Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 08
Suasana dikediaman Prasetya sangat memanas. Semua tampak terdiam saat Lina memberikan peringatan pada Davin untuk berjaga jarak dengan Karina.
Kalingga berdeham, pertama kali memecah keheningan. "Lina.. Tenangkan emosimu." pintanya dengan lembut, memegang bahu Lina menenangkan.
Untuk diam sesaat Lina menepis tangan Kalingga yang mencoba menenangkannya. Ia bingung berapa kali Davin, putranya untuk menjauhi Karina.
"Dengar Davin, apa istimewanya Karina?" suara Lina tampak frustasi dan heran pada Davin.
Ia melangkah mendekat, menarik kerah kemeja putranya—untuk menatap matanya. Benar-benar menatap matanya. Ia ingin tahu mengapa Davin begitu tertarik kepada Karina.
Davin hanya tersentak pelan, membeku. Ia ingin menjawab namun segera Lina memotongnya dengan cepat.
"beritahu ibu, dimana letak kemiripan Karina dengan mendiang adikmu? Dia hanya putri tiri Wirya!" bentak Lina. Kalingga memegang tangan Lina untuk berhenti memarahi Davin
"Jangan ganggu aku! Ini urusanku dengan putraku! Aku ingin tahu kebodohan apa yang mengotori otaknya." Lina memperingati Kalingga—suaminya untuk tidak ikut campur.
Kalingga mematung kalah, bukan ia tak punya wibawa untuk mengendalikan sebuah keluarga. Namun ia begitu sadar diri. Ia hanyalah pria beruntung yang menikahi putri kaya seperti Lina.
pernikahan mereka politik, murni dari hasil perjodohan. Lina tak pernah mencintai Kalingga. Namun Kalingga mencintai istrinya sejak awal mereka berjumpa.
Kalingga merasa tak punya kemampuan untuk berkuasa dikeluarga ini seperti semestinya seorang kepala keluarga. Jika Kalingga mengatur sedikit pada suatu masalah, Lina akan langsung beritahu tempat asalnya.
Itu sangat menyakitkan baginya.
Lina kembali menatap Davin, cengkeramannya semakin kuat pada kerah kemeja Davin. Membuat Davin menggigil ketakutan.
"Ibu perhatikan kau semakin dekat dengan Karina.. Dia hanyalah seorang anak tiri. Tidak memiliki kekuasaan apapun pada keluarga Wiranata, bodoh." cibir Lina dengan kasar tak peduli menyakiti Davin begitu parah.
Sejak kecil Lina selalu mendidik Davin menjadi pria yang berkuasa dan mengendalikan.
Hingga suatu kelak nanti Davin bisa menjadi orang yang membanggakan dan dipuja banyak orang.
keluarga Prasetya banyak sekali menerima kritikan karena ia menikahi pria petani seperti Kalingga. Mereka menikah karena perjodohan mendiang neneknya, Emilia—karena Kalingga menyelamat Emilia saat dijalan pedesaan yang sepi dan terkena begal.
Ini memang tak masuk akal, Emilia hanya merasa kalau sikap Kalingga yang dewasa dan rendah hati sangat cocok untuk cucunya yang keras kepala dan angkuh.
"Karina sangat mirip dengan Viona—"
"Mirip seperti apa?! Dia tidak kembar dengan mendiang adikmu! Kau buta!" teriak Lina hingga dadanya naik turun dengan cepat diliputi emosi yang berlebihan.
Davin langsung terdiam, tersentak. Ia sudah biasa mendengar Omelan ibunya. Namun entah kenapa hari ini sangat beda—seolah seluruh beban yang dirasakan ibunya menimpa dirinya.
"Dengar anak bodoh." bisik Lina penuh dengan ancaman dan peringatan. "Kau harus memperbaiki hubunganmu dengan Selena. Jika aku melihat kau berdekatan dengan Karina lagi, aku akan membuatmu hancur dan mengurung mu."
Davin tertunduk pasrah, ia mengangguk ringan. Tubuhnya gemetar karena takut dan juga sedih karena ia akan memiliki jarak dengan Karina.
"Ya, ibu." sahut Davin pelan, Lina melepaskan tangan nya dari kerah kemeja Davin.
Bahunya tegap dan nafasnya memburu karena amarah dan frustasi yang memuncak. Lina melirik Kalingga dan Davin, seolah mereka sangat beban dikeluarga ini.
"Ayah dan putra sama saja, sama-sama tidak berguna dikeluarga ini." bisiknya kasar sebelum berjalan pergi dari hadapan mereka berdua.
Kalingga menghela nafas berat, entah sampai kapan Lina berhenti menatap dirinya dan putranya dengan tatapan hina.
Namun ia juga berusaha untuk membuat Lina jatuh cinta kepadanya. Ia sangat berusaha agar keluarga mereka baik-baik saja dan penuh kebahagiaan seperti keluarga normal lainnya diluar sana.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Selena melepaskan semua gaun yang dipakainya saat pertemuan dengan keluarga Prasetya.
Melepaskan semuanya dengan kepenatan dan rasa puas.
Satu orang Selena kendalikan sekarang yaitu Lina. Wanita serakah akan kekuasaan dan harta akan tunduk kepadanya.
