NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:326
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan di Balik Kaca

Pintu kaca retak itu bergetar, seakan merasakan kehadiran Bell. Setiap retakan berkilau dengan cahaya redup, membentuk pola lingkaran aneh yang berdenyut seperti nadi. Eryndra melirik Bell, matanya menyiratkan pertanyaan yang tak terucap.

“Siapa dia?” tanyanya akhirnya, suaranya setengah berbisik.

Bell tidak menjawab langsung. Ia menatap bayangan di balik kaca itu, mengamati postur tubuhnya yang tegap namun tenang, gerakan kepalanya yang sedikit miring seperti sedang menilai mangsa. “Musuh yang pernah mati… atau seharusnya sudah mati,” jawabnya perlahan.

Tanpa peringatan, kaca itu retak sepenuhnya dan pecah menjadi kepingan yang melayang di udara, tidak jatuh ke tanah. Dari sela-selanya, sosok itu melangkah keluar—seorang pria berambut panjang perak pucat, mata seperti bara yang tertutup kabut tipis. Pakaian hitam berlapis baju zirah tipis, tapi gerakannya ringan, hampir tanpa suara.

“Bell Grezros,” ucapnya, suaranya dalam dan menyerupai gema di ruang hampa. “Masih memegang jalan mayatmu? Bukankah sudah waktunya kau menerima takdirmu sebagai… salah satu dari kami?”

Eryndra mencengkeram gagang pedangnya. “Kami tidak tertarik dengan omong kosong iblis,” katanya dingin.

Pria itu menoleh padanya sebentar, lalu kembali memusatkan tatapan ke Bell. “Aku bukan iblis biasa. Aku adalah penjaga Gerbang Lupa. Tugasnya sederhana: memastikan orang-orang seperti kalian tidak keluar dengan apa yang kalian cari.”

Bell melangkah maju, mata birunya memantulkan cahaya pucat lorong itu. “Kalau begitu kau tahu kami tidak akan mundur.”

Senyum tipis muncul di bibir sang penjaga. “Bagus. Aku lebih suka yang keras kepala.”

Dalam sekejap, udara di sekitar mereka menjadi berat. Dinding lorong memudar, berganti dengan pemandangan hutan malam yang penuh kabut. Suara daun berdesir terdengar meski tidak ada angin. Bell menyadari bahwa mereka tidak lagi berdiri di lorong—mereka telah dibawa masuk ke medan pertempuran sang penjaga.

Dan di tempat ini, semua luka… tidak akan pernah sembuh.

Kabut tebal menutup pandangan, menghapus batas antara tanah dan langit. Bell berdiri tegak, merasakan kelembapan menusuk tulang. Eryndra sudah menghunus pedangnya, mata hijaunya berkilau waspada.

“Aku tidak suka tempat ini,” gumamnya, napas membentuk uap tipis.

Pria berambut perak—Penjaga Gerbang Lupa—melangkah tanpa suara, setiap langkahnya seperti menghapus jejak di tanah. “Tempat ini tidak pernah membiarkan tamu keluar hidup-hidup,” katanya pelan, seakan sedang menceritakan fakta sehari-hari.

Bell menggerakkan jarinya sedikit, memanggil serpihan tulang dari tanah yang mulai bergerak seperti kawanan serangga. “Kalau begitu, kita akan jadi pengecualian.”

Senyum tipis penjaga itu berubah menjadi tatapan dingin. Dalam sekejap, sosoknya menghilang. Eryndra menoleh cepat, tapi kabut menelan segala bentuk dan bayangan.

BAM!

Sebuah tendangan menghantam sisi Bell, membuatnya terpental beberapa langkah, meski tubuhnya tidak merasakan sakit seperti manusia. “Cepat sekali…” gumamnya sambil memanggil kembali kendali pada tulang-tulang yang kini membentuk perisai di depannya.

Eryndra memutar pedangnya, membelah kabut, tapi serangannya hanya menemukan udara kosong. Tiba-tiba, bisikan aneh terdengar di telinga mereka—suara masa lalu, potongan ingatan yang tidak seharusnya muncul.

“Bell… pulanglah… kerajaan Evenard masih menunggumu…”

Itu suara dari masa hidupnya.

Bell mengabaikannya, tapi sedikit kelengahan itu dimanfaatkan sang penjaga. Sebuah bilah tipis menebas udara, nyaris mengenai lehernya. Ia menangkis, percikan cahaya redup menyebar seperti serpihan bintang.

“Aku bisa terus memanggil ingatanmu, Bell Grezros,” kata sang penjaga. “Setiap luka yang kau simpan, setiap wajah yang kau lupakan… semuanya akan menjadi senjata melawanmu.”

Bell menatapnya tanpa gentar. “Kau lupa satu hal. Aku sudah lama mati. Tidak ada lagi yang bisa kau ambil dariku.”

Eryndra melompat ke samping Bell, posisi bertarung. “Kalau begitu,” katanya sambil mengangkat pedang, “kita robek saja kabut ini.”

Kabut bergetar… dan pertarungan sejati pun dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!