7 tahun bertahan, lalu ditinggal tanpa alasan. Hanna pikir, cinta sudah cukup menyakitkan untuk dicoba lagi dan mungkin sudah saatnya ia memilih dirinya sendiri.
Namun jika bukan karena cinta yang pergi tanpa pamit itu.. mungkin dia tidak akan bertemu dengan dr. Hendra.
Sayangnya, dr. Hendra seperti mustahil untuk digapai, meski setiap hari mereka berada di bawah atap yang sama.
Kali ini, akankah Hanna kembali memilih dirinya sendiri? Entahlah..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon deborah_mae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARI PERTAMA
Alarm pukul 05.00 subuh berbunyi. Saatnya Hanna bergegas bangun untuk bersiap berangkat bekerja. Namun, dia menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya terlebih dahulu.
Pagi itu sarapannya tumis orak arik telur dan sosis dengan saus tiram dan kecap asin beserta 3 gelas susu hangat untuk memulai hari Hanna dan kedua adiknya.
Pukul 07.00 Hanna berangkat ke rumah sakit untuk mulai bekerja di hari pertama. Tanpa sarapan karena Hanna merasa gugup sehingga tidak berselera untuk makan.
Sesampainya di rumah sakit, Hanna diarahkan untuk ke ruangan HRD. Lalu Hanna beserta dua perawat baru dibawa bersama HRD untuk diperkenalkan ke setiap unit terkait lalu mulai bekerja di unit masing-masing.
Akhirnya Hanna masuk ke ruang kerja setelah dua tahun lamanya berjuang mencari pekerjaan. Semangat, haru dan sedih bercampur jadi satu. Hanna benar-benar bersyukur.
Di ruangan itu terdapat 3 orang wanita terdiri dari Ibu Vannya Manager Finance yang merupakan atasan Hanna, Ibu Roza menjabat sebagai Assisten Manager Finance dan seorang admin Account Payable bernama Angela.
“Hanna, kamu belajar sama Bu Roza ya. Beliau senior RS Graha Sehat yang sudah menjabat selama 25 tahun. Beliau yang bertanggung jawab mengelola semua laporan revenue rumah sakit dan klinik. Nanti, laporan klinik yang sudah kamu tarik dari sistem kita akan kamu kirim ke beliau ya.” Ucap Bu Vannya.
“Sementara ini kamu belajar sama ibu dulu ya, Hanna. Nanti kalau sudah mahir kamu bisa belajar sama Febi. Dia Audit Internal kita. Sekarang kamu siapkan buku dan pena ya. Ibu tunjukkan gimana caranya tarik data excel transaksi rumah sakit dari sistem. Untuk cara tarik data excel transaksi klinik kurang lebih sama” Ucap Bu Roza sembari membuka file laporan revenue dan situs web sistem rumah sakit itu.
Hanna mendengarkan arahan dengan seksama sembari menulis poin-poin penting yang disampaikan Bu Roza. Tak satupun langkah yang tertinggal. Hanna pastikan dia mencatatnya.
Pun tugas-tugas apa saja yang harus dia kerjakan, dia catat dengan lengkap.
Makan siang tiba, waktunya beristirahat dan menyantap makan siang yang Hanna pesan melalui aplikasi ojek online.
Hanna duduk tepat di samping jendela yang terhampar luas menampakkan suasana siang hari di luar rumah sakit. Langit begitu cerah seperti hati Hanna saat itu.
Sambil menunggu jam istirahat selesai, Hanna berkeliling rumah sakit untuk melihat-lihat suasana disana. Barangkali Hanna bisa mengingat tiap jalan di rumah sakit itu untuk menghilangkan suntuk.
Rumah sakit itu sangat luas dan masih ada sebagian kamar rawat inap dalam proses renovasi. Hanna berjalan dengan pelan menyusuri setiap lorong, memperhatikan para perawat yang berlalu-lalang.
Untuk pertama kalinya Hanna bekerja di rumah sakit dan tiba-tiba dia berpikir, “Kayanya disini aku akan belajar jadi orang kuat deh. Kuat ngelihat orang kesakitan, kuat mendengar suara tangisan keluarga di ICU, kuat mendengar kabar pasien yang meninggal.. hmm..”
Karena memikirkan hal itu, Hanna menghentikan perjalananannya dan memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Mungkin lebih baik berdiam diri di ruangan saja sambil scroll sosmed, pikirnya.
Tak lama setelah itu Hanna dikejutkan dengan suara teriakan isak tangis seorang pria di ICU. Dia menangis tak percaya bahwa ibunya pergi untuk selamanya.
Hanna mulai sedikit takut jika harus menyaksikan hal yang sama terus menerus. Dimana dia berusaha untuk sembuh dari luka akan kehilangan, justru di rumah sakit itu dia semakin ditunjukkan apa arti kehilangan yang sesungguhnya.
Namun, Hanna tak mau terusik hanya karena itu. Sebuah kebanggaan bagi Hanna bisa menjadi saksi bisu perjalanan para insan yang berjuang di rumah sakit itu. Disana Hanna belajar menjadi orang yang ber-empati, sopan santun dan ramah kepada orang yang dia temui.