NovelToon NovelToon
PENGAKUAN DIJAH

PENGAKUAN DIJAH

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Petualangan / Contest / Tamat
Popularitas:15.7M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Teruntuk semua perempuan di luar sana yang masih berjuang untuk bahagia dengan caranya masing-masing.

Ini tentang Bara Wirya. Seorang wartawan kriminalitas yang sedang mengulik kehidupan Dijah yang mengganggu pikirannya.

***

"Kamu ini tau apa sih? Memangnya sudah pernah beli beras yang hampir seperempatnya berisi batu dan padi? Pernah mulung gelas air mineral cuma untuk beli permen anak? Kalo nggak pernah, nggak usah ngeributin pekerjaan aku. Yang penting aku nggak pernah gedor pintu tetangga sambil bawa piring buat minta nasi."

Bara melepaskan cengkeraman tangannya di lengan Dijah dan melepaskan wanita itu untuk kembali masuk ke sebuah cafe remang-remang yang memutar musik remix.

Bara menghela nafas keras. Mau marah pun ia tak bisa. Dijah bukan siapa-siapanya. Cuma seorang janda beranak satu yang ditemuinya di Kantor Polisi usai menerima kekerasan dari seorang mantan suami.

Originally Story By : juskelapa
Instagram : @juskelapaofficial
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Curahan Cerita

Jika ada sumur di ladang,

boleh kita menumpang mandi.

Kalau memang enak dipandang,

jangan lupa dilike lagi.

#eaaa

************

"Apa sih yang diomongi?" tanya Bara pada Dijah dengan wajah cemberut.

"Gak apa-apa, bukan hal penting. Lagian itu urusan Tini. Aku nggak ikut-ikutan," ujar Dijah.

"Mau ikut-ikutan lagi juga keterlaluan, sekarang aja udah kayak gini karena ngikutin tetangga. Jangan lagi," tukas Bara.

Dijah hanya diam mengatupkan mulut melirik sekilas pada Heru yang masih tersenyum-senyum puas karena melihat ekspresi jengkel Bara karena tak diberitahu isi percakapan mereka.

Bara menarik sebuah kursi plastik dan mendudukkan Dijah di kursi itu. Tangannya masih sibuk mengangkat lengan Dijah dan menelisik tiap sudut kulit yang terluka.

"Udah, nggak apa-apa" ucap Dijah pelan. Dia merasa sungkan dengan Heru yang sepertinya terlihat jauh lebih senior dari Bara.

"Ada obat luka?" tanya Bara pada Dijah.

"Dijah banyak stok, nggak usah khawatir." Tini yang mendengar menunjuk kamar Dijah dengan dagunya.

Mendengar perkataan Tini raut muka Bara mengeras. Untuk apa Dijah banyak stok obat luka sementara minyak angin saja dia harus minta dari Mak Robin. Sudah pasti karena wanita itu sering mengalami luka sampai nyaris terbiasa.

"Kamu mau bawa mobil? Biar aku dijemput supir aja. Udah malem, aku balik duluan." Heru berdiri dari kursinya.

"Gak usah, aku gampang pulang naik taksi juga bisa. Ajak aja tuh Bayu." Bara menunjuk Bayu yang sedang menggoyangkan kepalanya mengikuti musik dangdut yang terdengar dari penghuni kamar lantai atas.

"Ayo balik!" ajak Heru pada Bayu.

"Iya, aku juga mau ngerjain tugas kampus. Pusing banyak banget," tukas Bayu bangkit dari duduknya.

"Nasib punya pegawai anak kuliahan ya gini, repotnya sama tugas kampus bukannya sama kerjaan kantor," omel Mas Heru.

"Dijah, kita balik dulu ya. Yang disarankan mbak Tini tadi boleh dipraktekkan. Biar Kangmas Bara tenang pergi seminggu." Heru tertawa disambut Dijah yang diam dengan wajah memerah.

"Apa coba yang dipraktekkan? Ngeselin," omel Bara pada sepupunya.

"Besok kamu jangan telat bangun. Pagi-pagi bener aku jemput," ujar Heru yang masih tersenyum-senyum.

Dua pria bertaut usia 10 tahun pergi setelah melambai beberapa kali ke arah mereka.

"Umurnya mas Heru itu berapa Mas Bara?" tanya Tini kemudian setelah tamu mereka hilang dari pandangan.

"Gak bakal aku kasi tau sebelum kamu bilang tadi ngomong apa," ujar Bara tersenyum licik

"Ya nggak mungkin aku bilang Mas, itu harga diriku." Tini langsung mengkerut kembali duduk di kursinya.

"Makanya mulut sama otak kau disekolahkan juga dulu. Jangan kau tinggal di luar kelas," sergah Mak Robin yang baru muncul dari kamarnya.

