Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jembatan Tak Kasat Mata (Tarif Tol Mahal)
IMAN KEPADA UANG
Lantai 8: The Cliff of Faith.
Angin kencang menderu dari dasar jurang yang tidak terlihat dasarnya. Di depan mereka, tebing batu berakhir mendadak. Di seberang sana, sekitar 500 meter jauhnya, terlihat gerbang menuju Lantai 9 yang bersinar redup.
Di antara kedua tebing itu? Kosong. Hanya kabut putih tebal.
"Lompat?" Yuna melihat ke bawah dan langsung pusing. "Bos, kalau kita lompat, kita mati. Ini bukan film kartun."
"Baca instruksinya lagi," kata Ji-woo tenang. "Tebing Keyakinan. Biasanya di game, ini artinya ada jembatan transparan."
Ji-woo memungut sebuah batu kerikil, lalu melemparnya ke depan.
WUSH...
Batu itu tidak jatuh. Batu itu melayang sebentar di udara, lalu... TERBAKAR menjadi abu.
ZAP!
"Oke, itu bukan jembatan," koreksi Ji-woo. "Itu pagar listrik tak kasat mata."
Valerius maju dengan tabletnya (yang sekarang sudah ditempel selotip sana-sini). Dia memindai area kosong itu.
"Tuan Han, saya mendeteksi Micro-Transaction Field. Jembatannya memang ada, tapi statusnya Locked (Terkunci)."
Valerius menunjuk sebuah kotak amal logam di pinggir tebing.
Tulisan di kotak itu:
[MASUKKAN 1.000 POIN UNTUK MEMUNCULKAN 1 METER JEMBATAN]
"Satu meter seribu poin?!" teriak Yuna. "Jaraknya 500 meter! Kita butuh 500.000 Poin!"
"Dan durasinya cuma 5 detik per meter," tambah Valerius ngeri. "Ini tarif tol paling mahal di alam semesta."
Ji-woo merogoh sakunya. Kosong.
Saldonya 0.
Pinjamannya sudah lunas (jadi dia tidak punya uang kasino lagi).
"Kita tidak punya uang," kata Ji-woo. "Tapi kotak itu... terlihat bisa dibongkar."
Ji-woo mencabut Linggis Sengsara dari pinggangnya.
"Kalau kita tidak bisa bayar tol resmi, kita bobol gerbang tolnya."
PENJAGA GERBANG UDARA
Baru saja Ji-woo menempelkan ujung linggisnya ke kotak amal itu, suara pekikan tajam terdengar dari langit.
KIIIIEK!
Dari dalam kabut, turunlah puluhan makhluk bersayap. Mereka memiliki tubuh wanita, sayap burung nasar, dan cakar logam. Wajah mereka memakai masker seperti teller bank.
MONSTER: TOLL HARPY (HARPY PENAGIH TOL).
"PELANGGARAN!" pekik Harpy pemimpin. "Mencoba merusak aset negara! Denda: Jantungmu!"
Para Harpy itu mengepung mereka. Cakar mereka berkilauan.
"Hati-hati, Bos!" teriak Yuna sambil berlindung di balik Valerius. "Mereka terbang! Kita tidak bisa memukul mereka kalau mereka di udara!"
Ji-woo tersenyum lebar. Dia memutar-mutar linggisnya.
"Terbang, ya? Kebetulan sekali. Aku sedang butuh tumpangan."
Seekor Harpy menukik tajam ke arah Ji-woo, cakarnya mengincar mata.
Ji-woo tidak menghindar. Dia menunggu sampai detik terakhir.
SKILL: MANAGER'S GRIP (CENGKERAMAN MANAJER).
Efek Senjata: Tidak bisa lepas dari tangan, dan meningkatkan daya cengkeram pada objek lain.
Saat Harpy itu mendekat, Ji-woo mengayunkan Linggis Sengsara.
Bukan untuk memukul, tapi untuk MENGHOOK (mengait).
Lengkungan linggis itu mengait tepat di pergelangan kaki Harpy.
"Dapat kau!"
Harpy itu kaget. Dia mencoba terbang naik kembali. Tapi Ji-woo (dan berat badannya) ikut terbawa naik.
"LEPASKAN!" jerit Harpy itu, mengepakkan sayap sekuat tenaga.
"Tidak mau!" Ji-woo bergelantungan di kaki Harpy itu. "Antar aku ke seberang!"
"Aku bukan taksi online!" Harpy itu mencoba mengguncang Ji-woo jatuh.
Ji-woo menancapkan ujung paku linggis sedikit ke kaki Harpy (Tetanus Shot aktif).
"Aduh! Sakit! Kakiku gatal dan kaku!" jerit Harpy itu.
"Itu Tetanus," kata Ji-woo santai. "Terbang lurus ke seberang, atau kakimu diamputasi!"
Harpy itu menangis. "Baik! Baik! Jangan suntik aku lagi!"
RANGKAIAN KERETA HARPY
Ji-woo menoleh ke bawah, ke arah tebing tempat Yuna dan Valerius masih dikepung Harpy lain.
"Yuna! Valerius! Cari tumpangan kalian masing-masing!" teriak Ji-woo dari udara.
"Bos gila!" teriak Yuna. "Bagaimana caranya?! Aku tidak punya linggis!"
Valerius, dengan otak jeniusnya, melihat dasi panjang yang dia pakai (sisa dari lantai 4).
"Nona Yuna! Pegang kaki saya!"
"Hah?"
Valerius melemparkan dasinya seperti lasso, menjerat leher seekor Harpy yang sedang terbang rendah.
"Atas nama Audit Pajak, saya menyita kendaraan ini!"
