Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.
Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.
Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.
Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.
Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21: Bunga Es dan Tangan yang Terbakar
Ruang Medis Peserta terletak di lorong bawah tanah yang lembap, jauh dari hiruk-pikuk sorak sorai penonton di atas sana. Dinding batunya dingin, dan udara berbau alkohol herbal yang menyengat, dicampur dengan aroma anyir darah dari perban bekas yang menumpuk di sudut ruangan.
Ling Tian duduk sendirian di atas sebuah dipan kayu yang keras. Dia tidak pergi untuk mengunjungi tabib sekte, menurutnya dia tidak yakin dengan hasilnya.
Di pangkuannya, tergeletak Embrio Pedang Void. Bilah hitam itu kini memiliki corak merah samar yang berdenyut pelan seperti pembuluh darah, sisa dari "makanan" beracun yang baru saja ia lahap. Namun, harga yang harus dibayar Ling Tian tidak murah.
Ling Tian menatap kedua telapak tangannya. Kulitnya melepuh parah, berwarna merah daging yang basah. Di beberapa bagian, kulitnya mengelupas hingga terlihat lapisan otot di bawahnya. Panas dari pedang saat menyerap ledakan tadi begitu ekstrem hingga Iron Bone atau tulang besinya pun kesulitan menahan kerusakan termalnya.
"Ssshh..."
Ling Tian mendesis pelan saat dia mencoba menuangkan air dingin dari kendi ke tangannya. Uap putih mengepul saat air menyentuh kulitnya yang demam.
"Kau ceroboh," komentar Tuan Kun, melayang di atas lukanya. "Kau memaksakan saluran energi pedang itu melebihi kapasitasmu saat ini.."
"Setidaknya aku tidak meledak," gerutu Ling Tian, menggigit bibir menahan perih. "Dan pedang ini... sepertinya dia kenyang. Lihat, beratnya bertambah."
Ling Tian mencoba meraih gulungan perban di meja samping dengan tangannya yang gemetar dan kaku.
Dengan tangan yang gemetar dia meraih botol itu tapi sayangnya terjatuh.
"Sialan."
Ling Tian menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke dinding. Dia saat ini tengah sendirian, terluka, dan lelah. Di saat-saat seperti inilah, rasa sepi yang menjadi teman masa kecilnya kembali datang memeluk.
Tiba-tiba, suhu ruangan turun drastis. Embun beku mulai muncul di bingkai pintu kayu yang sedikit terbuka.
Ling Tian tidak perlu membuka mata untuk tahu siapa yang datang. Sebuah aroma dan wangi teratai salju yang dingin dan bersih, sangat kontras dengan bau menyengat ruang medis.
"Kau butuh bantuan?" Suara itu datar, jernih, dan tidak mengandung simpati yang berlebihan.
Ling Tian membuka kedua bola matanya.
Xueya berdiri di ambang pintu. Jubah putihnya bersih tanpa noda, seolah debu arena takut menyentuhnya. Wajahnya yang cantik tetap tanpa ekspresi, seperti pahatan es yang sempurna.
"Kakak Senior Xueya," sapa Ling Tian, tidak berusaha bangun. "Maaf, aku tidak bisa memberi hormat. Tanganku sedang... agak 'matang' hari ini."
Xueya tidak membalas sarkasmenya. Dia melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya, mengunci kebisingan dunia luar.
Dia berjalan mendekati dipan Ling Tian, matanya terpaku pada tangan pemuda itu yang hancur. Ada sedikit kerutan di dahinya yang halus, sedikit ekspresi yang menunjukkan rasa ngilu.
"Kau menahan ledakan Corpse Poison dengan tangan kosong dan sebatang besi rongsokan," kata Xueya pelan. "Itu tindakan paling bodoh yang pernah kulihat."
"Tapi efektif," sahut Ling Tian. "Tidak ada yang mati, kan?"
"Kau bisa saja mati."
"Tapi nyatanya aku tidak mati." tambah Ling Tian.
Xueya terdiam. Dia menatap mata Ling Tian. Dia mencari ekspresi arogansi atau kebodohan, tapi yang dia temukan adalah ketenangan yang menakutkan. Sebuah ketenangan seseorang yang sudah terbiasa bertaruh nyawa.
Tanpa permisi, Xueya duduk di tepi dipan. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru transparan dari lengan bajunya. Begitu kotak itu dibuka, aroma mint yang sangat kuat dan dingin memenuhi ruangan.
Salep Giok Es. Obat penyembuh luka bakar kelas atas yang harganya mungkin setara dengan pendapatan desa Ling Tian selama sepuluh tahun.
"Berikan tanganmu," perintah Xueya.
Ling Tian menarik tangannya sedikit. "Itu obat mahal. Aku tidak punya poin untuk membayarnya. Dan hadiah 'juaraku' juga belum cair."
Xueya menatapnya tajam. "Aku tidak sedang berjualan. Anggap saja ini bayaran karena kau menyelamatkan arena dari racun boneka mayat itu. Kalau arena itu meledak, jubahku pasti akan kotor."
Alasan yang masuk akal dan sangat pragmatis.
Ling Tian menyeringai tipis, lalu menyodorkan tangannya yang tampak mengerikan itu.
Jari-jari Xueya yang lentik dan dingin menyentuh pergelangan tangan Ling Tian yang panas membara.
Kontras suhu itu mengejutkan mereka berdua. Yin bertemu Yang. Dingin bertemu dengan Panas.
