menceritakan tentang seorang wanita yang terlahir lagi menjadi seorang mafia untuk membalaskan dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ridwan jujun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
belanja
Liana menutup wajahnya menggunakan bantal, setelah kejadian di mana Felix menciumnya ia langsung melemas dan malunya setengah mat1. Liana tengkurap di atas kasur sambil memukul-mukul kasur berkali-kali, telinga dan wajahnya memerah seperti kepiting rebus.
"Ayah~ tolong, Liana gak kuat~" suara yang seperti akan menangis namun bukan menangis tersiks4.
"Felix si4lan! Bisa-bisanya dia melakukan itu pada ku! Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan!!"
Felix memang brutal tapi ia lebih takut lagi jika mereka semua seperti Felix.
Krruuukk~
Liana berhenti memaki saat perutnya berbunyi, Liana mengeluh memegang perutnya.
"Kenapa kau ini selalu berbunyi?! Apa kau tidak tahu kalau aku sedang tidak mau bertemu dengan nya nanti! Bisa gak laparnya di tunda dulu!" kesal Liana.
Krruuuuk~
"Aish!" Liana membanting kepalanya di bantal.
Setelah selesai mengeluh Liana memutuskan untuk keluar mengisi perutnya agar tidak berbunyi terus. Liana sudah tahu denah Mansion ini, jadi ia tidak bingung ingin kemana saja.
Ia celingukan memastikan apakah ada orang atau tidak di lantai bawah, ia melihat 3 orang pria berada di luar karena pintu Mansion transparan jadi ia tahu tanpa harus membuka pintu atau kaca transparan.
Sepertinya itu Arion, Kenzo dan Yohan. Liana pun langsung mempercepat langkahnya ke dapur untuk mencari makanan.
Lagi dan lagi tidak ada bahan makanan, lemari pendingin saja kosong hanya ada air putih yang di dinginkan. Semua lemari dan loker yang biasanya isi bahan makanan atau bumbu-bumbu sama saja tidak ada, kosong lebih tepatnya hanya di isi minuman-minuman keras.
"Sebenarnya mereka ini makan atau tidak sih?!" kesal Liana.
Liana berdecak pinggang kesal kemudian ia menoleh ke belakang, ia bingung apakah ia akan bilang pada mereka kalau dirinya lapar? Tapi ia malu, cuma perutnya sudah tidak bisa menahan lapar.
"Duh~ perut ku makin lama makin berbunyi dan perih, kalau aku telat makan lagi bisa-bisa Ayah marah besar," Liana menggigit jarinya gelisah.
"Terserah deh, intinya aku lapar mau bagaimana pun aku tetap harus hidup! Aku tidak mau mat1 karena kelaparan!"
Lalu Liana keringat bahwa dirinya masih memiliki uang sisa kemarin, jadi ia harus kembali dahulu ke kamar untuk mengambil uangnya.
-
-
"Untung saja aku punya uang sisa, ini saja sepertinya cukup untuk membeli 2 nasi bungkus," gumam Liana.
Liana masih melihat 3 orang yang berdiri di teras Mansion, terlihat mereka sedang fokus membahas sesuatu.
Liana membuka pintu kaca Mansion, karena suara pintu terbuka 3 orang di sana langsung menoleh ke belakang melihat Liana mengeluarkan kepalanya saja.
"Apa yang sedang kau lakukan?!" tanya Arion datar. Kenzo malah terkekeh namun di tutupi oleh kertas-kertas yang ia pegang.
"Aku, mau ke luar sebentar,"
"Mau ngapain?!"
"Emm, hanya sebentar saja kok,"
"Berikan alasannya!"
Liana menghela nafas kemudian keluar dan menutup pintu kembali.
"Kau masih belum ganti baju mu?"
"Baju apa? Aku tidak punya pakaian lain!" protes.
"Bukan kah Felix tadi membawa mu ke kamar dan memberitahu semuanya pada mu?" tanya Kenzo.
