NovelToon NovelToon
Antara Air Dan Api

Antara Air Dan Api

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi / Kultivasi Modern / Evolusi dan Mutasi / Cinta Beda Dunia / Pusaka Ajaib
Popularitas:200
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Syihab

novel fiksi yang menceritakan kehidupan air dan api yang tidak pernah bersatu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Syihab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gaung yang Tidak Terlihat

Angin di Dimensi Air Berlapis mengalir dengan pola aneh sore itu bergerak memutar, menyentuh kulit lalu menghilang seperti hembusan napas yang ditelan kembali oleh dunia. Cai berdiri di salah satu dataran transparan yang menjadi jembatan alami menuju Lapisan Ketiga. Permukaannya bening dan dingin, seperti kaca beku. Tapi ada sesuatu yang lebih dari sekadar keanehan alam.

Angin itu membawa suara.

Sena, yang berdiri tak jauh darinya menajamkan telinga. “Kau dengar itu?”

Cai mengangguk. “Ya. Suara… seperti panggilan. Tapi bukan dari air.”

Sura melangkah maju, memicingkan mata seolah memeriksa sesuatu yang tak kasatmata. “Itu gema energi. Biasanya muncul saat ada gangguan baru di jalur dimensi.”

Mira, dengan tubuh kecilnya yang lincah, berjongkok dan menempelkan telapak pada permukaan jembatan. “Air di sini gelisah,” katanya pelan. “Ada sesuatu yang sedang mengamati kita.”

Suara itu kembali muncul lebih jelas, lebih terputus seperti bisikan yang diseret dari kejauhan.

“kembal....” “Me...nd...ga...r...” “kami melihat...”

Sena meraba gagang pedang apinya. “Ini bukan suara alami. Dan bukan suara makhluk dari sini.”

Cai merasa ada tekanan halus pada dadanya, seperti seseorang menahan napas terlalu lama. “Ini… seperti suara celah,” katanya lirih. “Seperti di Bab 12, ketika aku terjebak dalam gelap itu.”

Mira menoleh cepat. “Kegelapan yang membangunkan dirimu?”

“Ya. Energi itu punya sifat yang sama.”

Sura menghela napas panjang. “Kalau begitu, kita tak punya banyak waktu. Gangguan semacam ini biasanya pertanda celah dimensi sudah mulai pecah.”

Sena menatap Sura. “Celah seperti yang membawa Cai ke dunia gelap itu?”

“Ya. Dan kali ini, celah itu mungkin membuka jalan bagi sesuatu yang tidak ingin kita temui.”

Keheningan turun.

---

Mereka berjalan menyusuri jembatan panjang, menuju sebuah dataran bundar berwarna biru pekat sebuah titik pengamatan alami di antara arus dimensi. Dari sana, seluruh Lapisan Ketiga terlihat seperti langit tak berujung yang terbuat dari air, namun tidak pernah jatuh. Arus besar melintas seperti sungai vertikal, sementara ribuan kilauan cahaya bergerak mengikuti ritme yang tidak dipahami manusia.

“Cai,” Mira memanggil. “Sini. Cepat.”

Cai berlari kecil mendekat dan melihat Mira menunjuk pada retakan tipis di udara, tepat di atas dataran.

Retakan itu bukan fisik.

Retakan itu adalah cahaya hitam.

Sena melangkah hati-hati ke samping Cai. “Aku pernah melihat retakan seperti itu.”

“Di mana?” tanya Cai.

“Di Dimensi Api, saat kelompok Bara Hitam mencoba membuka jalur menuju inti energi kuno. Tapi tidak sebesar ini.”

Sura menambah, “Jika retakan ini terbentuk di Dimensi Air Berlapis, berarti ada kekuatan besar yang bekerja dari luar. Celah semacam ini… mungkin dibuat.”

Mira bergidik. “Siapa yang bisa membuat celah dimensi di sini?”

Sura tidak langsung menjawab. Ia menatap retakan itu dengan ketegangan yang jarang terlihat darinya.

“Kelompok Celah Hitam,” katanya akhirnya.

Sena mengerutkan kening. “Kelompok apa lagi itu? Belum pernah kudengar.”

“Karena mereka tidak seharusnya ada,” jawab Sura. “Kelompok itu terbentuk dari sisa-sisa para peneliti yang lama diasingkan dari Dimensi Air. Mereka berusaha menciptakan jalur buatan menuju inti kekuatan cair dan api untuk menguasai kedua dimensi sekaligus.”

