Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 1,part 4
Malam kian larut, bayi satu bulan yang sedari tadi menangis juga kini perlahan tenang dalam dekapan ibunya yang kini telah menyender pada sofa santai.Bayi itu, perlahan tertidur pulas dalam dekapan hujan yang kembali terdengar.
Perlahan, suasana hangat berubah menjadi tegang. Pak Tias mengetuk-ngetuk jarinya dimeja, menatap tajam pada putranya yang saat ini meremas jarinya gelisah. Anja menatap sendu, rasa pedih perlahan-lahan muncul dalam kepalanya, mungkin karena telah habis efek dari obat biusnya tadi.
"Ada yang ingin kamu katakan, Reka?" cetus Pak Tias penuh tuntutan. Reka semakin tertunduk, sementara Bu Niar nampak meremas telapak tangan suaminya untuk memperingatkannya agar tetap tenang.
"Ada yang ingin kamu jelaskan mengapa kamu berada dikamar Anja dengan tubuh bugil? Bukankah tadi kamu bersumpah bahwa itu sebuah kesalah fahaman?" Anja tak sama sekali bereaksi saat kejadian memalukan itu dibunyikan sebagai alarm dalam ingatannya. Sementara Reka masih juga enggan untuk mengatakan sesuatu.
"jawab papi, Reka!" bentak pak Tias tak sabar. Mata ibunya sudah berkaca-kaca, perasaannya berusaha menampik kabar buruk yang baru saja menyusup dalam pendengarannya. Bayi itu juga menggeliat, terganggu dengan suara sekiranya.
"Papi sudah memberi kesempatan, apa itu artinya kamu salah?"
"Anja, jangan takut. Ceritakan apa yang telah terjadi terhadapmu!"
"Dia, dia yang menaruh obat pada minumanku!" Sela Reka cepat seraya menunjuk Anja dengan tuduhan. Kepala Anja terangkat, menatap wajah pak Tias dengan isyarat penolakan.
"Kamu menuduhnya melakukan perbuatan itu, apa ada bukti?"
"Bukti, tidak! tapi dia pasti sudah melakukannya!"
"Bod*oh !" Maki pak Tias geram mendengar ucapan putranya yang tak masuk akal.
"Mami, papi... Kalian yang tahu kepribadianku selama ini. Mbak Erna, mbak percayakan kalau Reka tidak akan berbuat hal semacam itu untuk merugikan seorang gadis?"Reka berkelit berusaha membuat keluarganya percaya.
"Aku sudah berpacaran dengan Silvi selama satu tahun, apa kalian percaya sekalipun aku tak pernah berani menciumnya. Itu pacarku , yang seharusnya kalau mau berbuat sesuatu aku tidak harus takut karena aku bisa menikahinya. Tapi,aku benar-benar gak mau merugikannya, apalgi ini... Calon kakak ipar aku sendiri!"
"Lalu perbuatanmu tadi? Apa menurutmu semua orang tak punya mata?"cecar pak Tias tak habis pikir. "Dan bekas yang kamu tinggalkan pada leher Anja, apa kamu mau mengatakan kami juga buta?"
"Dia pasti sengaja melakukan ini!"
"Reka!" cemooh pak Tias memotong pembelaan putranya.
"Sungguh mam, aku juga tak tau mengapa ini terjadi!" Reka masih berusaha membela diri "Saat itu, aku baru selesai berbincang dengan orang tua Silvi, kemudian aku berjalan-jalan kehalaman belakang rumah mereka sambil menunggu Silvi yang bersiap-siap untuk pergi keluar.Hanya saja, ada sesuatu yang terjadi pada tubuhku. Aku berinisiatif untuk mengistirahatkan tubuhku, bahkan berencana untuk membatalkan janji dengan Silvi. Itu sebab aku masuk ke kamar Anja karena aku pikir itu kamar tamu karena begitu terpencil"Jelas Reka menceritakan apa yang ada dalam pikirannya saat itu.
"Namun... Namun siapa sangka bahwa itu kamar Anja dan saat itu Anja baru saja selesai mandi. Aku tak tau apa yang terjadi dengan tubuhku, namun sungguh... Kejadiannya begitu cepat, semuanya gelap dan saat itu aku benar-benar tak bisa mengendalikan diri."
"Kak Anja kan, aku baru sadar kakak begitu cantik!" kata-kata itu merasuk pada jiwa Reka begitu semua orang terdiam dan menatapnya penuh penilaian. Ia meringis, tersadar luka itu disebabkan tepat saat ia baru saja mengucapkan kata-kata kejinya tadi.
"Lalu, bagaimana kamu dapat menjelaskan kalau yang menaruh obat dalam minumanmu itu Anja?" Reka terdiam dihadapkan pada pertanyaan yang menyudutkannya.
Bu Niar bangkit dan berpindah tempat duduk disisi Anja. Matanya basah menanggung sesal atas kesalahan putranya, telapak tangannya yang hangan mengusap-ngusap pergelangan tangan Anja dengan lembut.
Erna juga bangkit untuk membawa putrinya kekamar, namun tak lama karena setelah itu dia kembali dan mengambil tempat duduk disebelah adiknya.
"Tahukah kamu seberapa besar kesalahanmu,Reka?"Pak Tias menjeda.
"Kamu sudah melecehkannya, kamu juga telah memfitnahnya. Apa kamu berani mengakui bahwa dia tidak bersalah sama sekali? Lihat Reka, dahimu yang luka... Bukan kah itu gelas yang dipukulkan Anja kepadamu untuk mempertahankan kesuciannya? Bibirmu yang berdarah dan bengkak, bukankah itu bekas gigitan Anja karena berusaha membela diri? Pergelangan tangannya yang memar, bukankah itu bekas ikatan kencang yang kamu lakukan agar tubuhnya tetap diam?"Ungkapnya dengan perasaan kecewa. Reka tertunduk tanpa berniat membela diri karena dia sadar betul apa yang dikatakan papinya itu semuanya benar.
"Anja masih muda, belum menikah. Adakah kamu sekarang melihat masa depan pada dirinya? Apabila nanti dia menikah dan suaminya mempertanyakan kesuciannya, menurutmu bagaimana? Reka, papi tak pernah begitu kecewa terhadapmu seperti ini!" Anja menggigit bibir, menahan serangan nyeri pada hatinya yang bertubi-tubi. Dadanya tak lagi mampu menahan luapan yang begitu menyakitkan, air matanya tak lagi bisa dicegah dan tubuhnya berguncang menahan sakit yang dalam. Ini sakit, lebih sakit dari apapun.
semangat kak author 😍