Maria bereinkarnasi kembali setelah kematiannya yang tragis oleh tunangannya yang mengkhianati dirinya, dia dieksekusi di kamp konsentrasi milik Belanda.
Tragisnya tunangannya bekerjasama dengan sepupunya yang membuatnya mati sengsara.
Mampukah Maria membalaskan dendamnya ataukah dia sama tragisnya mati seperti sebelumnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 NIKAH KONTRAK
Kediaman Grand duke Herman terlihat lapang karena hanya dilengkapi oleh sedikit vas-vas bunga berukuran besar yang dipajang di tiap sudut ruangan.
Maria berjalan beriringan bersama Rexton, laki-laki dari Inggris yang bertamu ke rumahnya. Dan akan menginap disini untuk waktu yang tidak ditentukan.
Langkah kaki mereka terdengar menggema keras sepanjang jalan di ruangan luas itu.
"Ngomong-ngomong kalau boleh aku tahu, apakah kau lahir disini ?'' Rexton membuka pembicaraan diantara mereka.
"Mmm, yah, aku lahir dan besar disini karena papaku dikirim dari Nederlands sebagai komandan distrik dan sekarang papa ke wilayah gumente", sahut Maria.
"Pastinya dia akan pergi sangat lama kesana", kata Rexton agak kecewa.
"Sudah seminggu papaku pergi bertugas kesana, kami tidak tahu kapan tepatnya dia akan pulang karena papa jarang sekali menelpon", kata Maria.
Gaun panjang dari sutra yang dikenakan oleh Maria tampak menyapu lantai ketika dia berjalan menelusuri jalan di ruangan rumahnya yang luas.
"Tidakkah ada jalur yang menghubungkan saluran telepon ke wilayah gumente ?" tanya Rexton.
"Kudengar fasilitas infrastruktur disana masih minim sekali bahkan jalur lintasan kereta juga jarang ada", kata Maria.
"Apa tidak ada pekerja untuk proyek itu ?" tanya Rexton.
"Aku kurang paham masalah pemerintahan karena peranku disini hanyalah seorang wanita biasa yang tidak memiliki kekuasaan", sahut Maria.
"Apa yang kau kerjakan dirumah ?" tanya Rexton.
"Hampir tidak ada, terkadang aku hanya membaca atau menulis buku", sahut Maria.
"Hobi yang bagus buat perempuan karena seharusnya wanita lebih menjaga dirinya dirumah daripada diluar sana", kata Rexton.
"Pemikiran konservatif tidak terlalu bagus juga buat perempuan karena kita sebagai wanita merasa hak-haknya dipersempit", kata Maria.
"Kenapa kau tidak meminta saja pada papamu untuk membangunkanmu pabrik supaya kau lebih berkreasi ?" tanya Rexton.
"Aku terlalu sungkan memintanya", sahut Maria.
Maria masih ingat bagaimana dia meminta uang dalam jumlah besar pada papanya yang dipakai olehnya hanya buat keperluan usaha kopi untuk Prinsen. Dan Maria sangat menyesali tindakan bodohnya itu karena lebih mementingkan laki-laki jahat daripada dirinya sendiri maupun keluarganya.
"Sebenarnya aku bercita-cita memiliki lahan kopi sendiri di Fort de Kock, sayangnya aku tidak punya uang untuk itu sedangkan meminta pada papa, aku sangat malu", lanjutnya.
Tiba-tiba Rexton menarik Maria mendekat ke arah dinding, mereka saling berdekatan dan berpandangan lekat.
''Kau bisa mempunyai itu semua kalau saja kau mau nikah kontrak denganku, aku membutuhkan seorang wanita yang bisa kukendalikan agar tugasku disini berjalan mudah", kata Rexton.
Sejenak Maria tertegun, pandangannya melekat tajam pada Rexton yang juga menatap dirinya.
"Apa ?" gumamnya lalu tersadar cepat.
Maria mencoba mengalihkan perhatiannya agar dia tidak terbujuk oleh ucapan Rexton yang agak aneh.
"Kedatanganku kemari karena tugas intelijenku dari pemerintahan Inggris untuk memantau kerja pejabat VOC disini", ucap Rexton.
Maria tertawa lirih, dipandanginya wajah Rexton yang tampan.
"Rupanya anda salah alamat datang kemari, apalagi meminta bantuanku, aku adalah putri bangsawan Belanda dan mana mungkin aku mengkhianati VOC, tuan Rexton...", ucapnya.
Rexton tersenyum samar lalu menjauhkan dirinya dari Maria.
"Yah, kau benar, aku salah alamat datang ke tempat ini...", ucapnya.
Rexton mendongak ke atas lalu menghela nafas panjang.
"Semestinya aku pergi ke rumah pelacuran dan meminta penghuni rumah neraka itu membantu misiku di Land-en Volkenkunde ini...", ucapnya dalam logat Inggrisnya yang kentara.
"Jangan !" cegah Maria seraya menahan tangan Roxten.
"Kenapa tidak ?" balas Roxten bertanya.
"Aku bersedia melakukannya selama kau berjanji bahwa pernikahan kontrak kita hanya kita yang tahu", ucap Maria.
"Keluargamu ?" tanya Rexton.