Cai menelan ludah. “Jadi… mereka ingin menggabungkan kekuatan dimensi?”

Sura mengangguk pelan. “Tapi bukan untuk menyatukan, Cai. Melainkan untuk mengendalikan.”

Retakan itu tiba-tiba berdenyut. Seolah merespons percakapan mereka.

Cahaya hitam mengambang, membentuk pusaran kecil.

Lalu terdengar suara tidak menyerupai suara makhluk mana pun.

“kembalikan...arus...” “kami melihatmu...” “Cai”

Cai tersentak mundur. “Itu… suara itu memanggilku.”

Sena memegang bahu Cai, mencegahnya melangkah lebih dekat. “Itu mungkin hanya ilusi.”

“Tidak.” Sura menatap Cai dengan mata yang menegang. “Itu bukan ilusi. Celah itu mengenalmu. Atau lebih tepatnya… energi dalam dirimu mengenali celah itu.”

Mira membeku. “Cai, jangan bilang kalau kegelapan yang kau lihat dulu itu… berasal dari tempat seperti ini.”

Cai menatap retakan hitam itu dengan jantung berdebar. “Aku tidak tahu. Tapi… ada sesuatu di dalam tubuhku yang bergetar. Seperti ada bagian diriku yang memanggil balik.”

Sena menatap retakan itu tajam. “Kalau begitu, kita harus menutup celah ini sebelum lebih banyak yang keluar.”

Sura menggeleng. “Tidak cukup mudah. Celah buatan tidak bisa ditutup hanya dengan energi air atau api biasa.”

Tiba-tiba, dari retakan itu muncul bentuk seperti kabut hitam bercampur serpihan cahaya, bergerak seperti asap yang hidup. Ia menekan udara sekitar, membuat dataran bergetar.

Mira mundur beberapa langkah. “S-Sura… itu keluar!”

Sena segera menyalakan energi apinya. Cahaya merah terang menyembulkan kehangatan di udara dingin air. “Kalau makhluk celah itu menyerang, aku akan.”

“Kau tidak boleh menyentuhnya dengan api,” potong Mira cepat.

“Kenapa?”

“Energi bernapas Celah Hitam menyerap panas. Api akan memperkuatnya!”

Sura menambahkan, “Begitu energi panas menyentuh kabut itu, ia akan berkembang menjadi bentuk yang lebih kuat. Kita akan kehilangan kesempatan untuk menutup celah.”

Cai menghela napas dalam, mencoba memahami situasi ini. “Kalau begitu, apa yang bisa kita lakukan?”

Sura memejamkan mata sejenak. “Ada satu cara. Tapi berbahaya.”

Sena menatapnya. “Apapun itu, katakan.”

“Cai harus menyentuh cabang celah itu langsung dengan inti energinya sendiri.”

Cai membeku. “Aku? Kenapa aku?”

“Karena celah itu merespons energimu. Celah itu tertarik padamu. Jika kau menyentuhnya, kau bisa menstabilkan arus yang liar. Itu akan memberi kesempatan bagiku menutup retakannya.”

Sena langsung menggeleng keras. “Tidak. Itu terlalu berbahaya. Kita tidak tahu apa yang bisa dilakukan celah itu pada Cai.”

Sura membalas dingin, “Dan jika kita tidak menutupnya sekarang, celah ini akan membesar. Dan saat itu terjadi, seluruh Lapisan Ketiga akan hancur oleh arus liar.”

Mira mendekat, wajahnya pucat. “Cai… keputusan di tanganmu.”

Cai menatap retakan hitam itu. Energi di dalam tubuhnya memang bergetar, seperti ada yang memanggilnya dari seberang luka dimensi itu. Ia tahu risikonya, tapi ia juga tahu sesuatu lagi:

Jika Celah Hitam bertambah kuat, mereka bisa datang mencari lebih banyak penghubung antara dimensi.

Mungkin mencari dirinya lagi.

“Atau mencari Sena,” pikir Cai tiba-tiba pikiran yang menyayat.

Sena melangkah di depannya. “Cai. Jangan lakukan ini sendiri.”

Cai tersenyum pelan. “Sena… aku tidak sendiri. Kalian di sini.”

Sena memegang lengannya, jari-jarinya dingin meskipun tubuhnya penuh api. “Jika aku melihatmu hilang lagi ke tempat gelap itu… aku tidak tahu apakah aku bisa menghadapinya.”

