Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5.
Perlahan Kafisha mulai membuka pintu kamar Ardian, menyembulkan kepalanya masuk memastikan keberadaan Ardian, hingga sesaat kemudian ia menangkap sosok tinggi tegap tersebut sedang berbaring di atas tempat tidur dengan pakaian kerja yang masih melekat pada tubuhnya.
"Pak....pak Ardian.....pak...." hingga beberapa kali menyerukan nama pria itu, namun pemilik nama tak kunjung memberi respon.
"Biarkan saja, sepertinya pak Ardian ketiduran." gumam Kafisha.
"Irin...." Baru saja Kafisha hendak kembali menutup pintu, Ardian terdengar mengigau. Awalnya Kafisha mengabaikannya, namun pria itu kembali terdengar mengigau. "Aku merindukanmu, sayang."
"Ada apa dengan pak Ardian???." merasa penasaran sekaligus khawatir, Ia pun memberanikan diri mendekati tempat tidur Ardian, melambaikan tangan di depan wajah pria itu akan tetapi tak kunjung mendapat respon dari Ardian. dengan tangan bergetar, Kafisha kembali memberanikan diri menyentuh kening pria itu. "Ya Tuhan... badannya panas sekali, sepertinya pak Ardian demam." batin Kafisha yang tak berani bersuara hingga membangunkan Ardian nantinya.
Di satu sisi Kafisha tidak ingin Ardian kembali menuding dirinya yang bukan-bukan karena keberadaannya di sana, namun di sisi lain jiwa sosialnya tak tega membiarkan begitu saja seseorang yang tengah sakit tanpa memberikan pertolongan.
"Kau tidak perlu melakukan sesuatu yang pada akhirnya justru membuatmu menjadi sasaran kemarahan pak Ardian, Fisha..."
"Walau bagaimanapun sebagai sesama manusia kau berkewajiban menolongnya, sekalipun Ardian sendiri tidak mengharapkan pertolongan darimu, Fisha." Kafisha masih diselimuti kebimbangan, hingga pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk mengambil handuk serta air hangat di dapur.
"Ada apa, Non???." tanya Bibi mendapati keberadaan Kafisha di dapur.
"Aku ingin mengambil air hangat dan juga handuk kecil, bi. Pak Ardian sedang demam, suhu badannya panas sekali." jawab Kafisha hendak mengisi air hangat ke dalam baskom kecil.
"Ya Tuhan....pak Ardian demam, Non???."
Kafisha mengangguk.
"Sini, biar bibi yang mengambil air hangatnya, Non Fisha kembali saja ke kamar bapak!!!." kata bibi ikut mencemaskan kondisi majikannya itu.
Kafisha telah kembali ke kamar Ardian, menatap pria dewasa yang kini masih berbaring dengan posisi yang sama. tak lama kemudian, bibi pun menyusul dengan membawa baskom kecil berisi air hangat serta handuk kecil
"Ini air hangat serta handuknya, Non."
"Makasih ya, bi."
Kafisha mulai mencelupkan handuk ke dalam Air hangat kemudian mengompres dahi Ardian, berharap demam pria itu segera turun dan suhu badannya kembali normal seperti sediakala.
"Duduk sini, Non." bibi mengambilkan kursi dan mempersilahkan Kafisha menempatinya. Ia merasa iba jika Kafisha harus terus berdiri karena tak berani mendaratkan bobotnya di tepi tempat tidur.
"Makasih, bi. Bi..."
"Iya, non."
"Tetap di sini temenin Fisha ya!!!!." pinta Kafisha dengan wajah memelas dan Bibi sangat memahaminya. "Baik, Non." jawab bibi.
Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari, dan Kafisha masih tetap terjaga di samping tempat tidur Ardian.
Mungkin karena kelelahan, Kafisha pun akhirnya tertidur dengan posisi duduk, hingga pada pukul lima pagi Ardian yang terbangun karena merasa haus dibuat terkejut menyaksikan keberadaannya. Sementara bibi, wanita itu sudah kembali ke dapur sejak setengah jam yang lalu sehingga saat Ardian terbangun hanya Kafisha yang ada di sana.
Ardian memang membenci Kafisha, tapi entah mengapa kali ini pria itu merasa tak tega membangunkan apalagi sampai memarahi wanita yang kini tengah mengandung darah dagingnya tersebut. Cukup lama Ardian terdiam, mencerna situasi yang terjadi padanya hingga sesaat kemudian pandangannya menangkap baskom kecil serta menyadari handuk kecil yang masih menempel pada dahinya. Ia pun mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin dan akhirnya ia berhasil mengingat kondisinya yang terpaksa harus pulang lebih awal dari kantor karena merasa kurang enak badan.
Ardian memalingkan pandangan ke samping kala menyadari pergerakan Kafisha, dan tak lama kemudian wanita itu pun membuka matanya dengan perlahan. Tak butuh waktu lama bagi Kafisha untuk mengingat situasi yang terjadi. "Maaf, semalam aku han_."
"Lain kali tidak perlu merepotkan diri mengurusku!!!." potong Ardian dengan nada dan juga raut wajah datarnya.
"Kau tahu, bagaimana tersiksanya saya menghadapi semua ini??."
Sesaat kemudian pria itu menarik sudut bibirnya ke samping hingga menciptakan sebuah seringai di sana. "Wanita sepertimu mana peduli dengan perasaan orang lain." sambung Ardian dengan nada sindiran, bahkan pria itu tak menatap lawan bicaranya.
