Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 05
"Gawat, gimana ini? Kalau Ibu dengar suara laki-laki yang angkat telepon, habislah aku."
Anya tampak panik. Ia tidak mungkin mengangkat telepon itu dengan keadaannya yang sekarang.
Ibunya sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit jantung. Jika ibunya mendengar suara laki-laki yang mengangkat teleponnya, jelas ia akan berpikir yang tidak-tidak.
Anya segera berlari ke kamar dan menggedor pintu kamar mandi dengan keras.
Brak-brak!
Arka yang baru saja selesai mandi dibuat meradang. "Apa lagi sekarang, Anya?!"
"Cepat keluar, ini penting banget. Aku mohon," ucap Anya dengan nada memelas.
Arka segera membuka penutup matanya dan keluar. Ia menatap Anya dengan tatapan bingung.
"Apaan sih?"
Anya menyodorkan ponselnya. "Aku mohon, jawab telepon ini. Ini dari ibuku, aku tidak mungkin menjawabnya."
Arka berlalu begitu saja, tidak menghiraukan permintaan Anya. Ia duduk dengan angkuh di ranjang, kedua tangannya menumpu di kasur.
Melihat itu, Anya memelototi Arka, tanpa sadar buah dadanya hampir terlihat. Anya segera mencari sesuatu untuk menutupi tubuhnya. Ia melihat kemeja dan mengenakannya pada Arka.
Arka menolak, namun tatapan tajam Anya membuatnya menurut.
"Sekarang kamu makin berani padaku, ya? Bahkan memerintahku seenaknya," gerutu Arka kesal.
"Aku tidak punya pilihan. Ini tubuhku, jadi aku harus menjaganya," jawab Anya dengan nada tegas.
Anya menautkan kedua tangannya. "Ayolah, aku mohon. Tolong jawab telepon dari ibuku. Dia sedang dirawat di rumah sakit, kalau aku tidak menjawab, dia pasti akan khawatir. Aku janji akan menuruti semua perkataanmu."
Mendengar tawaran Anya, Arka tak kuasa menyembunyikan senyumnya. Ia segera meraih ponsel itu dan menjawab,
"Halo, Bu," ucapnya datar.
"Dasar anak nakal, kenapa lama sekali diangkat? Apa mereka mempersulitmu lagi?" tanya Margaret, ibunda Anya, dari seberang sana.
Arka langsung melirik Anya, yang segera mengalihkan pandangannya dan sedikit menjauh.
"Tidak, Bu. Mereka baik banget padaku, kok."
"Benarkah? Bukannya kamu bilang mereka selalu menindasmu, apalagi leadernya itu? Ya sudahlah, apa pun itu, Ibu harap kamu tetap kuat, ya, Sayang. Ibu harap semua ini cepat berlalu dan kamu bisa terbebas dari semuanya," tutur Margaret.
Ia menambahkan, "Jangan lupa jenguk Ibu di sini, ya. Ibu kangen."
"B-baik, Bu," jawab Arka.
Setelah selesai menelepon, Arka meletakkan ponsel itu di atas kasur dengan kasar.
Ia berdiri dan mendekati Anya. Matanya menajam, seolah tak terima dituduh menindas.
Anya terus mundur hingga punggungnya menabrak dinding. "Aku ... aku bisa jelaskan."
"Apa yang mau kau jelaskan, hah?! Jadi, selama ini kau menganggapku menindasmu? Kau menyimpan dendam padaku? Kau tidak suka padaku, iya?!" cecar Arka.
Arka mendekat, menempelkan kedua tangannya di dinding, mengurung Anya.
Jarak mereka yang begitu dekat membuat Anya gugup. Walaupun di depannya adalah dirinya sendiri, tetap saja di dalamnya bersemayam Arka, lelaki yang dulu pernah ia kagumi.
Anya mendorong kepala Arka dengan jari telunjuknya yang menempel di dahi.
"Sudahlah, cepat ganti pakaianmu, lalu sarapan," ujar Anya.
Dengan pipi merona, Anya segera berlari menuju dapur.
"Sial! Gara-gara tubuh kecil ini, dia jadi semakin seenaknya," gerutu Arka.
Anya menunggu Arka dengan gelisah di dapur. Ia berdiri sambil terus menggosok permukaan piring yang sedang dicucinya.
Pikirannya melayang, memikirkan semua kekacauan yang terjadi. Ia memikirkan nasibnya, pekerjaannya, dan juga kondisi ibunya.
Tanpa disadarinya, Arka sudah duduk di meja makan sambil menatapnya dengan heran.
"Aneh," gumam Arka.
Arka menatap Anya. "Hei! Kau sudah makan belum? Mulai sekarang, makanlah makanan yang biasa kumakan. Awas saja kalau kau makan sembarangan dan membuat tubuhku gemuk. Ingat, sekarang kau ada di tubuhku!"
Anya tersentak dan berbalik. "Baik ...."
Anya memakan makanan itu dengan ekspresi tidak suka. Karena sebelumnya Anya memang tidak pernah memperhatikan makananya itulah yang membuat tubuhnya menjadi lebih gemuk.
Arka juga membuat kesepakatan dengan Anya. Sekarang, mereka akan tinggal bersama dan bekerja sama agar tidak ada yang curiga bahwa jiwa mereka telah tertukar.
Arka juga berjanji akan sering menjenguk ibunya, asalkan Anya ikut bersamanya. Meskipun mereka tidak tahu sampai kapan pertukaran jiwa ini akan berlangsung.
Arka juga menjamin Anya tidak akan dipecat, setidaknya sampai jiwa mereka kembali ke tubuh masing-masing.
"Tapi, aku punya satu permintaan," sela Anya.
Arka mengerutkan kening. "Apa itu?"
"Jangan pakai pakaian seksi seperti itu!" teriak Anya sambil menunjuk ke arah tubuh Arka.
Anya, yang kesehariannya selalu berpakaian rapi dan sopan, tentu saja merasa malu melihat Arka hanya mengenakan kemeja tipis tanpa pakaian dalam.
"Lalu, aku harus pakai apa?" Arka melihat ke tubuhnya, menatap gundukan yang sedikit menonjol dari balik kemeja. "Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi mana aku tahu."
"Akh! Kau membuatku gila! Setelah ini, kita akan pulang untuk mengambil pakaianku," ujar Anya sambil menghentakkan kakinya.
Arka melotot saat melihat Anya bersikap feminim. "Jangan lakukan itu! Kau membuatku terlihat seperti banci, tahu gak?!" sergah Arka.