"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
French Kiss
'Astaga, kenapa aku ceroboh sekali? Kenapa aku keceplosan dan memanggilnya dengan sebutan sayang?' batin Cheryl.
"Cheryl!" panggil Gavin kembali.
"Oh-emh iya Om. Maaf, tadi aku sedang melamun. Kupikir yang memanggilku Frizz, aku lupa kalau dia tadi sudah turun. Sekali lagi, maafkan aku Om."
"Tidak apa-apa, Cheryl. Bukankah kau keponakanku? Sudah sepantasnya dalam satu keluarga saling menyayangi satu sama lain, kan?"
"Iya," jawab Cheryl lirih.
"Emh..., Cheryl."
"Iya Om."
"Kita sudah sampai. Kita sudah sampai di kampusmu," ujar Gavin.
'Astaga, kok gue jadi bodoh gini sih,' kata Cheryl dalam hati.
"Oh, Iya. Sudah sampai ya?" ucap Cheryl sambil meringis, dan terlihat begitu salah tingkah. Semua yang dia alami terasa begitu memalukan, entah kenapa saat berduaan dengan Gavin seolah-olah membuat fungsi otaknya melambat. Baru satu mobil saja, kewarasannya seakan hilang. Diawali dengan memanggil Gavin dengan sebutan sayang, kemudian dia juga tak sadar kalau mereka sudah sampai di kampusnya. Padahal, di sampingnya bangunan itu tampak berdiri begitu megah.
"Iya."
"Aku turun dulu, Om. Terima kasih sudah mau mengantarku."
Cheryl kemudian membalikkan tubuhnya, berniat untuk membuka pintu mobil Gavin. Namun, saat mencoba membuka pintu mobil itu, pintu itu tak juga terbuka. Melihat Cheryl yang kini terlihat begitu kesulitan membuka pintu mobil itu, Gavin baru menyadari jika kunci pintu mobil itu memang sedikit rusak dan dia lupa belum memperbaikinya.
"Cheryl!"
"Ya, Om," jawab Cheryl sambil membalikkan tubuhnya.
"Kunci pintu itu memang sedikit rusak, dan aku belum sempat memperbaikinya. Biar kubantu membuka pintunya."
"Oh iya, Om."
Tiba-tiba Gavin mendekatkan tubuhnya untuk mencoba membuka pintu mobil itu, sedangkan Cheryl hanya bisa meringkuk dan menempelkan tubuhnya pada jok mobil. Aroma maskulin Gavin yang ada di depannya membuat Cheryl begitu terintimidasi. Namun, tak hanya harum tubuh Gavin yang begitu mengganggu Cheryl tapi wajah tampan Gavin yang sudah berada tepat di depan wajahnya juga membuat jantungnya berdegup begitu kencang. Jika dia bergerak sedikit saja mungkin pipi Gavin akan bersentuhan dengan ujung hidungnya. Sedangkan Gavin berusaha untuk tetap fokus membuka kunci pintu mobil itu, meskipun sekarang dia bisa melihat bibir mungil milik Cheryl seolah begitu menggodanya. Bibir merah muda dengan polesan lipstik warna natural itu, membuat Gavin tergoda untuk mencicipinya.
Saat mereka berdua sibuk menenangkan perasaan masing-masing, tiba-tiba ponsel milik Cheryl berbunyi. Dan, disaat itu pula lah Gavin baru bisa membuka kunci pintu mobil itu, seketika Gavin yang kaget mendengar suara ponsel, refleks membalikan wajahnya pada wajah Cheryl yang membuat bibir mereka saling menempel.
Sejenak mereka terdiam, rasanya sangat sulit menjauhkan bibir mereka. Bahkan keduanya begitu hanyut dalam situasi ini, entah siapa yang memulai akhirnya mereka saling memagut bibir satu sama lain. Keduanya yang sudah diselimuti oleh hasrat di dalam hati masing-masing seolah kehilangan akal sehatnya.