"Ih muncul si gaban ini, mulai berisik!" seru Tini pada Mak Robin.

"Dah sering kubilang sama kelen, muncung kelen itu kelen jaga. Biar besar sinamot kelen itu pas dilamar nanti (Sudah sering kukatakan sama kalian, mulut kalian itu dijaga. Agar mahar kalian sewaktu dilamar nanti besar)"

"Aku dilamar pake mahar seperangkat panci juga gak apa-apa kok asal cash!" tukas Tini cemberut memandang ponselnya.

"Jah..." gumam Tini kemudian. Tatapannya masih mengarah ke ponselnya.

"Apa?" Dijah yang sejak tadi tangan kirinya berada di pangkuan Bara mencondongkan tubuhnya ke arah Tini.

"Liat ini..." Tini mengangsurkan ponselnya pada Dijah.

Dijah meraih ponsel itu kemudian membaca tulisan yang ternyata adalah pesan singkat dari Gatot.

'Sorry Tin, kayaknya hubungan kita udah nggak bisa dilanjutkan lagi. Kamu harusnya ngerti aku nggak muncul itu karena apa. Jangan ganggu pacarku lagi, dia juga akan aku carikan tempat tinggal yang lebih baik dari tempat itu. Semoga kita nggak usah ketemu lagi meski cuma berpapasan.'

"Kurang ajar... Gatot setan!" maki Dijah.

"Dijah...." Bara mencubit pelan pipi Dijah yang tak sesaat seperti tak sadar kalau ia sedang berada di sana.

Dijah mengambil tangan Bara dari pipinya kemudian kembali menoleh pada temannya. Ia tak menyadari bahwa tangannya masih menggenggam tangan Bara yang sedang tersenyum simpul tak peka pada situasi Tini.

"Tak kiro ki sek diomong ndekne seprana seprene bener Jah... Padahal aku wis meh mbeneri Jah.... Dadi SPG ora po po kesel, meh urip sek mbener wae susahe ora jamak yo Jah... (Aku kira selama ini yang dia bilang ke aku bener Jah... Padahal aku udah mau bener... Jadi SPG, nggak apa-apa capek. Mau hidup bener aja kok susah ya Jah...)" Tini menunduk menatap pesan singkat dari Gatot. Wanita itu mulai menghapus air mata yang mulai turun ke pipinya.

"Sing sabar Tin.... Menowo kowe diweruhi Mas-mu saki ben kowe ora patek loro... (Sabar Tin... Mungkin dikasi liat gimana Mas-mu sekarang biar kamu nggak terlalu sakit...)" Dijah memijat pelan lengan Tini yang masih menunduk.

"Aku juga nggak mau hidup kayak begini terus. Aku kepingin punya rumah meski cuma ngontrak tapi aku bisa tinggal sama suamiku. Aku bisa masak nunggu suamiku pulang. Aku nggak nuntut apa-apa kok," isak Tini.

"Ai dang simanuk-manuk sibontar andora, ai dang sitodo turpuk siahut lomo ni roha, (Kita tidak dapat menentukan takdir kita sendiri)" Mak Robin menepuk pundak Tini dengan cukup keras.

"Mbak Tini..." Asti yang baru pulang langsung mendekati Tini dan berdiri di sebelah tetangganya itu.

Asti menarik kepala Tini agar bersandar padanya. Asti yang ada di antara mereka dengan segala kelembutannya. Sedangkan Dijah tak bisa melakukan hal-hal sentimentil seperti itu.

"Nangis dan marah-marah semaumu hari ini, tapi besok jangan lagi. Belum jodohmu, sabar. Kamu itu wanita baik kok, meski mulutmu berisik kayak kaleng kosong, kamu gak pernah jahatin orang." Dijah masih memijat lengan Tini. Sedangkan Tini bingung mau senang atau marah dengan perkataan Dijah yang sering memiliki makna menghibur sekaligus mengejek.

"Mau pulang ke kampung juga nggak mungkin. Di sana kepalaku makin pusing. Setiap hari ada aja masalah. Mending jauh gini, kalo aku transfer uang semua senang. Meski mereka semua jarang nanyain kabarku. Tapi aku nggak apa-apa, yang penting adik-adikku semua bisa lanjut sekolah," tutur Tini.

Bara mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk. Ia kini menatap wajah Tini yang muram. Di balik sikap beringas wanita itu, ternyata Tini juga menyimpan lelahnya sendirian. Tini masih melamun menatap kosong lantai semen tempat di mana kursi plastik mereka tersusun membentuk setengah lingkaran.