Harpy itu tercekik (sedikit) dan panik, lalu terbang naik membawa Valerius. Yuna dengan sigap melompat memeluk kaki Valerius.
Jadilah pemandangan yang absurd:
Ji-woo naik Harpy A.
Valerius naik Harpy B sambil digelantungi Yuna.
Mereka terbang melintasi jurang kabut putih.
"KIIIEK! Teman-teman! Serang penumpang ilegal itu!" teriak Harpy Pemimpin yang ditunggangi Ji-woo.
Harpy-harpy lain yang bebas mulai menyerang. Mereka menukik untuk memotong tali dasi Valerius atau mencakar Ji-woo.
Ji-woo berada di tengah udara, bergelantungan dengan satu tangan di linggis. Tangan kirinya bebas.
"Gangguan penerbangan," gumam Ji-woo.
Dia melihat seekor Harpy mendekat dari samping.
Ji-woo mengayunkan tubuhnya seperti akrobat sirkus.
Saat Harpy musuh mendekat, Ji-woo menendang wajahnya.
"ECONOMY CLASS KICK!"
BUGH!
Harpy itu pingsan dan jatuh ke jurang.
Tapi jumlah mereka terlalu banyak.
"Bos! Dasinya mau putus!" teriak Valerius. Harpy yang dia tumpangi mulai lelah membawa beban dua orang (plus dosa masa lalu mereka).
Ji-woo melihat ke depan. Gerbang Lantai 9 masih 200 meter lagi. Harpy tunggangannya juga mulai melambat karena efek racun tetanus.
Ji-woo harus membuat jembatan fisik.
Dia melihat Pecahan Cermin yang tertempel di linggisnya.
Efek Pasif: Mirror Trauma (Memantulkan Serangan).
"Harpy! Tembakkan serangan sonik kalian!" perintah Ji-woo.
"Kenapa aku harus menuruti—"
Ji-woo menekan linggisnya.
"LAKUKAN!"
Harpy itu menjerit. "KIIIIIEEEKKKK!!!" (Gelombang suara penghancur).
Ji-woo mengarahkan linggisnya ke depan. Pecahan cermin itu memantulkan gelombang suara itu, memadatkannya menjadi Sinar Padat.
Sinar itu menembak lurus ke depan, menghantam kabut, dan... secara ajaib memicu sensor jembatan transparan!
Ternyata suara pekikan Harpy memiliki frekuensi yang sama dengan "Bunyi Koin Jatuh".
Sistem jembatan tertipu!
BZZT... BZZT...
Lantai jembatan cahaya muncul sekejap-sekejap di depan mereka.
"Lompat ke cahaya itu!" teriak Ji-woo.
Ji-woo melepas kait linggisnya, melakukan lompatan iman ke lempengan cahaya yang berkedip.
Dia mendarat. TAP.
Lempengan itu mulai retak (karena durasinya habis).
"Lompat lagi!"
Ji-woo melompat ke lempengan berikutnya.
Valerius dan Yuna (yang jatuh karena dasinya putus) berhasil mendarat di lempengan di belakang Ji-woo.
Mereka berlari.
Di belakang mereka, jembatan cahaya itu menghilang satu per satu.
Di atas mereka, pasukan Harpy mengejar.
Di depan mereka, gerbang Lantai 9.
"JANGAN MENOLEH! LARI SEPERTI DIKEJAR DEBT COLLECTOR!" komando Ji-woo.
Mereka melompat masuk ke gerbang tepat saat pijakan terakhir lenyap.
RUANG GANTI YANG SALAH
Mereka jatuh berguling di lantai marmer yang dingin.
Napas mereka putus-putus. Yuna memeluk kakinya yang gemetar. Valerius membetulkan kacamatanya yang miring.
Ji-woo berdiri, mengecek Linggis Sengsara-nya.
"Masih utuh. Senjata sampah memang tahan banting."
Dia melihat sekeliling.
Mereka berada di sebuah ruangan yang sangat... wangi.
Dindingnya berwarna merah muda. Ada cermin rias di mana-mana. Baju-baju pesta tergantung rapi.
[LANTAI 9: THE BALLROOM OF VANITY (RUANG PESTA KESOMBONGAN)]
[MISI: MENARI SAMPAI PASANGANMU MATI]
Seorang pelayan (tengkorak dengan wig bedak tebal) mendekati mereka.
"Tuan, Nyonya... Kalian tidak bisa masuk ke Ballroom dengan pakaian seperti itu."
Pelayan itu menunjuk celana training Ji-woo yang sobek, kemeja Valerius yang kusut, dan baju Yuna yang hangus.
"Hanya tamu dengan Busana Terbaik yang boleh bertemu Ratu Dansa."
"Busana terbaik?" Ji-woo melihat linggis di tangannya.
"Apakah aksesoris besi berkarat ini termasuk fashion statement?"
Pelayan itu mendengus jijik. "Tentu tidak. Kalian harus dijahit ulang."
Tiba-tiba, kain-kain di ruangan itu hidup. Meteran kain melayang seperti ular. Gunting raksasa berbunyi kres-kres. Mesin jahit berderum sendiri.
Ini bukan ruang ganti. Ini adalah Mesin Jahit Pembunuh.
"Misi sampingan," kata Ji-woo, memasang kuda-kuda. "Kalahkan fashion police ini, dan buat baju tempur baru."
"Yuna, kau bisa menjahit?"
"Bisa sedikit, Bos. Kenapa?"
Ji-woo menunjuk tirai beludru merah tebal di jendela.
"Buatkan aku jubah. Aku ingin terlihat seperti Raja."
"Raja apa?"
"Raja Gelandangan."