saat mendaki.” lanjut Revan setelah tawanya mereda.

“Kesurupan? Apa itu?” tanya Areum bingung, begitu juga dengan Hassa mereka memang asing dengan kata yang Revan sebutkan. Tanpa menjawab panjang, Revan mengambil ponselnya dan mengetik cepat di kolom pencarian. Ia lalu memutar salah satu video pendek dan menyerahkan ponsel itu pada mereka.

“Coba lihat.”

Di layar terlihat seorang wanita yang menjerit-jerit di tengah kerumunan, tubuhnya kaku lalu bergerak tak terkendali. Matanya melotot, dan suara tangis bercampur teriakan membuat Areum spontan menahan napas.

“Dia kenapa?” tanya Areum pelan, masih menatap layar tanpa berkedip.

“Iya, itu… dia sedang kesurupan,” jawab Revan tenang.

“Gerakannya seperti orang mencari perhatian, aneh sekali. Kenapa dia bisa seperti itu?” Areum menoleh, rasa ingin tahunya besar sekali, karena seumur hidup dia tidak pernah melihat hal seperti itu.

“Ceritanya dia kemasukan hantu,” ujar Revan sambil tertawa kecil. Ia sendiri sebenarnya tidak terlalu percaya akan hal semacam itu.

“Roh jahat?” tanya Areum dengan dahi berkerut, sementara Hassa masih fokus pada layar ponsel. Ia bahkan mengganti beberapa video dan menontonnya dengan serius.

“Ceritanya, dia sedang kemasukan roh atau hantu,” ujar Revan, lalu terkekeh kecil. “Tapi aku pribadi tidak sepenuhnya percaya. Dalam dunia medis, ini disebut possession trance disorder atau gangguan trans—tergolong dalam Other Specified Dissociative Disorder di DSM-V.” ujar nya yang membuat Areum mengerutkan kening, sementara Hassa justru asyik menggulir video lain. Revan melanjutkan penjelasannya, suaranya tenang seperti dosen menjelaskan di kelas.

“Penderitanya biasanya kehilangan kesadaran terhadap lingkungan sekitar, tidak bisa merespons rangsangan, bahkan lupa apa yang ia lakukan setelah sadar. Kadang dikaitkan dengan roh, dewa, atau leluhur yang ‘masuk’ ke tubuhnya. Padahal itu sama sekali tidak benar, karena secara medis ini di sebut gangguan perubahan identitas sementara,” lanjut Revan menjelaskan panjang lebar tentang makna kesurupan menurut hal medis yang jauh lebih masuk di akal dan logika. Areum mendengarkan penuh perhatian.

“Jadi, bukankah itu sama saja seperti gangguan jiwa? Mereka melakukan hal aneh seperti itu untuk menarik perhatian?” katanya, berusaha memahami dari sisi logika.

“Mungkin, tapi tidak selalu begitu,” jawab Revan lembut. “Seperti yang aku katakan tadi di negaraku, hal seperti itu dianggap bagian dari kepercayaan. Bagi sebagian orang, itu cara untuk menjembatani dua alam—dunia manusia dan dunia roh. Seperti untuk menyampaikan keinginan atau sebagai nya,” lanjut nya.

Dari seberang api unggun, Ajusshi Hyun yang sedari tadi hanya mendengarkan, akhirnya ikut bicara.

“Jika sudah menjadi bagian dari budaya dan keyakinan masyarakat, memang sulit untuk dipisahkan,” ujarnya pelan, nadanya tenang dan bijak khas orang Korea berumur. Revan mengangguk sopan.

“Benar, Ajusshi. Kadang orang percaya bahwa roh yang ‘masuk’ adalah arwah keluarga atau nenek moyang yang ingin menyampaikan pesan.” ujar nya. Areum menatap api yang menari-nari di depan mereka, lalu berkata lirih.

“Tapi kalau dilihat dari sisi medis, itu lebih seperti gejala stres berat atau trauma. Dan tidak ada kaitannya dengan hantu atau roh jahat semacam itu, aku sendiri tidak percaya,” ujar Areum mulai menyimpulkan. Hassa menimpali, masih dengan mulut penuh makanan.

“Pembahasan kalian sudah seperti dokter saja.” Ia terkekeh sambil menambahkan kayu ke dalam api unggun. Mereka semua tertawa kecuali Ajusshi Hyun.