Beritahu apa? Eh tunggu!
Liana langsung tersentak dan malah mengingat kejadian tadi, pipi Liana langsung memerah.
"A–ah i–itu ... ya–ya ... a–aku ta–tadi, istirahat sebentar, yah istirahat! Jadi belum sempat ganti baju dan lupa," senyum Liana paksa, padahal Felix tidak mengatakan kalau ia memiliki baju ganti.
Tatapan Arion memincing, rasanya Liana berkeringat dingin sambil tersenyum paksa.
"Lalu, kau mau kemana?!"
"Aku ...." Liana memainkan jarinya sambil menatap Arion, sesekali ia melirik Kenzo yang malah tersenyum menyebalkan.
"Kau ingin kabur?!"
"Tidak! Tidak!" Liana menggelengkan kepalanya.
"Lalu?!"
Akhirnya Liana menghela nafas pasrah, "Aku lapar, aku mau beli sesuatu di luar,"
"Kenapa harus keluar?!"
"Duh~ kalau di sini ada bahan makanan mana mungkin aku keluar untuk membeli makanan!"
Kenzo melirik Arion, "Oh iya, kita tidak pernah membeli kebutuhan makanan. Lebih tepatnya tidak pernah stok makanan," Kenzo.
"Kalian gak makan?" Liana tidak percaya.
"Makan lah, tapi di luar," senyum Kenzo.
Benar juga sih, orang kaya memang begitu. Mereka Mafia mana mungkin masak, tapi biasanya ada pelayan di sini tapi kali ini tidak ada? Tunggu, seingatnya mereka waktu itu memiliki banyak pelayan wanita, tapi kenapa tidak ada satupun di sini? Seharusnya ada, 'kan?
"Gak! Kau tidak boleh keluar!" Arion.
"Apa?" gumam Liana.
"Kau tidak boleh keluar! Tapi, kau boleh keluar jika bersama yang lain! Mana yang lain?!"
Egois sih, cuma dirinya hanya ingin makan.
"Aku cuma sebentar kok belinya, setelah itu aku balik lagi!"
"Kau juga perlu di antar oleh mereka untuk saat ini!"
"Aku tidak akan kabur–"
"Jangan membantah!"
Liana pun memalingkan wajahnya kesal.
"Panggilkan Felix!"
Liana membulatkan mata, "Tidak! Tolong jangan dia!" mohon Liana.
Arion mengangkat alisnya.
"Baiklah aku setuju jika aku di antar, tapi tolong jangan dia ....!" bisik Liana namun suara menekan.
"Memangnya kenapa?!"
"Ya pokoknya jangan! Yang lain saja, aku tidak mau sama dia!"
Kenzo melirik Arion, memangnya apa yang terjadi antara Felix dan Liana? Pikirnya.
"Suruh saja Elvano, dia dan Felix 'kan tidak sibuk," usul Kenzo.
"Yohan, panggilkan Vano!" suruh Arion.
"Baik, Tuan!" Yohan pergi untuk memanggil Elvano.
Tak lama kemudian Yohan dan Elvano datang.
"Ada apa?" tanya Elvano sambil melirik Liana.
"Temani dia keluar!" suruh Arion.
"Kemana?"
Arion tak menjawab karena dirinya sambil menatap kertas-kertas yang ia pegang.
"Liana lapar, kau antar dia beli sesuatu yang ia mau. Dan sekalian saja, ini ...." Kenzo mengeluarkan dompetnya dan memberikan sebuah kartu pada Elvano.
"Sekalian beli bahan makanan, untuk kali ini kita sibuk jadi aku serahkan pada mu," lanjut Kenzo.
"Baiklah! Ayo!" Elvano menarik tangan Liana dengan semangat.
"Ehh! Pelan-pelan!"