Cai meletakkan tangan di atas tangannya. “Aku janji… aku akan kembali.”

Sena menatapnya dalam, seolah mencoba menahan dunia agar tidak bergerak.

Akhirnya, Sena mengangguk perlahan.

Cai melangkah maju.

Retakan itu berdenyut semakin kuat, seolah menunggu.

Sura menyiapkan segel airnya, tangan glowing biru.

Mira bersiap dengan lingkaran pertahanan.

Dan Sena berdiri tepat di belakang Cai tanpa menyentuh, tapi sangat dekat.

Cai mengangkat tangan, lalu menyentuh tepian retakan hitam itu.

Dunia langsung runtuh.

---

Gelombang dingin menusuk tulangnya, menyedot udara dari paru-paru. Ungkapan cahaya hitam itu masuk ke kulitnya seperti tetesan tinta di air. Cai merasakan dirinya seperti ditarik ke dua arah, tubuh dan kesadaran terpisah.

“C....ai!” Suara Sena terdengar jauh.

“A...ku… baik…” Cai tersengal. “Sura… sekarang!”

Sura mengangkat segelnya. Cahaya biru menyala, menutupi area.

Tapi celah itu melawan.

Cahaya hitam tiba-tiba menyambar, membentuk bayangan besar yang menyerupai sosok tanpa wajah kabut hitam membentuk dua mata tak berwarna.

“temukan...kunci...arus...” “penghubung...terakhir...” “Cai...”

Cai gemetar. “Kunci arus? Apa maksudnya…?”

Makhluk kabut itu bergerak mendekatinya. Sena langsung mencoba menyerang tapi api sontak dipadamkan bahkan sebelum menyentuh kabut.

“Sena!” Cai berteriak. “Jangan gunakan api!”

Sura mengerang. “Cai! Fokus padaku! Tarik energinya kembali ke arahmu!”

Cai memejamkan mata, menyingkirkan rasa takut.

Ia membayangkan inti energinya pusaran biru lembut di dadanya dan menarik arus hitam ke arahnya, bukan menolak.

Energi itu melawan pada awalnya, tetapi kemudian…

…seperti mengenali pemiliknya.

Retakan itu mengerut, garis hitamnya mulai memudar.

Mira berseru, “Berhasil! Cai, sedikit lagi!”

Namun makhluk kabut itu menjerit tanpa suara tapi penuh amarah dan menyentuh tangan Cai secara langsung.

Tubuh Cai lunglai.

Energi hitam menyusup ke aliran darahnya.

Sena langsung berteriak. “Cai!!!”

Ia memeluk Cai dari belakang sebelum tubuh itu jatuh. Tetapi begitu ia menyentuh Cai, energi hitam menyambar Sena juga membuatnya memejamkan mata karena sakit.

Cai membuka mata tetapi pupilnya berubah.

Biru biasa sudah bercampur garis hitam berdenyut.

Sena memegang wajahnya. “Cai… dengarkan aku. Kau di sini. Jangan biarkan energi itu mengambilmu.”

Cai tersengal. “Sena… aku… aku masih...”

Makhluk celah itu berbisik,

“kalian berdua… penghubung…”

Dan sebelum melanjutkan, Sura menutup celah dengan kekuatan penuh.

Cahaya biru meledak, membungkus retakan.

Energi hitam tersedot kembali.

Makhluk kabut itu menghilang.

Dan retakan menutup sepenuhnya.

Sena memeluk Cai erat saat tubuh temannya itu mulai merosot.

“Cai! Hei! Tetap sadar!”

Cai menatap Sena samar, napasnya lemah. “Aku… tidak… mau… hilang.”

“Tidak akan,” suara Sena gemetar. “Aku tidak akan membiarkanmu.”

Sura dan Mira berlari mendekat.

Sura memeriksa energi dalam tubuh Cai. Wajahnya berubah pucat.

“Apa yang terjadi?” tanya Sena tajam.

Sura menarik napas berat.

“Energi Celah Hitam… tertinggal di dalam tubuh Cai.”

Sunyi.

Sena merasa dadanya membeku.

“Artinya apa, Sura?”

Sura menutup mata.

“Artinya… Cai kini menjadi kunci arus yang dicari Celah Hitam.”

“Dan itu,” Sura menatap mereka dengan tegas,

“adalah permulaan bencana yang belum pernah terjadi di dua dimensi.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!