"Tapi jujur saja, pasti aneh jika kejadian seperti ini muncul di Korea. Bayangkan saja—tiba-tiba ada orang menjerit di tengah jalan, pasti langsung viral di Naver atau Dispatch.” ujar nya yang membuat Hassa ikut terkekeh geli.

“Atau langsung dibawa ke rumah sakit terdekat, mungkin.” ujar nya yang membuat semua orang tertawa kecuali Ajusshi Hyun yang hanya tersenyum kecil.

“Kalian, anak muda zaman sekarang memang seru. Tapi ingat, uri nara (negara kita) dan ne nara (negara kalian) punya budaya masing-masing. Kalau ingin belajar, jangan menertawakan—cukup pahami dan hormati,” ujar Ajusshi Hyun lembut sambil menambahkan potongan kayu ke dalam perapian. Api menyala sedikit lebih besar, memantulkan cahaya oranye di wajah mereka. Areum menunduk pelan, ujung jarinya mengusap lututnya yang berdebu.

“Kami tidak bermaksud menertawakan, Ajusshi, kami hanya heran... bagaimana bisa mereka percaya hal itu benar-benar karena roh?” ujar nya lirih.

Ajusshi Hyun tersenyum tipis, matanya menatap langit malam yang pekat. Asap tipis dari bara api berputar lembut di udara, terbawa angin dingin pegunungan.

“Kadang, logika tidak selalu bisa menjelaskan semua hal, di balik keanehan, selalu ada kisah yang belum kita pahami.” katanya pelan.

Ucapan itu membuat suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara api yang berderak pelan dan hembusan angin yang menggoyang dedaunan. Bintang-bintang bertaburan di langit, seolah mendengarkan percakapan mereka. Ketiganya—Revan, Hassa, dan Areum—terdiam sejenak, menyadari bahwa dunia memang lebih luas dari sekadar logika dan kepercayaan.

“Ajusshi benar,” ujar Hassa akhirnya, sambil menyandarkan tubuh pada batang pohon di belakangnya. “Tapi jujur saja, Revan... negaramu itu memang unik. Kadang aku sampai bingung, saking banyaknya cerita aneh yang kamu ceritakan pada kami.” lanjut nya yang membuat Revan terkekeh pelan, tangannya masih memegang sumpit dengan sepotong gogi panggang di ujungnya.

“Aku juga bingung dengan itu, tapi mungkin justru itu yang membuat negaraku punya daya tarik tersendiri.” Jawab nya sambil tersenyum. Ajusshi Hyun menepuk tanah di sampingnya pelan, menyingkirkan abu kayu yang beterbangan.

“Begitulah cara lingkungan membentuk makhluk hidup, kadang sesuatu yang tampak aneh atau mistis langsung dikaitkan dengan budaya atau kepercayaan. Padahal, kalau dilihat secara logis, selalu ada penjelasan lain. Tapi bagi orang beragama, logika sering kali bukan hal yang utama—yang penting adalah keyakinan.” ujarnya bijak.

Revan terdiam, pandangannya menunduk pada bara api yang mulai redup. Hassa pun berhenti mengunyah, hanya menatap nyala api dengan pikiran entah ke mana. Suasana terasa sedikit canggung—seperti setiap kali pembicaraan menyinggung hal pribadi semacam kepercayaan dan agama. Namun, di balik keheningan itu, ada rasa hangat yang tumbuh; semacam penghormatan diam-diam atas perbedaan yang mereka miliki.

•••

Suasana di perkemahan terasa hangat dan penuh tawa, berbanding terbalik dengan keadaan di kediaman keluarga Kim. Di rumah itu, ketegangan menggantung di udara seperti kabut tebal yang enggan pergi.

Di meja makan yang besar, hanya terdengar suara gesekan sumpit dengan mangkuk—suara kecil yang menandakan betapa canggungnya suasana malam itu.

“Jadi sekarang Hyung mau apa? Mau langsung datang ke Harabeoji dan mengatakan kalau semua ini salahnya?” ujar Minjoon dengan nada tinggi, emosi jelas terpancar di wajahnya. Yoonjae menatap adiknya tajam.

“Apa dari semua yang aku jelaskan sejak tadi hanya itu yang kamu tangkap?” ujarnya dengan suara menahan kesal. Napasnya berat, matanya berkilat karena kecewa.

