"Tapi Kek, aku tak mengenalnya. Dan dia pria kota, mana cocok denganku yang hanya seorang gadis desa."
"Kamu hanya belum mengenalnya, dia anak yang baik. Jika Kakek tiada, kamu tak sendiri di dunia ini. Jadi Kakek mohon, kamu harus mau di jodohkan dengannya."
Aruna hanya diam, dia tak bisa membantah permintaan sang Kakek. Sedari kecil dia dirawat oleh Kakek Neneknya, karena orang tuanya mengalami kecelakaan dan tewas ketika dia berusia 5 tahun. Sejak saat itu hidup didesa, dan membantu Kakek Neneknya bertani diladang adalah kehidupan bagi Aruna.
Tapi ksetelah kepergian Nenek satu bulan lalu, jujur membuatnya kesepian walaupun ada Kakek juga asisten rumah tangga yang sedari dulu sudah bekerja di tempat sang Kakek.
Waktu pernikahan tiba, dua orang asing menikah tanpa ada rasanya cinta dihati mereka. Pria itu anehnya juga tak menolak perintah dari Kakeknya, setuju dan menjalani perjodohan yang sangat mendadak.
"Kita sudah menikah, tapi ada batasan antara aku dan kamu. Dan akan aku je
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SecretThv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan Di Kamar
Aruna selesai dengan kegiatannya di depan layar, dia segera mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur yaitu setelan piyama warna biru. Dan keluar untuk minum vitamin yang biasa dia minum, di dapur dia mendapati Kakeknya sedang mengobrol dengan Bibi.
Dengan sopan Aruna menyapa beliau, "Kakek belum tidur?" tanyanya dengan nada lembut.
"Oh kamu Nak, belum karena ada hal yang harus di kerjakan. Apa Sagara sudah tidur, sedari tadi Kakek tak melihatnya setelah dari ruang kerjanya." Ujar Kakek bertanya-tanya.
Aruna menggeleng, "Dia tidak dikamar Kek, sepertinya tadi dia keluar terburu-buru. Mungkin ada hal penting yang harus dia selesaikan," ujar Aruna.
"Hem, begitu rupanya. Iya mungkin dia sibuk, apa kamu sudah selesai belajar?" tanya beliau.
"Susah Kek, aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku, dan tugas kuliahku."
"Ya sudah, istirahat lah. Kakek juga akan istirahat setelah bertemu Juno dulu, Kakek ke sebelah dulu." Tuan Abimana pamit ke apartemen yang di tempati asistennya, karena ada hal yang harus mereka bicarakan.
"Baik Kek."
Aruna segera mengambil vitamin yang biasa dia minum, "Bi, apa Kakek sering datang ke kota?" tanyanya.
"Jarang Non, biasanya awal tahun atau akhir tahun. Tapi ini mungkin kejutan untuk Nona dan Tuan Muda, jadi datang kesini lebih awal." Jelas Bibi.
Aruna mengangguk paham, "Begitu, ya sudah Bi aku kembali ke kamar ya. Ingin istirahat lebih cepat," kata Aruna, dia pamit dari dapur setelah minum vitamin untuk kembali ke kamarnya.
Bibi hanya tersenyum dan mengangguk, lalu membereskan pekerjaan lainnya setelah kepergian Aruna. Tak lama Sagara pulang, dan kembali dengan wajah yang lesu.
Saat hendak masuk ke dalam kamar dia teringat jika malam ini akan tidur dengan Aruna, "Sial! Bagaimana aku bisa menghindari gadis itu." Menggaruk tengkuk yang tak gatal sama sekali.
Setelah sedikit lama didepan pintu, akhirnya Sagara membuka pintu kamarnya. Dia melangkah masuk ke dalam kamar, dia mengganti pakaiannya lebih dulu ke walking in closet. Langkah kakinya menuju ke tempat tidur, tapi mata Sagara terkejut tak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanyanya sembari mendekati Aruna.
"Memberi pembatas."
"Kan kamu bisa tidur di sofa, lihatlah sofa itu luas. Jadi kamu bisa tidur disana." Menunjuk ke arah sofa.
"Tidak mau, aku mau di sini. Jadi aku memberi ini, aku membelinya tadi. Untung saja tiba tepat waktu saat Kakek tidak ada, jadi langsung aku pasang." Senyum tanpa bersalah.
Sagara melihat hingga ujung langit-langit kamar, dan gadis ini sudah mengubah kamarnya seperti kamar miliknya sendiri. Aruna membeli tiang penyangga untuk kedua sisi yang mampu diatur, dan membeli pembatas seperti kelambu yang di pasang ditengah antara tiang tersebut.
"Jika Kakek masuk mendadak apa akan terlihat seperti ini? Apa tak semakin curiga."
