NovelToon NovelToon
Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Blurb:

Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.

Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.

Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.

Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.

Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?


Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5

Wajah Christopher menggelap. Nafasnya memburu dan penuh dengan amarah yang sudah tidak terbendung lagi. Dan dalam satu gerakan kasar, tangannya mencengkeram rambut Mia dan memaksakan wajah perempuan itu menengadah agar menatapnya.

"Alasan aku ingin bercerai denganmu..." ucapnya dengan suara dingin dengan penuh tekanan. "Karena aku sudah melihat semua kebenarannya."

Tatapan Christopher menajam.

"Ini tidak ada hubungannya dengan Lusy. Dan aku... sama sekali tidak pernah mencintaimu."

Mia tertegun. Matanya membulat lalu bibirnya bergetar pelan. "K-Kamu... berbohong."

Christopher mendesis rendah. "Lee Mia, kau pikir aku tidak tahu bahwa kau hanya berpura-pura menjadi korban disini? Bagiku, kau itu hanyalah beban."

Suaranya meninggi. "Kalau aku kembali bersama Lusy, itu bukan urusanmu!"

Ia mendekat, wajahnya tepat di depan Mia. Tatapannya mengandung ancaman yang nyata. "Dan dengarkan ini baik-baik. Jika kau berani membuka mulutmu kepada ibuku tentang hubungan kami... Aku akan membuatmu menyesal seumur hidup."

Setelah itu, ia melepaskan cengkeramannya dan mendorong tubuh Mia hingga terhempas ke lantai.

Tanpa sepatah kata lagi, Christopher membuka pintu dan melangkah keluar.

Mia tergeletak di lantai dan tubuhnya bergetar hebat. Matanya memerah, kemudian tangisnya pecah disela-sela jeritan putus asa.

"Kalau kalian memang ingin kembali bersama... LALU KENAPA?!"

Isak tangisnya berubah menjadi amarah yang membara. "Selama aku belum menandatangani surat cerai itu... hubungan kalian tetaplah perselingkuhan!"

Ia menatap pintu yang terbuka, ucapan berikutnya suaranya berubah menjadi lolongan marah dan perih. "Ahn Lusy... pelacur sialan itu tetaplah perusak rumah tangga orang!"

Langkah Christopher terhenti di ambang pintu. Ia berbalik dengan perlahan. Mimik wajahnya kini diliputi amarah yang jauh lebih gelap. Tanpa bicara lagi, ia menghampiri Mia dalam beberapa langkah panjang.

BRAKK!!

Tendangannya menghantam perut Mia tanpa ampun. Tubuh Mia meringkuk seketika, namun belum sempat ia menarik nafas, satu tendangan lain menghantam dadanya.

Mia mengerang, tubuhnya menggeliat di lantai. "A-Aarrggh...!"

Christopher mengeluarkan sebatang rokok dari saku jasnya. Dengan gerakan tenang, ia menyalakannya, lalu berlutut di hadapan Mia. Ia menghisap rokok dalam-dalam sebelum kembali menjambak rambut Mia dan memaksanya menatap ke atas.

"Kau sendiri yang cari mati, Mia," ucapnya dingin.

"Jangan salahkan aku jika aku akan mengabulkannya. Kau sudah melewati batas kesabaranku."

Mia terengah dan perutnya terasa sakit yang luar biasa, namun matanya tetap menatap pria di depannya.

"Apa... kau pikir ibumu akan setuju dengan perceraian ini?" desisnya lemah.

Ia terbatuk menahan rasa sakit, namun ia tetap melanjutkan, "Kau pikir dia akan menyambut pelacur seperti Lusy ke dalam rumahnya?"

"Jangan lupa... aku masih pemilik saham Lee Crop Company. Dan aku masih istri sahmu... sampai surat itu disahkan."

Tatapan Christopher berubah liar. Dalam ledakan kemarahan yang membabi buta, tangannya kembali mencengkeram kepala Mia dan dengan kasar menghantamkannya ke lantai.

DUKK!!

Darah mengalir dari pelipis Mia. Tubuhnya seketika lunglai dan beberapa detik kemudian matanya perlahan terpejam. Kesadarannya mulai memudar.