Cheryl pun tak mengerti apa yang telah terjadi, hatinya begitu dipenuhi oleh tanda tanya, apa arti dari semua ini. Yang Cheryl tahu, dari dulu Gavin sangatlah mencintai Diandra. Tapi kenapa tiba-tiba dia mau berciuman dengannya?
Ingin rasanya Cheryl melepaskan ciuman itu, dan kembali pada nalarnya. Namun, Gavin malah memegang tengkuk Cheryl dan semakin memperdalam ciumannya. Bahkan ciuman mereka berdua kini begitu terasa bergairah, hingga kecapan bibir basah diantara keduanya pun menggema di seluruh sudut mobil.
Cukup lama mereka berciuman, hingga akhirnya mereka tersentak ketika ponsel Cheryl berdering. Perlahan, Cheryl melepaskan ciumannya lalu mendorong tubuh Gavin perlahan, dia mencoba menenangkan perasaannya yang sekarang terasa begitu campur aduk. Dia kemudian menjawab panggilan ponselnya, sementara Gavin kini terlihat salah tingkah. Dia merutuki kebodohannya kembali.
'Astaga, kenapa aku bisa berbuat seperti ini? Bagaimana kalo Cheryl marah? Ah, tidak. Dia tidak marah, dia bahkan membalas ciumanku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia tertarik padaku? Atau hanya sekedar larut dalam situasi ini?' batin Gavin.
"Om!" panggil Cheryl, yang membuat lamunan Gavin buyar.
"Ada apa Cheryl?"
"Aku keluar dulu, tadi temanku yang menelepon, dia sudah menungguku, sebentar lagi kelasnya dimulai."
"Iya Cheryl."
Cheryl bergegas keluar dari mobil itu, sambil menahan segala rasa yang berkecamuk di dalam hatinya. Dia kemudian menyentuh bibirnya, yang baru saja dicium oleh Gavin sambil tersenyum, namun dia kemudian menggelengkan kepalanya.
"Oh no! Tidak! Meskipun aku menyukainya, tapi dia Omku, suami dari tanteku. Sadar Cheryl, sadar!" gerutu Cheryl saat berjalan masuk ke dalam kampusnya, sambil menahan rasa bersalah pada Diandra.
'Maafkan aku Tante, aku memang mencintai suamimu, tapi sungguh aku tidak bermaksud untuk menggodanya, ataupun mengambil kesempatan begitu saja. Semuanya mengalir begitu saja, bahkan begitu tiba-tiba, dan tanpa aba-aba,' batin Cheryl.
Sedangkan Gavin yang saat ini masih terdiam di dalam mobil, masih berusaha untuk menenangkan dirinya atas apa yang telah dia perbuat pada keponakannya.
"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku semakin tidak bisa mengendalikan hatiku saat bersama dengan Cheryl! Tapi, kenapa dia tidak menolakku? Bahkan dia begitu menikmati ciuman kami? Apakah Cheryl mulai tertarik padaku? Ataukah hanya sekedar larut dalam situasi yang tidak menguntungkan ini? Ah, mungkin saja begitu, dia masih muda, jiwa mudanya mungkin meronta saat merasakan sesuatu yang baru. Ya, mungkin seperti itu. Maafkan aku, Cheryl!" ujar Gavin sambil menatap kepergian Cheryl sampai gadis itu menghilang dari pandangannya.
Tiba-tiba sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Gavin kemudian mengambil ponsel itu, dan melihat sebuah pesan dari Diandra, yang memberi tahu kalau nanti dirinya pulang lebih awal. Gavin menghela nafas pasrah, melihat tingkah Diandra. Setelah semalaman tidak pulang ke rumah, dia hanya mengirimkan sebuah pesan di pagi hari. Bahkan hanya sebuah pesan singkat, tanpa kata maaf ataupun basa-basi lainnya, tanpa sedikit pun merasa dosa.
Semua bagi Diandra memang begitu mudah, semudah menggampangkan perasaan Gavin. Sebenarnya dirinya selalu bertanya-tanya, sebegitu tidak pentingkah dirinya di mata istrinya? Gavin kemudian mengabaikan pesan itu begitu saja. Lalu mengemudikan mobilnya menuju ke kantornya.