Aruna terdiam, apa yang di katakan oleh Sagara ada benarnya. Jika Kakek memaksa masuk untuk melihat kamar mereka apa sempat merapihkan semua ini, "Lalu kita harus bagaimana?" Dengan ekspresi wajah memelas.
"Tentu saja lepaskan saja itu, cepat. Kita pakai bantal atau guling," saran Sagara.
Aruna tersenyum, "Kak, sebenarnya aku bisa memasangnya tapi tidak bisa melepas dan membereskan ini. Jadi butuh bantuanmu, tidak mungkin kan membiarkan anak kecil ini mengerjakan pekerjaan sulit ini sendiri," dengan nada datar.
"Kamu yang membuat ulah, aku juga yang repot." Namun tetap membantu Aruna melepas dan merapihkan benda-benda yang menjadi pembatas kasur antara mereka.
Sekitar 30 menit mereka akhirnya selesai merapihkan semuanya, Sagara heran karena sebenarnya benda yang di beli Aruna pemasangannya juga cukup rumit, tetapi gadis situ mampu mengatasinya sendiri.
Aruna segera memberi batasan untuk mereka dengan guling dan bantal, tentu saja sesuai dengan saran dari pria berstatus sebagai suaminya itu.
"Begini kan? Sudah, Paman lekas tidur. Jangan suka begadang, tidak baik untuk umurmu yang semakin tua." Menoleh ke arah Aruna, dia sengaja meledek Sagara disaat pria itu merasa lelah.
Sagara membuang nafas kasarnya, "Mulutmu itu memang sangat suka menghinaku, apa perlu mulutmu itu aku lem saja." Melipat kedua tangannya di dada, sepertinya dia tak tahan dengan kelakuan Aruna.
"Paman bilang usia kita sesungguhnya terpaut 12 tahun bukan, jadi kamu berumur 30 tahun. Tahun depan 31, jadi tentu saja sudah tua. Jangan sering marah-marah, keriputmu bertambah, nanti Kak Elen tak suka lagi padamu," kata Aruna, dia benar-benar membuat Sagara naik darah kali ini hanya dengan kata-katanya.
Pria itu mengepalkan tangannya, ingin sekali memberikan sedikit pukulan pada Aruna, tetapi sangat disayangkan Aruna wanita bukan seorang pria. Tangannya meraih solatip yang ada didalam laci, dan menuju ke arah Aruna.
"Mau apa?" Sedikit waspada.
"Tentu saja aku ingin menyolatip mulutmu itu, apa kamu begitu juga pada semua orang. Gadis menyebalkan." Ujar Sagara.
"Tentu saja tidak, aku begini juga karena sikapmu yang menyebalkan Paman. Jika berani mendekat, aku laporkan pada Kakek." Aruna mengancam, agar pria didepannya tak berani menyentuhnya.
Solatip itu dia letakkan kembali ke laci, "Sudahlah, aku lelah. Aku ingin tidur." Mengarah ke sisi kiri ranjang dan merebahkan diri.
Aruna tak berani mengganggunya, dia lalu merebahkan dirinya disisi kanan ranjang. Kini kedua insan itu berbaring disatu ranjang bersama, Sagara mematikan lampu utama dan lampu tidur otomatis menyala dengan sendirinya.
Aruna tak bisa tidur, dia selalu bergerak untuk mencari posisi yang nyaman. Dan itu membuat Sagara merasa terganggu, dia sedang merasa pusing juga dengan masalahnya.
"Bisakah kamu diam gadis kecil, aku tak bisa tidur jika kamu terus begini," dengan nada rendah.
Aruna lalu duduk menyandarkan kepalanya, "Kak,aku juga tidak bisa tidur. Rasanya sangat aneh tidur dengan orang asing," jelas Aruna.
"Sama, kamu kira aku bisa tidur."
Sepertinya Keduanya lupa beberapa hari yang lalu mereka tidur bersama, bahkan Sagara sangat lelap kala itu. Di susul Aruna yang terlelap juga, tapi mungkin kali ini situasinya berbeda, karena mereka harus berasa disatu kamar untuk beberapa hari kedepan.
"Bagaimana jika aku menginap di kost Hana, disana lebih baik dari pada dikamar ini," ujar Aruna.
"Kamu selalu saja membuatku naik darah, jangan samakan kamarku dengan kost. Kamu kira apaan." Kesal Sagara.
Aruna memanyunkan bibirnya, lalu dia diam tanpa mengeluarkan kata-kata lagi dari mulutnya. Rasanya sangat berat untuk dijalani, bagaimana bisa ikatan pernikahan yang harusnya bisa bahagia malah membuat penekanan padanya.
Dia harus berpura-pura tersenyum, bahagia, didepan semua orang. Kenyataanya tidaklah seperti itu, Aruna berharap semua ini hanya mimpi yang hanya menyapanya.
'Tidak ada harapan tentang pernikahan ini, kenapa harus aku yang terikat dengan pria dingin dan egois seperti dia,' batin Aruna.