Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Seblak Gempar
Teringat dengan penggalan penerawangan kerangka emaknya, Satrio langsung emosi lalu dia pun merubah wujudnya menjadi kalong raksasa yang kemudian mengeluarkan suara lengkingan yang tinggi hingga mengagetkan kedua pemuda itu.
Bukan main terkejutnya mereka ketika melihat ada seekor kelelawar raksasa yang sorot matanya berwarna merah menyala dan wajahnya tampak garang seolah ingin melahap mereka. Karena dibawah pengaruh sihir, tubuh kedua pemuda tersebut tidak bisa digerakkan dan tidak bisa mengeluarkan suara.
Langsung saja Satrio menyerang kedua pemuda itu secara bergantian dengan brutal hingga mereka mati mengenaskan karena tubuh dan wajah mereka penuh dengan luka cakaran dan gigitan yang mengeluarkan darah.
Sementara itu, si gadis yang bernama Ratri, tubuhnya bergetar karena saking takutnya melihat pemandangan mengerikan di depannya. Setelah tersadar dari shock nya, sambil membenahi sebagian pakaiannya yang dikoyak oleh 2 pemuda bejat tersebut, dia lari tunggang langgang menuju ke rumahnya dan langsung memeluk erat emaknya sambil menangis sesenggukan.
"Kamu kenapa, Nduk? Kok seperti habis melihat hantu saja," tanya Mak Saodah cemas.
"Ra_tri ma_u diperkosa, Maak," jawab gadis itu dengan suara agak terbata-bata yang membuat emaknya langsung kaget.
"Astaghfirullah al-adziim... Beneran, Nduk? Sama siapa?" cecar Mak Saodah sambil mengusap-usap punggung anaknya.
"Heru sama Andro, Maak," sahut Ratri terus terang yang membuat emaknya tambah terkejut campur emosi.
"Ya Allaah, tega bener mereka," ucap wanita paruh baya itu sambil menahan amarahnya.
"Untungnya mereka diserang sama kelelawar raksasa, Mak," lanjut gadis berumur 16 tahun tersebut.
Setelah mendengar perkataan Ratri yang terakhir, Mak Saodah melepas pelukan anaknya karena masih belum percaya dengan penuturannya.
"Kamu ngomong apa, Nduk? Mereka diserang kelelawar raksasa?" telisik wanita paruh baya itu.
"Iya Mak, sewaktu mereka mau memperkosa Ratri, tiba-tiba ada suara lengkingan yang ternyata itu suara kelelawar raksasa. Trus kelelawar itu menyerang Heru dan Andro," terang gadis tersebut yang tangisannya mulai agak mereda.
"Jangan-jangan kelelawar itu bukan kelelawar biasa Mak, kok gedhe banget, Ratri sampek ketakutan," imbuh perempuan berumur 16 tahun tersebut.
Ketika mereka sedang larut dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba terdengar suara lengkingan tinggi di atas atap rumah mereka yang membuat ibu dan anak perempuannya itu saling berpelukan lagi karena takut.
"Ya Allaah lindungilah kami berdua... Kita ucapkan surat-surat pendek, Nduk," ujar Mak Saodah yang tak berapa lama terdengar lantunan surat-surat pendek dari mulut mereka berdua.
"Kalian tidak perlu takut, aku tidak akan mencelakai kalian. 2 pemuda itu sudah aku bunuh agar mereka tidak melanjutkan aksi bejat mereka. Kalian pura-pura saja tidak tahu apa-apa agar kalian tetap aman," terdengar suara laki-laki dari atas atap rumah yang awalnya sempat membuat Mak Saodah dan Ratri terkejut campur takut .
Sesudah berkata seperti itu, Satrio merubah wujudnya menjadi kelelawar biasa lagi dan tetap hinggap di atap rumah Mak Saodah untuk memastikan wanita itu dan anak perempuannya benar-benar aman.
Sementara itu, di rumah Heru dan Andro, anggota keluarga mereka mulai cemas karena hingga jam 10 malam kedua pemuda tersebut belum pulang juga. Karena berita tentang teror yang menimpa Desa Glagah dan Desa Semilir sudah sampai di Desa Seblak, maka Pak Ratno dan Pak Nurdin pun berinisiatif mencari anak mereka dengan mengajak beberapa tetangga pria termasuk Pak RT.