Xueya tersentak sedikit, tapi dia tidak menarik tangannya. Dia mulai mengoleskan salep transparan itu ke luka Ling Tian dengan gerakan yang mengejutkan lembutnya.
Sensasi dingin meresap ke dalam daging Ling Tian, memadamkan rasa sakit yang membakar sarafnya.
"Terima kasih," gumam Ling Tian, suaranya lebih lembut dari biasanya.
Mereka duduk dalam hening selama beberapa menit. Hanya ada suara napas mereka yang terdengar.
"Kenapa?" tanya Xueya tiba-tiba, matanya tetap fokus pada perban yang sedang dia lilitkan.
"Kenapa apanya?" sahut Ling Tian.
"Kenapa kau menyelamatkan mereka? Kau bisa lari. Dengan teknik langkahmu, kau pasti selamat. Orang-orang di tribun itu... mereka yang dulu menghinamu, kan?"
Ling Tian menatap langit-langit batu yang gelap.
"Benar. Mereka adalah sampah," jawab Ling Tian jujur. "Tapi di antara sampah itu, ada beberapa orang dari desaku. Bibi kantin yang memberiku potongan daging ekstra dan ada 'Tetua penjaga buku' yang memberiku obat lusa lalu. Kalau aku lari, mereka mungkin akan mati."
Ling Tian menoleh menatap profil samping wajah Xueya.
"Dan lagi... aku benci melihat musuhku menang. Kalau si mayat itu meledak, berarti rencana si dalang berhasil. Aku tidak suka itu."
Tangan Xueya berhenti bergerak sejenak. Sudut bibirnya terangkat sangat tipis, hampir tak terlihat.
"Kau aneh, Ling Tian." ujar Xueya
"Kau juga aneh, Kakak Senior." jawab Ling Tian.
Xueya selesai membalut tangan kanan Ling Tian. Dia kemudian beralih ke tangan sebelah kiri.
"Aku? Apa yang aneh?" tanya Xueya namun tetap fokus pada balutan luka di tangan kiri Ling Tian.
"Kau sedang sekarat,kan?" kata Ling Tian blak-blakan.
Tubuh Xueya menegang. Suhu ruangan turun lagi. Tatapannya berubah tajam, menjadi tatapan defensif. "Jaga bicaramu."
"Jangan marah. Itu akan memperburuk kondisimu," Ling Tian menunjuk dada Xueya dengan dagunya. "Teknik kultivasimu... Ice Heart Sutra, kan? Kau memaksakan menyerap Qi Es untuk menekan 'Sesuatu' di dalam dirimu. Tapi itu cara yang salah. Semakin kau tekan, semakin juga dia memberontak."
"Lihat ujung jarimu," lanjut Ling Tian. "Kukumu mulai berwarna biru pucat. Itu tanda darahmu mulai membeku. Kalau kau terus begini, saat kau mencapai ranah Foundation Core, jantungmu akan berhenti berdetak selamanya."
Xueya terdiam. Wajahnya pucat pasi. Rahasianya yang bahkan disembunyikan dari gurunya dibongkar habis oleh seorang 'pelayan' dalam hitungan detik.
"Bagaimana kau bisa tahu?" bisiknya.
"Aku punya mata yang bagus," Ling Tian berbohong (padahal itu analisis Tuan Kun).
Ling Tian menarik tangannya yang sudah selesai diperban. Dia menatap Xueya dengan ekspresi serius.
"Berhenti minum Teh Melati. Itu bersifat Yin. Mulai besok, cari Akar Api Matahari. Kemudian rebus dan minum airnya setiap pagi. Rasanya seperti meminum air comberan bersuhu panas, tapi itu akan menghangatkan meridianmu dan menunda pembekuan darahmu."
Xueya menatap Ling Tian lama. Tatapan defensifnya perlahan mencair, digantikan oleh rasa ingin tahu yang mendalam.
Dia berdiri, merapikan jubahnya. Wajah dinginnya kembali terpasang, tapi kali ini tidak sedingin sebelumnya. Dia meletakkan sisa kotak salep itu di samping Ling Tian.
"Ambil sisanya. Kau akan membutuhkannya setelah final nanti."
Xueya berjalan ke pintu. Sebelum keluar, dia berhenti tanpa menoleh.
"Jiang Wuqing itu Kultivator yang kuat," katanya. "Dia sudah menyentuh ambang batas Sword Intent. Tolong jangan mati."
Ling Tian tersenyum. "Akan kuusahakan."
Pintu tertutup dan Xueya-pun pergi.
Ling Tian kembali sendirian di kegelapan ruangan. Tapi kali ini, rasa sakit di tangannya sudah hilang, dan ada kotak obat kecil yang tertinggal sebagai bukti bahwa dia tidak benar-benar sendirian.
"Gadis yang menarik," komentar Tuan Kun. "Dia punya 'Sembilan Yin Meridian'. Tubuh terkutuk yang legendaris. Pantas saja dia sakit. Energinya terlalu besar untuk wadah manusianya."
"Apa bisa disembuhkan?" tanya Ling Tian sambil memutar-mutar kotak salep itu.
"Bisa. Tapi butuh metode kultivasi ganda atau obat tingkat dewa. Tapi itu bukan urusan kita sekarang."
Ling Tian mengangguk. Dia mengepalkan tangannya yang diperban. Masih kaku, tapi sudah bisa digerakkan.
"Cukup untuk memegang pedang," gumamnya.