NovelToon NovelToon
ISTRI YANG DIPOLIGAMI

ISTRI YANG DIPOLIGAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Poligami
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Cinta sejati terkadang membuat seseorang bodoh karena dibutakan akal sehat nya. Namun sebuah perkawinan yang suci selayaknya diperjuangkan jika suami memang pantas dipertahankan. Terlepas pernah melakukan kesalahan dan mengecewakan seorang istri.

Ikuti kisah novel ini dengan judul
ISTRI YANG DIPOLIGAMI

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Umar menyipitkan mata, pandangannya tak lepas dari pria muda yang baru saja menyapa Nay dengan senyum ramah. Tatapan pria itu lembut, penuh pesona seolah menyimpan sesuatu yang hanya bisa dirasakan Nay. Mereka berjalan beriringan di pasar, namun hati Umar sudah berkecamuk.

"Siapa laki-laki itu? Kok tatapannya ke Nay seperti... entahlah, penuh pesona gitu. Jangan-jangan dia mantan kekasihmu, ya, Nay?" ujarnya tiba-tiba, nada suaranya bergetar tipis, ada kecemburuan yang tak bisa disembunyikan.

Nay menahan napas, matanya menatap Umar sebentar, kemudian menunduk. Ia merasakan beban pertanyaan itu, seolah harus memilih kata yang tepat.

"Pria itu bukan mantan kekasihku," jawab Nay perlahan, mencoba menenangkan suaminya.

"Memang kami pernah akrab, tapi bukan seperti yang Mas Umar pikirkan."

Wajah Nay sedikit mengeras, ada garis tegang di keningnya saat ingatan tentang masa lalu singgah. Tapi ia tahu, bicara jujur adalah satu-satunya jalan. Umar memandang Nay lebih dalam, matanya berusaha membaca kebenaran di balik kata-kata itu. Gelisah menyusup pelan, membuncah menjadi tanda tanya yang belum terjawab.

Nay tahu benar pria itu sebenarnya penggemar setianya, yang pernah mengungkapkan perasaan suka dengan penuh harap. Tapi Nay menolaknya tanpa ragu, takut kehidupan mereka jadi berantakan. Di dalam hati, Nay berputar-putar,

"Apa yang harus aku lakukan supaya suamiku percaya?" gumamnya, bibirnya mengatup pelan penuh kebimbangan.

Di sampingnya, Umar tetap mematung, matanya sesekali melirik pria tadi. Ia mencoba membaca perasaan Nay, mencari tahu apakah benar ada kisah yang tersembunyi lebih dari sekadar penggemar dan idola. Dadanya sesak, antara ragu dan ingin tahu.

"Mas, jangan cemberut dong. Nanti hilang gantengnya,"

Nay menyentuh lengan Umar dengan lembut, suaranya pelan dan menghibur. Mereka terus berjalan beriringan, mata mereka tertuju pada para pedagang di kanan kiri, tapi pikiran Umar dan Nay terperangkap dalam kegelisahan yang tak terucap.

Umar menggumam pelan, suaranya nyaris tenggelam di hiruk-pikuk pagi.

"Siapa juga yang cemburu," ujarnya sambil menundukkan wajah.

Tapi tiba-tiba rautnya berubah, bibirnya tersungging tak karuan, bikin Nay menahan tawa geli. Rasanya Umar seperti anak kecil yang lagi merajuk tanpa alasan jelas.

Mata Nay kemudian tertuju pada warung sate Madura yang selalu menggoda dengan aroma gurih sate ayam dan kambingnya. Tanpa pikir panjang, Nay menarik lengan suaminya.

"Kita makan sate kesukaan, Mas Umar, yuk," ajaknya lembut sambil menggandeng Umar menuju warung itu.

Anehnya, Umar menurut saja seperti anak kecil yang sedang dibujuk ibunya, langkahnya pelan mengikuti. Saat Nay menuntunnya duduk di bangku kayu panjang yang sudah mulai usang, dia mencondongkan badan ke arah Umar dan membisikkan dengan suara penuh sayang,

"Aku mencintaimu, Mas Umar." Tatapannya tak lepas dari wajah suami yang hangat, penuh kasih yang membuat pagi itu terasa lebih indah.

Umar tersenyum balik, mungkin dia menyadari betapa tidak bosannya Nay membujuknya sejak tadi, mengusir perasaan sebal yang ada dalam hatinya. Sedikit cerita tentang mereka, Nay dan Umar merupakan pasangan muda yang baru saja menikah kemarin. Mereka memang sering mengalami pasang surut dalam menjalin hubungan asmara, namun itulah yang membuat mereka semakin dewasa dan menyadari betapa pentingnya saling memahami. Sampai akhirnya mereka sekarang sudah menikah dan menjadi suami istri.

Umar menatap Nay dengan mata yang lembut, suaranya pelan namun penuh makna,

"Terima kasih, sayang, sudah mengerti aku dan selalu ingin ada di sisiku."

Nay menahan senyum kecil, dadanya terasa hangat. Dalam hati, ia bangga berhasil menarik senyum kembali dari suaminya yang beberapa waktu lalu tampak letih oleh beban hidup. Ia menggenggam tangan Umar erat-erat, seolah ingin menyalurkan kekuatan.

"Waktu terus berjalan, dan kita pasti akan melewati banyak tantangan," bisik Nay dalam hati sambil menatap suaminya.

"Tapi aku yakin, aku takkan pernah lelah mendukung dan menyayangimu, sampai akhir nanti."

Janji yang dulu terucap di pelaminan kini bergetar dalam dada mereka, menjadi cahaya yang menuntun langkah bersama.