Bara menaruh iba pada wanita-wanita yang sedang berjuang dalam perang hidup mereka masing-masing. Wanita-wanita yang memilih berusaha dengan cara mereka ketimbang menghabiskan waktu untuk mengeluh dan meratapi nasib.

"Dasar Gatot Setan!!" teriak Tini tiba-tiba. Bara setengah terlonjak dari duduknya karena terkejut.

"Tin, bagus! Lanjutkan! Maki Si Gatot setan itu! Maki aja!" seru Dijah bersemangat.

Bara menarik tangannya dari pangkuan Dijah dan menatap ngeri pada tiga wanita yang sedang menghibur Tini dengan cara yang berbeda. Apa kalau dia bermasalah dengan Dijah nantinya namanya akan turut memiliki sebuah julukan seperti Gatot?

Bara menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap bahwa ia takkan pernah ribut dengan Dijah. Dia berjanji akan sebisa mungkin menjaga suasana hati wanita itu.

"Memangnya dia satu-satunya laki-laki yang punya burung di dunia ini? Ukuran burungnya juga standar showroom!" seru Tini.

"Astagaaa..." ujar Bara bersandar ke kursinya dan mengatupkan mulut. Ia benar-benar habis kata-kata. Bara merasa nyeri dengan perkataan soal size burung standar showroom itu.

Bara juga laki-laki yang mudah merasa insecure karena tak pernah punya pikiran untuk mengadakan studi banding soal ukuran.

"Bagus Tin! Lanjutkan!" ujar Dijah semakin memberi semangat. Dan Bara semakin gemas dengan pacarnya itu. Dijah belum mandi sejak habis bergelut tadi. Dan rambut sebahu wanita itu masih tergerai asal.

Kalau biasanya perempuan lain akan sibuk dengan penampilannya saat berada di dekat Bara, berbeda dengan Dijah. Wanita itu santai dan percaya diri meski terkadang hal itu menimbulkan keraguan di hati Bara, tentang bagaimana Dijah menganggap hubungan mereka.

"Pelit! Kikir! Medit!" teriak Tini menghapus air matanya.

"Bener! Gak pantes ditangisi! Gaya selangit beli paketan lima ribu!" seru Asti.

"Ngaku di rumah pake pembantu, lipatan hasil gosok celananya aja tiga baris kayak rel kereta! Nggak ada kutengok rapinya sikit pun," tukas Mak Robin.

"Tiap ngajak makan, ngakunya gak ada uang kecil. Padahal pecahan 2000 aja masuk dompet!" tambah Dijah.

"Eh udah, cukup--cukup. Kok hinaan kalian kayaknya komplit banget? Hinaan terpendam kayaknya," ucap Tini.

Dijah, Mak Robin dan Asti membuang pandangan mereka ke berbagai tempat.

Langsung lanjut ke next part :*

1
echa purin
👍🏻
lily
nah gitu stlh nikah langsung bsa nempatin rumh baru
lily
akhirnya wisuda juga ya bar
lily
pak Wirya dosen psikolog jdi tau pasti harus bagaimana menyikapi sudah sepatutnya seperti ini , tapi memang pak Wirya ayah yg bijaksana terlepas dari embel2 dosen dll
lily
nangis ke sekian kali,,, Dijah
lily
tiba tiba nangisin dijah
lily
deg serrrr
lily
tpi emang bner ada kok bapak model gni, ibu model morotin anak juga ada,,, gak penting anak mau pulang apa kagak yg penting duwitnya ,,,,
lily
kelakuan tini 🤣🤣
lily
🤣🤣🤣kelakuan tini
lily
tini ngerti amat sih
lily
aku ngajak banget,, biasanya yang bilang astaga, itu si bara skrng si Tini hahaha
lily
bijak amat pak Wirya
lily
kamvret 😂
lily
tini ih harus di sensor itu wkwkwk
lily
bara dih ceplos amat wkwkw
Wandi Fajar Ekoprasetyo
ayo bude Tini...... bantai nih laki²
Hani Hanifah
pernah di posisi ini, saat kami ngotot berharap punya anak kedua, ga dikasih aja, saat 6 tahun berlalu, dan kami berdua sudah pasrah, ALLAH kasih kehamilan yang tak diduga bahkan saya minum obat warung abis 2 strip karena badan merasa demam dan kepala pusing, tapi klo ALLAH sudah berkehendak janin pun tetap tumbuh kuat di dalam rahim. sekarang anak kedua saya udah 8 tahun😇.
Hani Hanifah
Dijah mah wonder woman, cuma kaleng doang mah cetek...sekali pukul langsung gepeng..😂
Wandi Fajar Ekoprasetyo
ternyata kebiasaan Bara(astaga)tuh awalnya dr cerita ini ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!