-
-
Liana dan Elvano sampai di supermarket, semua mata tertuju pada mobil yang di kendarai oleh 2 pasangan ini, apalagi Elvano memiliki wajah yang tampan dan tubvh yang tinggi. Hanya mereka saja yang paling menonjol diantara semua orang di sini. Tadinya Elvano menawarkan untuk Liana membeli makan dahulu karena katanya lapar, tapi Liana menolak soalnya Kenzo menyuruhnya untuk membeli kebutuhan dapur jadi sekalian aja makannya di rumah.
"Aku tidak tahu apa yang mau di beli," kata Elvano.
"Juga tidak mungkin kalau Kenzo meminta mu untuk membeli bahan makanan," lirik Liana, Elvano mendengus.
Liana mengambil troli belanja namun langsung di rebut oleh Elvano.
"Kau yang milih aku yang bawa," senyumnya.
Liana mendatarkan tatapannya.
Liana memilih sayuran yang bagus dan segar setelah itu ia masukkan ke troli belanja, setelah memilih sayuran ia juga berpindah tempat ke bagian bumbu dapur dari yang instan dan mentahannya. Sekali membeli sepertinya akan banyak, karena di Mansion sama sekali tidak ada makanan.
Liana juga membeli daging karena permintaan Elvano, serta Liana membeli makanan yang sudah instan agar saat kelaparan mereka bisa langsung makan yang praktis.
Setelah selesai berbelanja, mereka ke tempat pembayaran.
"Kalau buah, perlu tidak?" tanya Liana melihat jejeran buah si sampingnya sambil berjalan.
"Boleh, itung-itung ada cemilan buah,"
Liana akhirnya membeli macam buah dan tak lupa Elvano juga membeli minuman untuk stok mereka.
"El, di rumah masih banyak minuman loh!"
"Memangnya kenapa?" enteng Elvano.
"Kenapa beli lagi kalau masih banyak di rumah?"
"Tidak apa, yang di rumah itu kurang," Elvano mengambil 2 kotak minuman.
"Kurang? El!"
"Iya, sayang~?"
Blus.
Wajah Liana memerah, intonasi Elvano menyebut panggilan itu sangat lah mengg0da. Tidak, bukan saatnya untuk memikirkan hal itu jangan berpikiran mesvm! Pikir Liana.
"Kau mau membeli 2 kotak? Apa kau gil4?!"
"Gil4? Ini hal yang wajar,"
"Wajar apanya?!"
"Ayolah sayang, minuman ini hanya pelampiasan saat aku tergil4-gil4 dengan mu,"
"Alasan yang tidak logis!"
"Tidak logis? Kau mau kita semua menerkam mu secara bersamaan?"
"A–apa?!"
Elvano tersenyum kemudian menaruh 2 kotaknya di troli satunya, karena ia tadi mengambil lagi khusus untuk minumannya.
"Jika nanti aku menerkam mu, minuman ini sebagai ganti mu untuk mereka. Tidak mungkin 'kan kau bisa menahan 8 serangan sekaligus?" senyum miring.
"Kau ini gil4 yah?!"
"Iya, karena mu," senyum Elvano.
"Kau ini benar–"
Cup.
Elvano mengecvp bib1r Liana sekilas dan membuat Liana mematung, dan ada banyak orang yang menyaksikan mereka karena tempat ini juga masih tempat umum.
Elvano tersenyum kemudian mendorong troli meninggalkan Liana yang mematung.
Liana tersadar dan berbalik melihat kearah Elvano yang berjalan terus.
"Kurang aj4r! Elvano!"
-
-
Sesampainya di rumah.
Liana masih kesal pada Elvano, bisa-bisanya saat di tempat umum Elvano berani melakukan hal itu, 'kan jadi malu dilihat orang-orang di sana.
Elvano meminta anak buahnya yang sedang berjaga membantu membawa belanjaan mereka yang banyak hingga meminta 6 anak buah.