"Sama seperti bapak, aku pun merasa sangat tersiksa dengan semua ini. aku sadar bapak sangat membenciku. Tetapi, daripada bapak membuang waktu untuk terus memupuk kebencian padaku, akan lebih baik jika kita sama-sama berusaha meyakinkan mbak Irin untuk mengakhiri semua ini. Sungguh, aku pun sudah sangat lelah menjalani ini semua."
"Dan yang paling penting untuk bapak ketahui, aku tidak pernah meminta ataupun menerima sepersen pun uang dari mbak Irin, seperti yang bapak tuduhkan padaku."
Semua pengakuan Kafisha mampu mengalihkan pandangan Ardian pada istri keduanya itu, terlebih wanita yang selalu terlihat tegar dimatanya tersebut kini berurai air mata. Ya, untuk pertama kalinya Ardian melihat Istri keduanya itu menjatuhkan air matanya. Dahulu, sekalipun Ardian melontarkan kalimat pedas bahkan memarahinya secara terang-terangan, Kafisha sama sekali tidak pernah terlihat menitihkan air mata, tapi sekarang wanita itu berurai air mata dihadapannya.
Setelahnya, Kafisha pun pamit meninggalkan kamar Ardian.
"Jika bukan karena uang, lalu untuk apa wanita itu bersedia menuruti permintaan Irin???." Ardian diselimuti kebingungan.
Ditengah kebingungannya, Ardian memutuskan menghubungi asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya.
Keesokan harinya.
"Bi...."
"Iya, pak." bibi bergegas menuju lantai dua di mana majikannya itu berdiri dengan gurat kesal menghiasi wajah tampannya.
"Kenapa pakaian kerja saya belum disiapkan, bi???." protes Ardian.
Ya, sejak kejadian kemarin, Kafisha memutuskan untuk tak lagi menyiapkan pakaian kerja Ardian. Bukannya tersinggung apalagi sampai marah dengan sikap sinis Ardian, karena ia sendiri cukup tahu diri akan posisinya, namun Kafisha ingin meminimalisir adanya tudingan-tudingan dari Ardian dengan cara menghindari intensitas pertemuan dengan pria itu.
Bibi tak langsung menjawab, wanita paruh baya tersebut justru menatap ke arah pintu kamar Kafisha yang letaknya tepat di sebelah kamar Ardian.
"Apa Non Fisha masih tidur ya???? tapi nggak biasanya jam segini mbak Fisha belum bangun." batin Bibi.
"Bi...." seruan Ardian sekaligus menyadarkan bibi dari lamunannya.
"Iy_iya pak."
"Cepat siapkan pakaian kerja saya!!!." titah Ardian dengan wajah kesalnya. tanpa sadar pria itu melirik ke arah Pintu kamar Kafisha, sebelum kembali ke kamarnya.
"Pagi Non Fisha."
"Pagi, bi." balas Fisha dengan senyum ramahnya. Setelah menyaksikan dari balik jendela kamar mobil Ardian telah bergerak meninggalkan rumah, barulah Kafisha keluar dari kamarnya. Ia yang hendak mengambil air dingin di kulkas lantas menoleh ketika menyadari Bi Inah menyusul langkahnya. "Ada apa, bi???."
"Bibi mohon, besok jangan bangun telat lagi ya Non! Soalnya bibi takut kalau sampai dapat amukan lagi dari bapak karena pakaian kerjanya belum disiapin." pinta bibi dengan wajah memelas.
"Kan ada bibi yang bisa menyiapkannya. Lagian Mau Fisha ataupun bibi yang menyiapkan, sama saja bukan." jawab Kafisha seraya melanjutkan pergerakannya mengambil sebotol air dingin dari dalam kulkas.
"Beda dong Non... Pokoknya bibi nggak mau lagi nyiapin pakaian kerja bapak, takut bibi di lempar dari lantai atas." kata bibi dengan sedikit melebih-lebihkan.
Kafisha hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis mendengar aduan wanita paruh baya tersebut tanpa mau ambil pusing mengapa Ardian tak pernah suka jika pakaian kerjanya disiapkan oleh ART.
disini siapa yang licik ???
disini siapa gak tamak???
gak usah sok playing victim gtu donk...
nggak semua orang bisa kamu jadikan boneka,yang hidupnya bisa kamu mainkan
ingin mengendalikan Ardian,tapi dia menyakiti Kafisha...
krᥒ ⍴ᥱᥒ᥆k᥆һᥲᥒ ᥒᥲmᥲᥒᥡᥲ һᥲm⍴іr mіrі⍴
sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍 ᥡᥲ kᥲk ✍️
Ternyata Irin tak sebaik yang di kira...
aneh
jadi susah bedainnya kk Thor 😆🙏
seharusnya Ardian pindah ke kamar Kafisha ...
Ini kamar Ardian dan Irin gak pantes rasanya mereka tidur diranjang ini, apalagi Irin masih hidup.masih istri Ardian juga...
Kafisha dilamar sm irin untuk jadi madunya, karna anak lakinya suka sama kafisha
Gitu gak yaaa ?
Semakin seruuu ceritanyaaa, semangat terus thor 💪🏼
malang bener nasib mu Fisha....
kenak kehamilan simpatik ini si Adrian😆😆😆😆