"Mereka tidak perlu tahu akan hal ini, biarkan kita saja yang tahu hal ini, akan lebih baik dan aman kalau hal yang kita lakukan hanya sedikit yang tahu", sahut Maria.
Maria mencengkram kuat-kuat lengan Rexton agar dia dapat mempertahankan pernyataannya itu.
"Kau serius ?" kejar Rexton tak percaya.
"Ya, aku serius bahkan jika kau menginginkan seorang anak pun maka aku juga akan menyanggupi permintaanmu itu", kata Maria dengan sungguh-sungguh.
"Benarkah itu ?" gumam Rexton tertegun.
Maria mengangguk cepat sepertinya dia ingin meyakinkan Rexton akan keseriusannya.
"Ya, benar, aku menerima tawaranmu itu dan aku mengatakannya dengan serius", ucapnya.
Maria menatap tegas kepada Rexton yang berada dihadapannya saat ini, dan pandangan mereka berdua saling beradu tajam.
Namun Rexton hanya tertawa seakan-akan yang dia katakan bukan hal yang serius, tapi candaan belaka.
"Kenapa kau tertawa ?" tanya Maria lalu menepiskan lengan Rexton.
"Aku tertawa karena aku merasa puas. Kenapa ? Sebab aku bisa mendapatkanmu lebih mudah daripada yang aku bayangkan sebelumnya...", sahut Rexton.
Rexton menarik tubuh Maria ke arah dirinya kemudian dia menyandarkan Maria kembali pada dinding rumah.
"Kau harus tahu bahwa rencanaku menginap disini hanyalah akal-akalanku saja supaya aku bisa mendapatkanmu, Maria", sahutnya seraya tersenyum.
"Dan artinya kau telah merencanakan semua ini sebelum datang kemari, apakah gubenur yang menyarankan ide gila ini ?" tanya Maria.
Rexton tertawa ringan sembari membelai lembut pipi Maria yang memerah panas.
"Tentu saja tidak, mana mungkin aku memberitahukan misi intelijenku pada gubenur yang menjadi target operasiku, sama saja aku menyerahkan sembilan puluh sembilan nyawaku pada musuh", ucapnya.
Rexton tersenyum ambigu dan terus memandangi Maria, sesekali tangannya yang nakal bermain-main di bibir ranum milik Maria.
"Bagaimana bisa pria membiarkanmu melajang lama sedangkan aku tidak tahan melihatmu kesepian", lanjutnya. "Kupikir bahwa semua laki-laki VOC tidak normal karena membiarkanmu masih perawan, Maria", sambungnya lugas.
Maria memalingkan muka, berusaha menghindari rayuan Rexton namun laki-laki berwajah tampan itu segera menahannya.
"Jika aku membiarkanmu menciummu sekarang juga maka aku akan segera melegalkan hubungan pernikahan kontrak kita tanpa perlu lagi berpura-pura pada semua orang", ucap Rexton.
"Untuk perkenalan pertama kita, tidak ada hubungan fisik sementara, aku bersedia nikah kontrak denganmu asal kau mau membantuku", kata Maria.
"Membantumu ?" tanya Rexton sembari menaikkan kedua alisnya ke atas.
"Ya...", sahut Maria tegas.
"Oh, begitu, ya, ternyata ada udang galah sedang bersembunyi di balik batu, apakah batu itu besar atau kecil ukurannya", kata Rexton tersenyum sinis.
"Terserah apa yang kau katakan, tinggal kau jawab bersedia atau tidak maka keinginanmu segera aku penuhi", kata Maria.
"Kau licik juga, Maria", ucap Rexton sembari tertawa.
"Terserah...", sahut Maria.
Maria mendorong pelan Rexton agar menjauh darinya tapi laki-laki berwibawa itu segera menariknya kembali.
"Jangan pergi, Maria !" perintahnya pada Maria lalu ditahannya kedua tangan Maria ke atas.
"Lepaskan aku, Rexton atau aku akan menjerit !" ancam Maria.
"Jika kau lakukan hal itu maka semua akan berakhir buruk dan aku tidak bisa membantumu lagi, Maria", sahut Rexton dengan sorot mata tajam ke arah Maria.
"Dan artinya kamu bersedia membantuku ?" tanya Maria yang membalas tatapan Rexton dengan sorot mata tegas.
"Ya, aku bersedia membantumu, katakanlah saja bahwa semua ini adalah proses transaksi diantara kita, Maria", sahut Rexton.
"Baiklah, kita sepakat. Aku bersedia nikah kontrak denganmu. Kapan ?" jawab Maria dengan bertanya.
"Secepatnya, kalau bisa hari ini kita lakukan nikah kontraknya karena aku tidak suka bertele-tele orangnya", kata Rexton.
"Sekarang ?" tanya Maria tertegun. "Bagaimana kita bisa nikah kontrak secepat itu ? Sedangkan kita tidak punya persiapan apa-apa saat ini ?"
"Sederhana saja jawaban dari semua pertanyaanmu itu karena aku telah mempersiapkannya", sahut Rexton.
Rexton mengeluarkan setumpuk lembaran kertas dari balik jas seragam militernya lalu ditunjukkannya kepada Maria.
"Ini adalah surat nikah kontraknya, dan kau tinggal menandatanginya atau membubuhkan saja cap jari milikmu pada surat ini !" ucapnya sembari memandang serius.