Elvano memerintahkan anak buahnya untuk di bawa ke dapur, Liana berdecak pinggang melihat belanjaan yang banyak tergeletak di lantai.
"Banyak banget!"
Ternyata yang lain datang.
"Wajar, karena kita tidak pernah makan di rumah," ujar Lucas.
"Kotak itu minuman 'kan?" tunjuk Carlos pada 2 kotak yang bertumpuk.
"Tentu saja! Tapi bukan kadar tinggi," Elvano tersenyum.
Liana mendengus melirik Elvano, "Padahal di rumah masih banyak minuman malah beli lagi!"
Elvano menoleh dan tersenyum, "Aku tadi sudah bilang, kalau minuman ini hanya–"
"Sssstttt! Cukup! Aku tidak mau mendengarnya lagi!"
Yang lain saling melirik satu sama lain.
Liana berjongkok di depan belanjaan, ia bingung mau di taruh mana semua belanjaan ini.
"Sepertinya kita harus cari pelayan Mansion deh," Lucas.
"Pekerjakan saja, cukup 1 orang!" Arion.
"1 orang?" Liana menyahut.
"Kenapa?" datar Arion.
"Mansion sebesar ini cuma 1 pelayan? Rugi dong,"
"Apanya yang rugi?!"
"Mansion ini besar, bukan kah kalau 1 pelayan saja kurang? Dan tidak mungkin dia akan membereskan semua tempat di sini, belum masaknya juga,"
"Ada kau!"
Seketika tatapan semua orang mengarah pada Arion.
"Coba katakan sekali lagi?!" Felix tak terima.
Arion memutar bola matanya.
"Kau mau Liana yang jadi pelayan di Mansion ini?! Kau gil4?!" Felix mengguncangkan baju Arion.
"Dia 'kan juga jaminan hutang," enteng Arion.
"Kau mau tidak? Kau ku tukar dengan sebotol minuman?"
Arion tidak merespon malah diam tak bersalah, apalagi tatapan datarnya.
"Kau saja yang jadi pelayan!" tambah Carlos.
"Kau kurang nutrisi, yah?!" Edgar melirik sinis.
Mereka pun ribut, Liana menghela nafas sambil memegang keningnya. Kenapa ada Mafia yang 0taknya dangkal seperti mereka? Ini bukan mereka yang waktu itu, mereka itu Mafia tegas dan kejam bukan sebaliknya.
Revan menghampiri Liana.
"Kau pasti lelah, sebaiknya istirahat saja. Biar anak buah kita yang membereskan ini," Revan mengabaikan keributan.
"Tidak, untuk masalah membereskan nya sepertinya aku butuh anak buah kalian. Aku harus mengolah semuanya,"
"Tidak perlu semuanya, cukup untuk mu saja,"
"Lah kalian? Gak butuh makan kah?"
"Soal kita tidak perlu khawatir, masak saja untuk mu. Maaf, untuk sementara ini kau akan memasak sendiri karena kita belum merekrut pelayan wanita di Mansion. Biasanya yang mempekerjakan mengurus Mansion adalah Yohan dan anak buahnya, masalah memasak tidak ada,"
Aneh sekali, ia ingat betul bahwa di kehidupan sebelumnya mereka memiliki banyak pelayan. Jika ini termasuk perubahan kehidupan, kenapa seakan-akan seperti menggambar namun kurang bahan. Apa ada yang terlupakan tentang pembuatan kehidupannya?
"Hey, sudah hentikan!" Kenzo melerai, dari tadi mereka ribut cuma karena ucapan Arion.
"Sepertinya ucapan Edgar benar, kau kekurangan nutrisi!" kesal Felix.
"Gizi buruk!" tambah Carlos.
Arion menatap mereka datar, dirinya di maki juga tidak bereaksi.
Menyebalkan memang pria satu ini, gak ada bedanya dengan kehidupan sebelumnya.
•••
TBC.