“Tapi penjelasan Hyung hanya berputar-putar dan penuh tuduhan. Kita butuh bukti, bukan spekulasi. Polisi juga butuh bukti. Kalau kita hanya mengikuti naluri, bagaimana jika ternyata kita salah? Kadang otak dan hati saja bisa berbohong,” sahut Minjoon lagi, suaranya meninggi.

“Dan bagaimana kalau aku benar?” balas Yoonjae cepat. Suaranya dalam dan penuh tekanan. “Kalau dugaanku benar, semua yang sudah kalian lakukan selama ini hanya sia-sia. Kalau kalian tidak mau mendukungku, aku bisa melakukannya sendiri!” lanjut nya.

“Yoon…” Jihoon, sang kakak tertua, berusaha menenangkan. Suaranya lebih lembut, tapi sarat wibawa. “Ini bukan soal mau atau tidak. Kau tahu, Hyung juga sama sepertimu—kita semua ingin menemukan adik kita. Tapi kita tidak bisa langsung menuduh Harabeoji terlibat tanpa bukti yang jelas.” lanjut Jihoon namun mendengar itu Yoonjae menatap Jihoon dengan amarah yang tertahan.

“Kalau bukan Harabeoji, siapa lagi? Dia orang yang paling tidak suka melihat Eomma melahirkan anak perempuan, bukan?” ujarnya, nadanya bergetar antara sedih dan marah. Jihoon mengembuskan napas panjang.

“Kadang yang terlihat jahat belum tentu jahat, dan yang terlihat baik belum tentu benar-benar baik. Jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya.” ujar nya yang membuat Yoonjae menatap lekat wajah sang kakak.

“Kita sedang bicara tentang dunia nyata, Hyung. Di dunia nyata, kita tidak bisa hidup dengan diksi dan filosofi,” sahut Yoonjae keras. “Kalian pikir aku bicara tanpa bukti?” lanjut nya , wajah nya memerah menahan emosi. Jihoon mengangkat tangannya perlahan, berusaha menenangkan.

“Tidak ada yang bilang begitu. Baiklah… kalau begitu, kita lakukan bersama. Apa pun itu, harus kita jalani bersama. Kau paham?” ucapnya dengan nada menyerah yang lembut, memilih meredam ego adiknya.

Ruangan itu kembali hening. Hanya terdengar bunyi detak jam dinding tua dan suara lembut hujan yang mulai turun di luar jendela—menambah kelam suasana makan malam mereka.

Perdebatan itu bukan hal baru. Masalah yang sama terus berulang tanpa ujung. Semuanya berawal dari tragedi bertahun-tahun lalu—saat adik perempuan mereka hilang tanpa jejak ketika masih bayi.

Sejak hari itu, ibu mereka jatuh sakit karena tidak mampu menerima kenyataan. Tubuhnya semakin lemah, hingga akhirnya meninggal dunia dengan air mata yang belum sempat kering. Sang ayah menyusul tak lama kemudian, tak sanggup hidup dalam penyesalan dan duka yang sama.

Kini, hanya tiga bersaudara itu yang tersisa di rumah besar tersebut—masing-masing terjebak antara rasa bersalah, kehilangan, dan pertanyaan yang belum terjawab.

“Kita cari bersama. Hyung tidak mau kita selalu bertengkar hanya karena berbeda pendapat. Ingatlah tujuan awal kita, apa,” ujar Jihoon dengan suara tenang, namun tegas. Suasana ruang makan seketika hening. Hanya terdengar dentingan sumpit yang diletakkan pelan di atas mangkuk porselen. Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya Minjoon membuka suara.

“Aku minta maaf, Hyung. Aku terkadang sulit mengendalikan emosiku. Aku sungguh tidak bermaksud bersikap tidak sopan padamu. Sekali lagi, aku minta maaf,” ucapnya dengan kepala sedikit menunduk. Uap panas dari makanan di tengah meja menari perlahan di udara, seolah menenangkan hawa tegang di antara mereka.

Yoonjae yang sejak tadi masih bersikukuh, akhirnya melunak. Ia menarik napas panjang, lalu mengusap tengkuknya yang terasa panas. Bagaimanapun, ia tahu kata-katanya tadi terlalu tajam.

Malam itu ditutup oleh perdebatan yang penuh penyesalan—hal-hal yang seharusnya bisa dicegah, kini hanya tersisa dalam diam. Waktu, bagaimanapun juga, tidak pernah bisa diulang.

1
Ramapratama
jangan jangan... adik yang hilang itu di adopsi keluarga Park kah?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!