Christopher berdiri dengan tenang, menatap tubuh tak berdaya itu tanpa ekspresi. Ia menghembuskan asap rokok ke udara dengan rasa tidak bersalah.

Lalu ia meninggalkannya dalam kegelapan dan sunyi.

-⬤-

Cahaya putih yang sedikit menyilaukan, menyambut kamar rawat inap saat Mia perlahan membuka matanya. Aroma antiseptik rumah sakit langsung menusuk di indra penciumannya. Pandangannya kabur, tapi ia bisa merasakan kelembutan bantal di bawah kepalanya dan denyut sakit yang masih terasa di pelipisnya.

"Ugh... di mana aku?" gumamnya lemah.

Sosok pria paruh baya yang duduk di samping ranjang langsung bangkit dari duduknya dan segera mendekati Mia.

"Syukurlah Anda sudah sadar, Nona," ucapnya dengan wajah lega. "Anda sudah koma selama dua hari."

"Dua... hari?" Mia mengulang sambil matanya melebar.

"Dokter bilang Anda mengalami gegar otak ringan. Tapi kini Anda sudah melewati masa kritisnya," jelas pria itu, Paman Jack, orang kepercayaan keluarga Lee sejak lama.

Sebelum Mia sempat bertanya lebih lanjut, pintu kamar rawat terbuka. Sosok Christopher masuk dengan langkah tenang dan wajah tanpa ekspresi, dan pandangannya langsung tertuju pada tubuh Mia yang terbaring pucat, lengkap dengan perban di pelipisnya.

"Ibuku ada di sini," katanya datar. "Tutup mulut sialanmu itu."

Kata-katanya bagai cambuk bagi Mia. Belum sempat ia membalas ucapannya, pintu kembali terbuka. Seorang wanita elegan masuk dengan langkah cepat, wajah cantiknya dipenuhi dengan rasa kekhawatiran. Tanpa ragu, ia langsung menghampiri Mia dan menggenggam tangan pucat gadis itu.

"Mia... Apakah kamu masih terasa sakit?" tanyanya cemas.

"Kalau iya, katakan saja," lanjutnya, lalu menoleh sekilas ke arah anaknya. "Aku akan memukulnya kembali untukmu!"

Mia langsung menarik tangan Irene dan menggeleng pelan kemudian tersenyum lemah.

"Tidak apa-apa, Ibu. Kelihatannya memang mengerikan, tapi aku tidak merasa sakit, kok."

Irene mengerjapkan mata, lalu menatap tajam ke arah putranya.

"Christopher! Ke sini sekarang!"

Pria itu mendekat, meski jelas terlihat tidak nyaman. Belum sempat ia membuka mulut, tiba-tiba satu tamparan keras mendarat di pipinya.

PLAKK!!

"I-Ibu...?" Christopher menatap ibunya dengan tatapan tidak percaya.

"Berani-beraninya kau bicara soal perceraian?!" Irene membentak dengan mata yang membara. "Aku hanya pergi sebentar untuk urusan bisnis, dan kau memperlakukan Mia seperti ini?!"

Napasnya memburu, suaranya gemetar karena amarah. "Apa aku mengajarkanmu menjadi pria seperti ini? Sekarang kau bahkan tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan!"

Mia menatap ibu mertuanya tidak percaya. Tak pernah ia bayangkan bahwa Irene, ibu mertua yang selama ini tampak terlihat lembut dan tenang saat bersamanya, akan menampar anak kandungnya sendiri hanya demi membelanya.

Irene menatap putranya dengan sorot mata yang tajam. Suaranya meninggi, menusuk udara seperti petir yang menggelegar.

"Aku peringatkan, Christopher. Jangan pernah lagi mencoba menjalankan ide-ide gilamu itu. Kau pikir bisa membodohiku dengan cara seperti ini?"

Christopher terdiam, tetapi sorot matanya menggelap.

Irene melangkah lebih dekat dan nada suaranya semakin tajam.

"Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau telah membawa kembali perempuan itu? Lusy?" Suaranya menggema tegas di ruangan putih rumah sakit. "Segera akhiri hubungan kalian. Kalau tidak, aku sendiri yang akan menghancurkan hidupnya!"

Christopher mengepalkan tangannya dengan kuat. Pandangannya melirik tajam ke arah ranjang, lebih tepatnya ke arah Mia. Namun bibirnya tetap terkatup rapat dan memilih untuk bungkam.

Irene belum selesai, ia melanjutkan, "Apa kau tahu perempuan macam apa Lusy itu? Dulu dia—"

"Ibu!" seru Mia dengan cepat, suaranya lembut namun dengan sorot wajah memohon. "Ibu pasti sangat lelah setelah penerbangan panjang dari Australia. Lebih baik ibu beristirahat dulu, ya…"

Ia memaksakan senyumnya guna mencoba mengalihkan suasana. "Paman Jack akan menjagaku dengan baik disini. Ibu tidak perlu khawatir."

Irene menoleh pada Mia, ia tampak masih ragu. Tapi sebelum ia bisa menjawab, asistennya masuk dan berbisik pelan di telinganya.

"Nyonya, proyek dari Singapura sudah dinegosiasikan. Kita harus kembali untuk penandatanganan segera."

Irene menghela napas panjang, lalu mengangguk. "Baik. Tapi sebelum itu..." Ia menatap semua orang yang ada di dalam ruangan. "Aku ingin berbicara sebentar dengan menantuku. Keluar dulu, semuanya."

Jack dan semua yang ada disana, kecuali Mia, memberi hormat singkat dan keluar. Pintu ditutup dengan rapat. Irene duduk di samping ranjang lalu menggenggam tangan Mia dengan hangat dan tulus.

"Mia…" ucapnya pelan, suaranya melunak drastis. "Tentang Christopher… keluarga kami sungguh minta maaf padamu. Semua ini terjadi karena kesalahan kami. Khususnya aku."

Mia menatap wanita paruh baya itu dengan mata membelalak. Irene tampak menyesal. Sangat menyesal.

"Aku yang menyuruh Lusy pergi," lanjut Irene. "Aku memberinya uang dalam jumlah yang besar agar dia menjauh dari kehidupan Christopher. Tapi yang dia minta bukanlah uang, melainkan izin belajar musik di luar negeri. Aku pikir masalahnya sudah selesai. Tapi ternyata, dia kembali lagi… dan menjebakmu. Semua ini adalah salahku."

Mia menunduk. Hatinya terasa sesak. "Ibu, aku tidak apa-apa…"

Irene meremas tangan Mia lebih erat.

"Kau adalah menantuku yang paling pantas. Kau adalah orang yang tulus, lembut, dan penuh dengan kesabaran. Sayangnya, putraku belum cukup dewasa untuk menyadari itu semua… Tapi aku berharap suatu hari nanti dia bisa melihatmu dengan hati yang benar."

Mia tak mampu berkata apapun. Matanya berkaca-kaca, tapi ia menahannya agar tak jatuh.

Beberapa menit kemudian, Irene berdiri dan melangkah keluar. Di luar kamar, Christopher berdiri bersandar di dinding. Dan saat melihat ibunya keluar, ia langsung menegakkan tubuhnya.

"Ibu, lebih baik beristirahat dulu sebelum ke Singapura," ucapnya kaku.

Irene menatap putranya dengan dingin. "Tidak perlu."

Ia mendekat dan menatap langsung ke mata Christopher. "Jaga Mia baik-baik. Dia adalah satu-satunya hal yang masih membuatku bangga padamu."

Tanpa memberi kesempatan untuk menjawab, Irene berbalik dan melangkah pergi dengan anggun. Christopher tetap berdiri di sana. Kemudian menoleh sebentar ke arah pintu kamar Mia, tetapi ia tidak ada niatan untuk masuk ke dalam sana. Sebaliknya, ia melangkah menjauh, keluar dari rumah sakit dan kembali ke dunianya yang penuh ego dan bayang-bayang Lusy.