*****

Sore itu, dua mobil perlahan meninggalkan rumah kayu milik orang tua Nay. Nay duduk di kursi depan, matanya tak lepas menatap halaman yang mulai mengecil dari kaca jendela. Tubuhnya terasa berat, seolah ingin kembali dan memeluk hangat orang tuanya sekali lagi. Tangannya menggenggam erat tali tas yang ada di pangkuan, jari-jarinya kaku tanpa sadar. Di dalam benaknya, pertanyaan-pertanyaan itu terus berdengung, mengganggu tiap hembusan napasnya.

"Apakah ini keputusan yang tepat?" gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

"Apakah aku benar-benar akan bahagia menjalani hidup baru bersama suami? Dan bagaimana dengan keluarganya? Apakah mereka bisa menerima aku, seperti keluargaku selama ini?"

Sebelum menghadapi semuanya, ia harus kembali ke Semarang dulu, tempatnya bekerja sebagai guru honorer. Pikiran itu menusuk hatinya, berat melepaskan kampung halaman dan orang-orang yang selama ini jadi sandaran. Namun, tatapan mata Nay beralih ke suaminya, Umar, yang duduk di sampingnya. Senyumnya tipis, tapi penuh harap. Dengan napas dalam, Nay mencoba menyiapkan hati untuk melangkah bersama pria itu, melewati segala tantangan yang menunggu di depan.

Nay menatap jalanan yang berkelok di depan mobil, dadanya berdebar antara harap dan gelisah.

“Bagaimana aku bisa menjalani hidup bersamanya? Bisakah kami menyatukan dunia kami yang berbeda?” gumamnya pelan, jarinya meremas tangan Umar di sampingnya.

Umar menoleh, tersenyum lembut tanpa kata, seakan mengirimkan pesan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Di kota Atlas, di tengah keluarga besarnya, Nay bertekad membuktikan betapa dalam cintanya dan bahwa dia siap menjadi istri yang setia. Aura hangat itu terpancar dari genggaman tangan mereka, membuat jarak di antara mereka terasa hancur, meski dunia masih penuh tantangan.

Nay menatap jendela mobil, bibirnya tersenyum tipis tanpa bisa menyembunyikan kebahagiaan yang mengalir deras di dada.

"Apakah kita akan seperti ini selamanya?" batinnya lirih, seolah takut momen manis pengantin baru ini lekas hilang.

Di sekelilingnya, tawa dan ucapan restu keluarga Umar mengisi ruang, namun Nay tenggelam dalam kehangatan cinta yang baru saja lahir. Ia merasakan detak jantung Umar yang berdampingan dengannya, hangat dan menenangkan.

"Aku bersyukur punya kamu," gumam Nay pelan, jemarinya menggenggam tangan Umar erat, seolah tak ingin melepas kebersamaan ini. Umar menoleh, wajahnya penuh perhatian.

"Nay, kamu baik-baik saja kan? Mual nggak?" tanyanya dengan nada lembut saat Nay terdiam lama sepanjang perjalanan. Nay menggeleng cepat, senyum kecil kembali merekah di wajahnya, membawa janji cinta yang tulus dan hangat untuk mereka berdua.

Nay menguap pelan, lalu membenarkan posisi duduknya di kursi.

"Nggak kok, cuma ngantuk saja. Mungkin efek obat anti mabok," jawabnya lembut sambil menyandarkan kepala ke bahu Umar. Umar segera merapatkan diri, matanya menyiratkan keinginan melindungi.

"Tidurlah, sayang," bisiknya hangat di telinga Nay, tangan kuatnya mulai mengelus rambut hitam lembut itu dengan penuh kasih.

Nay menutup matanya sebentar, bibirnya membentuk senyum kecil yang sulit disembunyikan. Hatinya bergetar oleh perasaan beruntung, seperti mendapat hadiah terindah yang tak terucapkan. Di dalam diam, ia bersyukur pada Tuhan atas setiap detik kebahagiaan yang mengalir di samping suaminya.

Sepanjang jalan menuju Jakarta, tangan mereka terus bersatu. Meski baru menikah, kedekatan itu terasa seperti magnet yang tak pernah terpisahkan.

Umar menatap Nay dengan mata yang lembut, napasnya tertahan sebentar sebelum akhirnya terdengar bisik dalam hatinya,

"Aku tak bisa bayangkan hidup tanpa kamu di sisiku."

Nay membalas dengan senyum kecil yang mengembang di bibirnya, seolah mengiyakan perasaan yang sama, seakan mereka benar-benar menjadi satu jiwa yang tak terpisahkan. Di sekitar mereka, beberapa orang mengalihkan pandang dengan rasa iri yang sulit disembunyikan, tertangkap jelas betapa dalam dan tulusnya ikatan itu.

Nay memejamkan mata sejenak, suara hatinya mengalir lembut,

"Bukankah ini awal dari petualangan baru kita bersama, Umar?" Yakin akan cinta mereka, keduanya merasa siap menghadapi segala tantangan yang mungkin datang.

1
Shaffrani Wildan
bagus
Dhani Tiwi
kasuhan nay... tinggal aja lah si umar nay..cari yang setia.
tina napitupulu
greget bacanya thorr...gak didunia maya gak didunia nyata banyak kejadian serupa../Grievance/
Usman Dana
bagus, lanjutkan
Tini Hoed
sukses selalu, Thor
Ika Syarif
menarik
Sihna Tur
teruslah berkarya Thor
Guna Yasa
Semangat Thor.
NAIM NURBANAH: oke, terimakasih
total 1 replies
Irma Kirana
Semangat Mak 😍
NAIM NURBANAH: Terimakasih banyak, Irma Kirana. semoga nular sukses nya seperti Irma menjadi penulis.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!