Ia melepaskan sarung tangannya dari tangannya. Membuka rambut peraknya yang disanggul menyesakkan di atas kepalanya.
Selena terkekeh pelan. "Davin apa yang kau lakukan selanjutnya? anak mama sepertimu pasti tak akan berani melawan ibumu."
Selena sudah membayangkan bagaimana Davin frustasi dan putus asa. Disisi lain Davin harus menuruti perintah ibunya disaat Davin dilanda kasih sayangnya pada Karina.
"Aku bingung kenapa kau mengundurkan pertunangan mu dengan Davin?" pertanyaan itu tiba-tiba terlontarkan—karina berdiri tiba-tiba di depan pintu kamar Selena.
Selena berdiri tegap, matanya tetap tenang. "Suka sekali menerobos masuk kamar orang lain ya? Terutama kau mencuri pakaianku." Selena melirik pakaiannya yang dipakai Karina tanpa bilang pada dirinya.
Senyum sinis tersungging di bibir Karina. Ia melirik pakaian yang masih dipakainya. "Sepertinya kau harus mulai mengikhlaskan barang-barang mu Selena ... Ayahmu, rumahmu, Davin, hartamu, pakaianmu akan sepenuhnya milikku."
Nafas Selena memburu karena tekanan amarah yang memuncak, ia melangkah mendekat. Menatap Karina dengan tajam. "Jangan terlalu percaya diri Karina, terkadang kepercayaan diri bisa jadi lubang kematianmu sendiri. Aku akan pastikan kau akan masuk kedalam perangkap mu sendiri."
Karina memutar matanya, terkekeh sinis. Ini menggelikan. "Ayahmu saja sudah berpihak kepadaku begitupun Davin kesayanganmu."
Karina merasa dirinya unggul dalam hal apapun. Ia merasa putri beruntung karena begitu mudah menguasai panggung keluarga Wiranata.
Dengan gerakan cepat Selena mencengkram rambut hitam Karina. Menarik dan meremasnya dengan kuat, emosinya tersalurkan pada tangannya.
Mata Karina membelalak, ia meringis kesakitan. mencengkram lengan Selena untuk menghentikan Selena berhenti menjambak rambutnya.
"Dengar Karina ... Aku akan buktikan aku tak akan kalah darimu, ibumu dan kau berhak menghadapi masalah besar. Dan dimulai hari ini, bersiaplah." bisik Selena penuh dengan ancaman. Ia tak akan tinggal diam.
Selena tak akan memasuki lubang yang sama seperti dikehidupan sebelumnya. Ia akan membuat Karina dan ibu tirinya—evelyn yang masuk kedalam lubang itu.
Karina dengan paksa melepaskan tangan Selena dari rambutnya. Nafasnya terengah-engah karena marah dan sakit.
Matanya masih melotot penuh amarah dan dendam, tangannya terangkat menunjuk wajah Selena. "Aku tak akan kalah denganmu! Aku akan menjadi panggung utama dikeluarga Wiranata!"
Selena hanya terkekeh pelan, ia mencondongkan tubuhnya. Bibirnya membisikkan sesuatu. "Sstt.. Jangan teriak-teriak Karina. Kau tidak mau tahu kan ayahku tahu kebusukan mu?"
Karina menegang, ia melupakan itu. Ayah tirinya masih belum tidur dibawah sana.
Selena mengambil pisau buah yang di tergeletak dibawah meja dekat keranjang pisau.
Ia melayangkan pisau itu pada Karina yang dengan cepat Karina menahannya, melotot tak percaya apa yang dilakukan Selena kepadanya.
"Apa yang kau lakukan?!" teriak Karina. pisau itu Selena sengaja menekannya pada telapak kanannya..
Darah menetes bersamaan dengan langkah kaki yang semakin dekat.
Selena menjatuhkan dirinya dilantai, meringis kesakitan. Menatap tangannya yang berdarah karena pisau, pisau itu tergeletak dilantai dengan sisa darahnya.
Sementara Karina membeku, bingung haru berbuat apa. Ingin membentak dan menyalahkan kembali Karina namun Wirya sudah ada didepan pintu kamar bersama ibunya.
"Selena? Apa yang terjadi?!" Wirya segera berlari menghampiri Selena, mengenggam pergelangan tangannya. Banyak darah yang keluar.
Selena merintih kesakitan sembari terisak pelan, tubuhnya bergetar seperti mencerminkan korban yang ketakutan.
tatapan Wirya menajam pada Karina, meminta penjelasan. "Aku.. Aku tidak bermaksud, kakak selena—"
Dengan cepat Selena memotong ucapan Karina. Ia tak akan membiarkan Karina mendapatkan keadilan. ia menangis pelan membenamkan wajahnya didada ayahnya.
"Aku hanya bertanya mengapa Karina memakai pakaianku, dia tersinggung. Lalu marah kepadaku dan mencoba melukaiku dengan pisau buah." suara Selena serak dengan air mata terus menetes dikedua pipinya merasa tersakiti.
"Tidak—bukan seperti itu!"
"Cukup!" bentak Wirya dengan tegas, tangannya semakin memeluk Selena.
Selena mendongak, kedua matanya penuh air mata. "Aku bilang kepadanya jika semua bajuku boleh dipakai Karina.. Namun dia tampak tersinggung dan langsung marah kepadaku."