Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Selama Janur Masih Bergoyang
Aditya masih menolak kenyataan, dirinya masih menentang takdir jika harus merasakan patah hati yang kedua kali.
Belum ada satu bulan, dua kejadian yang mematahkan hati harus dia alami secara bertubi-tubi. Dia tidak mau pasrah begitu saja.
Ia sedang memikirkan cara.
Ingin dekat, tetapi belum saling kenal. Ingin melamar, tetapi dia sudah dilamar. Ingin melupakan, tapi tidak bisa.
Berhari-hari ia galau sendiri. Ingin keluar dari lingkaran setan itu, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Ingin berdoa meminta tolong pada Tuhan biar didekatkan, tetapi dia tidak begitu dekat dengan Tuhannya.
Ini seperti bukan cinta yang tumbuh subur karena dipupuk lama seperti perasaannya kepada Claudia yang tidak diragukan lagi jika itu adalah perasaan cinta karena sudah belasan tahun lamanya, rasanya tetap sama. Tapi yang dia rasakan kepada Nadia ini apa? Lebih menggebu bahkan berhasil meracuni pikirannya.
Cinta atau cuma penasaran saja? Pikirnya bingung sendiri.
Nadia bukan wanita yang sesuai kriterianya. Dia sangat berbeda jauh dibanding Claudia yang mendekati tipe sempurna sesosok wanita idaman untuk cocok dijadikan istrinya.
Nadia tidak terlalu cantik, tidak bermake-up, dan tidak modis secara penampilan. Dia juga tidak tinggi sepantaran, tidak terlihat seperti wanita mandiri yang dia senangi seperti wanita muda masa kini.
Namun, entah apa yang membuat pikirannya kini berpusat pada sosoknya yang bahkan dalam sekejapan mata bisa menggantikan sosok Claudia yang selama ini bersemayam di singgahsana hatinya dan yang sampai kemarin masih belum bisa dia terima kenyataan bahwa akhir bulan ini Claudia akan menikah dengan pria lain.
Namun, setelah pertemuannya dengan Nadia, seakan semua pengkhianatan yang dilakukan Claudia bisa terlupakan begitu saja.
Apa mungkin karena ia pikir sosok Nadia yang beda dari yang lain? Dia yang terlihat anggun dan menarik bagi Aditya yang mungkin tidak pernah dia lihat perempuan yang serupa dengannya sebelumnya.
Nadia membuatnya pusing tujuh keliling. Senyumannya tidak bisa pudar dari ingatan, garis bibirnya saat tersenyum kala itu yang membentuk bulan sabit dan membuat matanya menyipit, sungguh manis membuat Aditya malu dan salah tingkah sendiri hingga lupa waktu dan tempat saat mengingatnya.
Plak!
"Gila loe, senyum-senyum sendiri. Waras, loe?" tepukan di bahu oleh temannya yang mengejutkan dia ketika sedang salting sambil duduk di sisi meja bar sore itu.
Untuk tidak terlalu memikirkan Nadia yang membuat pikirannya stuck pada sosoknya, dia sering berkunjung ke bar milik temannya.
Aditya yang kepergok tengah senyum-senyum sendiri sebab sedang membayangkan sosok Nadia tersenyum di depan matanya, tetapi bayangan itu hilang karena tergantikan sosok monster yang kini muncul berkacak pinggang di hadapannya.
“Mabuk, lo? Hello?!” kata teman prianya yang melambaikan tangan di depannya.
"Haha," balas Aditya malah tertawa.
"Gendeng nih orang. Malah ketawa," ujar temannya.
“Lagi jatuh cinta?”
Aditya lantas mengangguk mengakui.
Glek. “Hm. Gue punya crush baru,” ujarnya sembari menuang kan lagi minuman di gelasnya yang kecil.
Denis. Teman sekaligus pemilik bar itu.
Dia yang lantas duduk di kursi kosong di sebelahnya, meminta bartender menuangkan minuman di gelasnya.
“Siapa? Udah move on dari yang sebelumnya?”
“Ada deh, tapi ada sedikit struggle-nya,” kata Aditya yang meneguk minumannya, lalu mengelengan kepala sebab ia rasakan begitu sengak aroma kuat yang menusuk indra penciumannya.
“Apa struggle-nya?”
Denis menunggu sampai temannya selesai merasai aroma minumam yang diteguk terlalu banyak.
“Dia udah nerima lamaran orang lain.”
“Waduh, rumit, Bro. Tapi,…”
Jika pertemanan mereka adalah pertemanan orang yang waras, maka teman Aditya pasti akan menegurnya dan mengatakan jika tidak baik melamar seorang perempuan yang sudah dilamar.
“Gue ada ide,” ujar teman prianya.
Teman Aditnya yang itu memanglah teman yang baik, tetapi belum tentu teman yang benar.
“Apa, Den?” tanya Aditya begitu tangan pria itu merangkul bahunya.
Ia berbisik, “Selama janur kelapa mang Aji masih bergoyang-goyang di pohonnya, maka tidak ada yang tidak mungkin buat dapatin cewek itu. Siapa? Ayo kita ajak mabok bareng di sini, gas! Sehari bisa langsung jadian.”
“Hush! Gilak, Lo! Gak mungkin, dia cewek baik-baik.”
“Wah, wah, sebaik apa memang?”
“Gak mungkin minum, dia.”
“Masa? Pasti cewek kampung nih. Perempuan kampung mana yang lo sukai?”
Aditya tidak lagi menjawab, tetapi ia setuju dengan ucapan temannya barusan jika janur masih bergoyang, dia masih punya harapan.
Secuil kalimat itu berhasil memotivasi dirinya untuk bisa mendapatkan hati Nadia sebelum dimiliki orang lain.
Pemandangan kota di luar yang menarik perhatian membuatnya menoleh menikmati jalan raya di bawah langit menjelang malam, tetapi tiba-tiba matanya menangkap jelas sesuatu yang lebih menarik perhatian ketika sebuah bus berhenti di seberang jalan tempat dimana dia duduk di sisi jendela. Seorang perempuan berhijab turun dari dalam bus itu.
Matanya menajam, dia setengah bangkit dari duduknya untuk memastikan ke luar. Tidak mungkin salah melihat, dia menemukan sosoknya benar ada di depan mata.
Glek glek, Aditya meneguk tandas minumannya. Matanya masih terus memperhatikan ke bawah.
“Lihat apaan, sih? Polisi?” kata teman prianya itu yang melongok ke halaman parkir gedung itu.
Plak-plak-plak. Aditya menepuk bahu temannya.
“Dia ada di bawah!” tunjuknya.
“Hah, siapa?"
"Nadia, cewek yang gue ceritain!"
"Serius? Mana?” tanya Denis ikut mencari ke bawah. Yang maa, bahkan ada banyak cewek di bawah sana.
“Serius. Ada di halte seberang!” jawab Aditya sambil mengelap bibirnya.
“Lo tadi bilang selama janur masih bergoyang, kan? Denis, gua butuh bantuan lo sekarang. Cepat!” kata Aditya menarik tangan temannya supaya turun dari kursi dan ikut dengannya.
“Wah, bener. Udah mabok, nih, orang! Halu,” ucap Denis yang tidak mempercayai sebab kini langkah teman prianya itu tidak benar dan serampangan.
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran