Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelam
...••••...
Dari begitu banyaknya waktu yang tersedia mengapa bisa Echa bertemu dengan seseorang yang memiliki daftar paling akhir yang tidak ingin dia lihat lagi keberadaannya.
Niat hati pergi ke Mall untuk mencari beberapa perlengkapan mengajar besok, Echa malah bertemu kembarannya bersama suami dan juga anaknya.
Berniat untuk meneruskan langkahnya tanpa repot-repot untuk menyapa, suara seseorang yang memanggil namanya membuat langkahnya mau tidak mau tertahan.
Menghembuskan nafasnya perlahan untuk mengusir rasa jengkel dalam hatinya, Echa membalikkan badannya dan menatap Naretha Kemalasari yang tengah menatapnya dengan raut yang tidak bisa dijabarkan.
"Kamu, kembali?" Naretha berjalan mendekati Echa membuat wanita itu memundurkan langkahnya.
"Iya."
"Oh, bagus. Mama sama papa pasti seneng kalau tau anak ngga tau dirinya pulang." Kini berubah lah sudah wajah Naretha menjadi sinis ketika memandang Echa.
Sedangkan Echa hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Echa tidak mempermasalahkan kalimat yang keluar dari mulut Naretha karena dia sudah terbiasa mendengarnya dari dulu.
Hanya saja melihat suami Naretha yang langsung menenangkannya membuat Echa tersenyum sinis.
Sungguh drama yang begitu memuakkan.
"Permisi." Lebih baik Echa segera menyingkir. Tidak ada gunanya lagi dia berdiam diri dihadapan orang-orang itu.
Melihat pasangan suami istri itu sungguh memuakkan dan juga menjengkelkan.
Mereka masih bisa hidup dengan nyaman tanpa rasa bersalah sama sekali setelah membuat kehidupan seseorang terenggut.
Lima tahun yang lalu, Echa dihubungi oleh Naretha untuk menjemputnya bersama sang kekasih dari sebuah club setelah merayakan pesta lajang sebelum pernikahannya yang akan digelar begitu meriah di satu minggu yang akan datang.
Echa yang tidak bisa minum minuman keras tidak mengikuti pesta itu meskipun Naretha terus memaksanya. Echa paling tidak menyukai tempat-tempat seperti itu.
Naretha yang tidak memiliki rasa takut melanggar perintah orang tua mereka untuk tidak datang ketempat seperti itu hingga mau tidak mau harus Echa lah yang menjemput keduanya.
Echa yang hampir dua hari tidak bisa tidur karena gangguan tidurnya hampir bisa terlelap ketika Naretha menghubunginya.
Dengan keadaan setengah mengantuk, Echa mengendarai mobil dengan penuh kesiagaan. Meskipun rasa kantuk itu begitu besar, tapi Echa harus tetap sadar sampai club.
Sebenarnya ingin sekali Echa menolak titah Naretha tetapi kembarannya itu mengancamnya jika dia menolaknya maka rahasianya akan dibongkar. Echa yang tidak ingin hal itu terjadi memilih untuk menurutinya.
Singkat cerita ketika sampai di area parkiran club sudah ada Naretha dan calon suaminya yang sudah dalam keadaan tidak sadar duduk dipinggiran.
Echa berhasil memasukkan kedua orang yang dalam pengaruh alkohol itu ke mobil langsung bergegas tancap gas meninggalkan area club.
Sampai dipertengahan jalan, Echa sudah benar-benar tidak kuat untuk terus membuka matanya.
Dengan terpaksa Echa menghentikan mobil ditepi jalan yang sepi untuk sekedar memejamkan mata beberapa menit.
Melihat Naretha dan calon suaminya yang juga tertidur membuat Echa berani untuk tidur karena tidak mungkin mereka kabur.
Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Echa terbangun ketika dirinya merasakan benturan yang begitu keras dan ketika membuka mata yang pertama kali dia lihat adalah kepulan asap di depan mobilnya.
Melirik kesamping dimana Naretha yang berada dibalik kemudi dengan wajah yang terlihat syok.
Bergegas Echa keluar dan dia melihat ada sosok pria dibawah mobil dengan kondisi yang sudah mengenaskan. Meninggalkan ditempat tanpa sempat diberikan pertolongan.
Echa ingat sekali ketika kejadian itu dirinya antara sadar dan tidak sadar akan kecelakaan yang terjadi.
Hingga entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja Echa dijadikan tersangka tanpa bisa dia elak dan sanggah. Echa dibuat tidak bisa untuk mengeluarkan kalimat dari mulutnya oleh keluarganya sendiri.
Mereka memanipulasi jika kecelakaan itu terjadi karena Echa yang berada di bawah pengaruh obat tidur. Echa benar-benar dibuat bungkam saat itu. Tidak ada yang mau mendengarkan.
Mama dan papanya berkata jika Naretha tidak bisa disalahkan karena pernikahannya sebentar lagi. Dua pengantin itu tidak boleh memiliki catatan kriminal.
Hingga kecelakaan itu berakhir dengan damai dimana keluarga mereka membayar uang yang begitu besar pada keluarga korban.
Tapi bukan itu permasalahannya, Echa hanya merasa apakah harus dia yang disalahkan atas dosa yang tidak dilakukannya sama sekali.
Pelaku aslinya bisa melanjutkan hidup tanpa rasa bersalah sedikitpun sedangkan Echa yang menerima makian juga umpatan dari keluarga korban yang kehilangan sosok kepala keluarga terus dibayang-bayangi rasa bersalah.
Echa ingat dengan jelas jeritan dan tangisan tiga orang anak yang kehilangan pahlawannya.
Hingga membuat lima tahunnya ini dipenuhi dengan mimpi buruk akan kejadian itu.
Dengan mencengkram dadanya yang tiba-tiba sesak, Echa memasuki toilet dan bergegas masuk kedalam bilik yang kosong.
Jika saja dulu Echa lebih bisa menahan kantuknya mungkin perasaan yang selalu bergelut dalam hatinya ini tidak akan pernah ada.
Tapi sekali lagi, semuanya sudah terjadi.
Dari kejadian itu Echa bisa mengambil kesimpulan bahwa dirinya tidak se-berharga itu untuk keluarganya.
Dan dari kejadian itu pula membuat Echa memutuskan untuk keluar dari rumah yang menurutnya lebih tepat disebut neraka.
Sebenarnya bukan hanya atas kejadian itu, masih banyak hal-hal yang menambah yakin keputusan Echa untuk pergi.
Apabila dijabarkan satu persatu Echa yakin akan cerita menyedihkannya akan menyaingi sebuah novel.
Keluar dari toilet, Echa meneruskan niatnya untuk berbelanja setelah suasana hatinya lebih mendingan. Meskipun tetap saja rasa sesak itu masih bergelut.
Banyak barang-barang yang Echa beli hingga menguras hampir setengah isi dompetnya.
Tanpa berniat kemana-mana, Echa langsung pulang ke apartemen.
Begitu turun dari taksi bertepatan dengan Lania yang juga turun dari Go-Jek.
"Kak Echa baru pulang nih?" Lania merangkul tangan Echa yang terbebas dari belanjaan.
"Heem." Lania sudah tahu jika Echa telah berbelanja karena sebelumnya gadis yang baru kembali dari rumah kakeknya itu ingin menemaninya tapi tidak jadi karena kakeknya yang memanggilnya untuk pulang ke rumah.
"Kok sedikit?" Lania melirik tangan Echa yang membawa lima paper bag berukuran sedang.
"Malah menurut kakak ini kebanyakan tau,"
"Hih, liat aja nanti kalau kita belanja bareng-bareng. Kakak harus diliatin seberapa banyak itu."
"Ada-ada aja kamu ini." Echa mengacak-acak rambut atas Lania membuat gadis itu merengut tapi tidak sampai melepaskan rangkulan tangannya.
"Kak Echa udah makan belum?"
"Belum,"
"Pas banget, ini di ransel aku bawa makanan buatan nenek. Aku udah ceritain kakak sama kakek dan nenek. Mereka bilang ingin ketemu sama kakak."
Lania melepaskan rangkulan tangannya begitu keduanya masuk kedalam lift.
"Kapan-kapan kakak akan ikut kamu."
"Harus itu mah."
Tanpa masuk kedalam apartemennya, Lania langsung masuk apartemen Echa untuk makan makanan yang disiapkan neneknya.
...••••...