Dengan menggunakan pecahayaan dari senter, para kaum hawa itu berpencar dalam 2 kelompok dan mereka mulai menyisir desa tersebut sambil memanggil-manggil nama Heru dan Andro.
Ketika salah satu kelompok pencari akan melewati rumah Mak Saodah yang jaraknya agak jauh dari rumah tetangga dan dekat dengan hutan, Pak RT yang bernama Pak Indra berinisiatif untuk bertanya pada si empunya rumah mengingat Ratri satu sekolah dengan Heru dan Andro.
Tok tok tok.
Pak Indra mengetuk rumah Mak Saodah yang beberapa detik kemudian muncul si pemilik rumah dari balik pintu.
"Lo Pak RT? Malam-malam begini ada apa datang kemari, Pak? Itu kok juga ada Bapak-Bapak lainnya?" wanita paruh baya tersebut pura-pura tidak tahu.
"Begini Mak Saodah, kita sedang mencari Heru dan Andro karena mereka belum pulang ke rumah. Kira-kira Mak Saodah atau Ratri sekitar sore sampai malam tadi lihat Heru dan Andro tidak ya?" sahut Pak Indra.
"Nyuwun sewu Pak RT, sejak sore tadi kita berdua tidak lihat Heru dan Andro sama sekali," Mak Saodah terpaksa berbohong.
"Ya sudah Mak Saodah, kalau begitu kita mau lanjut cari lagi. Maaf kalau sudah mengganggu jam tidur panjenengan dan Ratri," ucap Pak RT.
"Iya Pak RT, tidak apa-apa. Mudah-mudahan Heru dan Andro segera ditemukan."
Rombongan pencari pun melanjutkan langkah mereka diiringi tatapan sepasang mata kelelawar jelmaan Satrio yang masih nangkring di atap rumah Mak Saodah.
35 menitan kemudian, ketika mereka menyisir area pinggiran hutan, mereka dikejutkan dengan penampakan 2 manusia yang tergeletak berlumuran darah yang tak lain itu adalah jasad Heru dan Andro. Setelah dibuat kaget untuk beberapa saat, mereka segera menggotong tubuh 2 pemuda itu untuk dibawa ke rumah mereka masing-masing.
Berita kematian Heru dan Andro yang tidak wajar menyebar dengan cepat di Desa Seblak hingga membuat desa itu menjadi gempar dan di depan rumah kedua pemuda tersebut dikerumuni oleh banyak warga termasuk Mak Saodah dan Ratri seraya saling kasak-kusuk.
Pak Ratno dan Pak Nurdin yang merasa janggal dengan kematian anak mereka pun menunda pemakaman hingga esok siangnya karena mereka mengundang orang pintar yang bernama Mbah Laksono untuk mencari tahu siapa yang sudah membunuh 2 pemuda itu.
Keesokan paginya...
"Anakmu dibunuh oleh binatang jejadian karena hendak melecehkan seorang perempuan," kata Mbah Laksono yang membuat anggota keluarga Heru kaget.
"Beneran, Mbah? Binatang jejadiannya apa, Mbah? Tidak mungkin anak saya melecehkan perempuan Mbah, dia anak yang tidak neko-neko lo, merokok saja juga tidak mau," Pak Ratno masih belum percaya dengan hasil penerawangan orang pintar itu terutama ketika anaknya dikatakan hendak melecehkan perempuan.
"Bapak yakin kalau anak panjenengan tidak neko-neko dan tidak merokok?" tanya Mbah Laksono dengan sorot mata tajam karena hasil penerawangannya diragukan.
"Selama ini kami melihatnya begitu, Mbah," balas Pak Ratno mantap.
"Berarti kalian tidak mengenal sepenuhnya siapa sebenarnya anak ini. Menurut penerawangan saya, anak Bapak ini termasuk anak kurang ajar, dia sudah beberapa kali melakukan pelecehan dan juga doyan merokok," tegas Mbah Laksono yang membuat anggota keluarga Heru tambah terkejut.
"Maaf Mbah, bukannya saya tidak percaya dengan penerawangan panjenengan, tapi selama ini anak saya memang tidak pernah berbuat yang aneh-aneh," Pak Ratno masih ngotot dengan penilaiannya.