***

Suasana ruang kerja Christopher dipenuhi oleh keheningan, yang hanya dipecah oleh suara halaman majalah yang dibalik dengan perlahan. Di atas sofa berkulit mewah, Lusy duduk dengan santai sambil mengunyah camilan dan membaca majalah musik.

“Aku sungguh merasa sangat bosan…” gumamnya lalu menghela napas panjang.

Lusy menutup majalah itu, kemudian meletakkannya di meja kecil di samping sofa, lalu ia bangkit berjalan menuju meja kerja Christopher.

Christopher baru saja selesai membaca sebuah dokumen penting. Ia meletakkannya perlahan, lalu mengangkat wajahnya. Tatapan tenangnya langsung mengarah pada perempuan yang baru saja mendekat.

“Ada apa?” tanyanya, bibirnya menyungging senyum tipis penuh dengan sindiran. “Seorang pemalas seperti dirimu turun dari sofa? Apakah dunia akan kiamat?”

Lusy tersenyum kecil, ia tidak tersinggung sedikit pun. Ia bersandar lembut di sisi meja, rambut panjangnya tergerai rapi, dan matanya menatap Christopher dengan penuh ketenangan.

“Aku hanya ingin melihatmu, kau sepertinya sangat kelelahan,” katanya dengan manja, “jadi kupikir… kenapa tidak sedikit membantumu, Direktur?”

Christopher menatap perempuan itu lebih lama dari biasanya. Ada sesuatu dalam tatapannya yang sulit diartikan, bukan sekadar nostalgia, tetapi juga penyesalan yang mendalam. Ia mengangkat tangan, lalu dengan lembut mengusap rambut Lusy.

“Bisa bersamamu lagi seperti ini…” ucapnya pelan, “…rasanya seperti aku kembali hidup.”

Lusy diam sejenak. Ia tak menjawab, hanya menatap pria di hadapannya dengan pandangan yang tidak biasa.

“Kau terlalu memikirkan hal-hal yang sudah terjadi, Chris,” katanya.

Christopher menunduk sejenak, lalu menarik napas panjang.

“Lusy… maafkan aku.” Suaranya terdengar berat. “Empat tahun terakhir pasti sangat berat untukmu. Semua ini karena kesalahanku. Aku terlalu pengecut untuk memperjuangkanmu.”

Ia menatap Lusy dengan mata yang kini terlihat lebih jujur. “Seandainya waktu itu aku langsung meminta Ibu agar mengizinkanku menikah denganmu… kau tidak akan harus berjuang sendirian di luar negeri.”

Lusy menunduk, lalu perlahan tersenyum. Senyumnya begitu tipis.

“Aku tidak pernah menyalahkanmu, Chris,” ucapnya dengan lembut. “Karena bagiku… yang terpenting adalah kenyataan bahwa kau masih berada di sisiku sekarang.”

.

.

.

.

.

.

.

- TBC -

1
partini
semoga hati kamu benar benar mati rasa untuk suami mu Mia,
partini
semoga kau cepat mati Mia
partini: mati rasa Thor sama cris bukan mati raga atau nyawa hilang ,,dia tuh terlalu cinta bahkan cinta buta
dan bikin cinta itu hilang tanpa bekas
Phida Lee: jangan dong, kasihan Mia :(
total 2 replies
partini
drama masih lanjut lah mungkin Sampai bab 80an so cris nikmati aja
Sammai
Mia bodooh
partini
oh may ,ini satu satunya karakter wanita yg menyeknya lunar binasa yg aku baca ,,dah crIs kasih racun aja Mia biar mati kan selesai
Phida Lee: nah bener tuh kak 😒
total 1 replies
partini
crIs suatu saat kamu tau yg sebenarnya pasti menyesal laki laki tergoblok buta ga bisa lihat
Mia Mia cinta butamu membuat dirimu terluka kamu jg sangat goblok ,, wanita kaya kamu tuh ga bisa move on ga bisa sukses terlalu myek2 kamu ,,so enjoy lah
Sammai
Mia terlalu bodoh kalau kau terus bertahan untuk tinggal di rumah itu lebih baik pergi sejauh jauhnya coba bangkit cari kebahagiaanmu sendiri
partini
dari sinopsis bikin nyesek ini cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!