NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DELAPAN BELAS

Aula hotel yang megah dan mewah telah dipenuhi oleh tamu undangan yang datang dari berbagai daerah untuk menyaksikan pernikahan Kinara Wibowo, cucu bungsu dari keluarga Wibowo yang terkenal.

Dekorasi bunga dan lampu yang berkilau menambah kemegahan suasana, namun tidak bagi Nara, sang pengantin wanita.Wajah Nara yang ayu terlihat murung, matanya yang indah terlihat sendu dan tertunduk, seakan menahan kesedihan yang mendalam.

Tak ada senyum yang menghiasi bibirnya di hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya. Sebaliknya, ia merasa terjebak dalam pesta pernikahan yang terpaksa ia jalani dengan dosennya, yang kini menjadi suaminya

Bara, kakak Nara, mendekati adiknya yang tengah duduk di kursi pengantin. Dengan suara lembut dan penuh harap, ia berbisik.

"Nara, tersenyumlah, ini hari bahagiamu." Namun, Nara hanya memandang Bara dengan tatapan tajam, seolah-olah menolak segala bentuk penghiburan atau dorongan untuk bahagia.

Dengan suara yang hanya bisa didengar oleh Bara, Nara mengungkapkan niatnya yang sebenarnya.

"Anda bisa, aku akan kabur dari sini."

Kalimat itu terdengar tegas dan putus asa, mencerminkan betapa tidak siapnya Nara menjalani kehidupan baru yang tidak pernah ia inginkan.

Suasana aula yang penuh kegembiraan dari para tamu kontras dengan perasaan Nara yang terperangkap dalam kesedihan, menciptakan dualitas yang menyayat hati di tengah perayaan yang seharusnya penuh cinta dan kebahagiaan.

Setelah upacara pernikahan yang meriah, suasana di aula hotel mulai mereda. Gala, dosen yang kini telah menjadi suami Nara, melirik lembut pada wanita yang baru saja diikatkannya dengan janji suci.

Dengan penuh kasih, ia berbisik, "Kamu lelah? Ayo Mas antar ke kamar."Nara, yang masih berbalut gaun pengantin putih, menoleh dengan tatapan kosong.

Mata hitamnya yang seharusnya berkilau dengan kebahagiaan, justru tampak datar. Ia membalas bisikan Gala dengan nada dingin.

"Jangan memaksakan diri untuk disapa Mas, bagiku kamu tak lebih hanyalah dosenku," ujarnya dengan desis yang tajam.

Tanpa menunggu reaksi dari Gala, Nara bangkit dari kursinya. Langkah kakinya yang berderit meninggalkan suara yang menyesakkan di telinga Gala.

Pria itu hanya bisa menelan ludah, serat-serat di tenggorokannya terasa kering. Dengan pandangan nanar, ia menatap punggung Nara yang menjauh, menyisakan rasa sakit yang mendalam di dada. Perasaan yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan, kini terasa pahit oleh kata-kata yang baru saja diucapkan istrinya.

Perlahan Gala membuka pintu kamar pengantinnya, Nara yang sedang duduk di depan meja rias, menundukkan kepala, sibuk mencopot tiara perak dari kepang hitamnya.

Ruangan itu hanya disinari oleh lampu gantung yang lembut, menciptakan bayangan yang melankolis di wajah Nara. Gala perlahan mendekat, tangannya dengan hati-hati meraih tiara yang masih terjalin di rambut Nara.

Sambil membantu melepasnya, matanya tidak lepas menatap refleksi wajah istrinya yang dingin itu di cermin.Nara merasakan sentuhan lembut Gala di kepala dan bahunya, tapi dia segera mengerutkan dahi.

"Berhenti peduli padaku, aku tidak akan luluh dengan sikap baik anda Prof," ucapnya dengan nada tegas, mencoba menyembunyikan getar dalam suaranya. Dia tidak menoleh, matanya tetap fokus pada cermin, menghindari kontak mata dengan Gala.

Gala menghela nafas pelan, menarik kursi dan duduk di samping Nara.

"Kamu istriku, aku akan tetap menjagamu, meski 1000 kali kamu menolak kebaikanku. Aku tulus mencintaimu Nar," ujarnya dengan suara yang penuh kesabaran, mencoba menembus tembok dingin yang dibangun Nara.

Dia menaruh tangan di atas tangan Nara yang dingin, mencari celah untuk menghangatkannya.Nara merasakan kehangatan tangan Gala, tapi segera menarik tangannya, bangkit dari kursi dan berjalan ke jendela, menatap keluar ke kebun yang terlihat samar dalam remang-remang malam. Gala hanya bisa menatap punggung Nara, merasa kehilangan meski jarak hanya beberapa langkah, hatinya dilanda kebimbangan dan kerinduan yang mendalam.

"Istirahatlah, aku tidak akan mengganggumu," ucap Gala pada sang istri. Suara nafas Nara terdengar memenuhi kamar pengantin, nyaring dan tajam, memotong kesunyian malam. 

"Keluarlah jika kau benar-benar tidak ingin menggangguku," bentak Nara tegas, suaranya menggema dingin di dinding kamar yang sempit.

"Itu tidak mungkin, apa kata keluargamu, aku harus menjaga nama baikmu," ujar Gala dengan suara tenang namun tegas, seolah-olah ada kekuatan yang tak terlihat yang memaksanya bertahan.

"Jika itu pilihanmu, tetaplah di sini, dan tidur di sofa! Jangan sekali-kali berani menyentuhku atau bahkan mendekati ranjang ini," Nara mengancam, matanya menyala dengan amarah yang terpendam, suaranya keras menghunjam seperti halilintar yang menyambar suasana yang semula hening. Ketegangan mengisi ruangan, membuat udara terasa lebih berat

Nara berbaring lesu di ranjang pengantin yang dipenuhi kelopak mawar merah, namun matahari tak sanggup menghangatkan dinginnya suasana di antara mereka. Gala, berdiri tegak di depan pintu kamar, matanya menerawang ke arah Nara dengan perasaan yang sulit diartikulasikan.

Dia menghela napas, menutup pintu, dan berjalan perlahan menuju sofa di sudut kamar.Dia melepas sepatu dan jasnya, meletakkannya rapi di samping sofa. Seolah-olah pergerakannya yang teratur bisa menyembuhkan kekacauan yang sedang berlangsung.

Dia merebahkan tubuhnya, memandang langit-langit yang tidak memberikan jawaban apa pun.Nara, di sisi lain, menatap lurus ke langit-langit dengan mata yang kosong. Dalam keheningan itu, hanya suara napasnya yang terdengar serak, menggambarkan kelelahan emosional yang dialaminya.

Pikirannya melayang ke masa-masa sebelum segala komitmen dan tuntutan mengikatnya pada keadaan yang tidak dia inginkan. Dia menarik selimut hingga ke dagu, mencoba mengisolasi diri dari kenyataan yang pahit.

Sementara itu, Gala yang terbaring di sofa, memejamkan matanya, berusaha untuk tidak memikirkan tatapan dingin Nara yang seolah mampu menembus kalbunya. Dia tahu dia tidak bisa memaksa ingatan yang hilang dalam ingatan gadis kecilnya , tetapi juga tidak bisa mengabaikan harapan keluarga yang terpatri dalam dirinya.

Hatinya terasa berat, seakan dia harus memilih antara dua pilihan buruk.Di antara dinding empat kamar itu, keduanya terjebak dalam kebisuan yang menyakitkan, masing-masing tenggelam dalam labirin pikiran dan emosi sendiri. Gala di sofa, Nara di ranjang, keduanya terpisah oleh ruangan yang sama tetapi terbagi oleh jurang yang tampaknya tak terjembatani.

"Aku memahami semua rasa keberatanmu. Hilang ingatan yang kamu alami membuatmu melupakan segalanya tentang kita, tentang aku"Mas Galamu" yang kamu minta untuk menunggumu hingga kamu tumbuh dewasa, kini aku telah menepati janji itu,"Nara". Meski begitu, perasaan ini tidak akan pernah berubah," batin Gala sambil memandang wajah Nara yang tertidur di atas ranjang.

Rasanya Gala ingin mendekapnya, membisikkan bahwa ia akan tetap di sini, mencintainya, meski setiap detik berlalu terasa seperti duri yang menusuk karena kebenciannya. "Gadis kecilku, Kinara Wibowo," ucapku pelan dalam hati, namanya yang pernah ia sebut sebagai julukan yang hanya ia  miliki.

Kini nama itu seakan tak berarti lagi baginya, terlupakan begitu saja. Bagaimana mungkin Gala bisa melupakan tawa kecilnya, caranya memandangnya seperti dia adalah segalanya? 

Gala tahu kini gadis kecilnya mungkin tidak lagi merasakan hal yang sama, tetapi hati Gala  seakan membeku, tak mampu berhenti mencintai gadis kecilnya.

"Kamu boleh membenciku, melupakan Mas Galamu, bahkan mendorongku pergi sejauh yang kamu mau," pikir Gala sambil menarik napas panjang. "Tapi aku akan tetap mencintaimu. Sampai kapan? Sampai detak jantungku sendiri berhenti memikirkanmu, Kinara" Kata-kata itu bergema di benaknya, sebuah janji sunyi yang terus kukuh di tengah hatinya yang porak poranda.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!