NovelToon NovelToon
DIBUANG SUAMI, DINIKAHI CEO

DIBUANG SUAMI, DINIKAHI CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Cinta setelah menikah / Crazy Rich/Konglomerat / Balas Dendam
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

​Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Begitu karpet merah terbentang di depan pintu hotel, para tamu undangan dan wartawan seketika menoleh.

Bisik-bisik kecil mulai terdengar ketika mereka melihat Sebastian turun dari mobil bersama seorang wanita cantik berpakaian elegan.

“Sebastian sudah menikah?!” terdengar suara salah seorang tamu kaget, hampir tidak percaya.

“Dia istri Sebastian? Luar biasa,aku tidak menyangka!” ucap tamu lain sambil menatap Amira dengan takjub.

Sebastian tersenyum hangat, menatap istrinya penuh kebanggaan.

“Mira, mari kita berkenalan dengan Tuan Alexander,” ucap Sebastian sambil menggandeng tangan Amira.

Di sisi lain karpet merah, Alexander, pemilik hotel, tampak menatap mereka dengan kagum.

Begitu Sebastian memperkenalkan Amira, matanya seketika terpikat oleh kecantikan istrinya.

“Senang bertemu dengan Anda, Nyonya Vettel,” ucap Alexander, mengulurkan tangan dengan senyum hangat.

Amira membalas salamnya dengan sopan, namun ia bisa merasakan tatapan Alexander yang agak terlalu lama menatap wajahnya.

Seketika pipinya terasa panas, dan hatinya sedikit tidak nyaman.

Ia menoleh sejenak ke arah Sebastian, lalu tersenyum tipis untuk menyembunyikan rasa risihnya.

Ia tidak ingin Sebastian melihat reaksinya dan khawatir akan membuat suasana canggung.

Sebastian berbicara hangat dengan Kline, salah satu rekan pentingnya, membicarakan strategi pengembangan hotel dan beberapa kerja sama yang akan dijalankan.

Amira berdiri di samping, mendengarkan percakapan itu sambil tersenyum sopan.

Setelah beberapa saat, rasa lapar dan kebiasaannya muncul.

Amira berjalan perlahan menuju meja prasmanan untuk mengambil beberapa makanan.

Ia menunduk sejenak, menyesuaikan diri dengan suasana ramai yang dipenuhi tamu undangan dan wartawan.

Namun, tanpa diduga, Alexander mendekat ke arahnya.

Dengan gerakan halus, ia menyentuh pipi Amira, seolah ingin melihat lebih dekat kecantikannya.

Amira kaget, langkahnya terhenti sejenak. Mata Alexander menatapnya dengan intens, penuh kekaguman.

Tanpa menunggu lama, Amira menarik langkah mundur dengan cepat.

“Tolong jangan,” bisiknya pelan, hati berdebar. Ia segera berpaling, berjalan ke arah kamar mandi yang berada di lantai yang sama.

Ia butuh menenangkan diri, menjauh dari tatapan yang membuatnya risih tanpa memberitahukan Sebastian.

Di dalam kamar mandi, Amira menundukkan kepala, menarik napas dalam-dalam, dan menepuk pipinya sendiri.

“Tenang, Mira. Jangan sampai Sebastian tahu. Aku tidak ingin dia khawatir,” gumamnya pelan sambil menatap cermin.

Amira baru saja menenangkan dirinya di kamar mandi ketika ia dikejutkan oleh sosok Alexander yang tiba-tiba berdiri di depan pintu.

“Tinggalkan Sebastian, dan aku akan memberimu apa yang kamu inginkan,” ucap Alexander dengan nada rendah dan penuh keyakinan.

Amira menatapnya tajam, napasnya tertahan sejenak. “Jangan bermimpi, Alexander. Pergi dari sini sekarang!” tegasnya sambil mencoba menutup pintu.

Namun Alexander melangkah maju, menghalangi pintu kamar mandi. “Aku serius, Amira. Tidak ada yang bisa menghalangi keinginanku.”

Amira menelan ludah, mencoba tetap tenang. “Aku sudah bilang, minggir. Aku tidak ingin masalah ini sampai ke Sebastian.”

Alexander tersenyum tipis, hampir mengejek. “Dia tidak akan tahu. Tinggalkan dia, dan aku pastikan kau tidak akan menyesal.”

Amira menggeliat, menatap sekeliling untuk mencari jalan keluar. Ia mengangkat tangan, berusaha mendorong Alexander, tetapi ia terlalu kuat.

Tiba-tiba, beberapa orang dari anak buah Alexander muncul, bergerak cepat mendekatinya.

Salah satu dari mereka langsung menutup mulut Amira dengan kain putih.

"MMMMPPHH!! Mmmmpphh!"

Amira mencoba memberontak dan dalam hitungan detik Amira langsung jatuh pingsan.

"Bawa dia ke kamar atas." ucap Alexander yang ikut masuk kedalam lift.

Sementara itu Sebastian menoleh mencari keberadaan istrinya yang belum kembali.

Ia berjalan ke kamar mandi dan mengetuk pintu kamar mandi.

"Sayang, apakah kamu masih ada didalam?" tanya Sebastian.

Sebastian menunggu dan tidak ada jawaban dari istrinya.

Sebastian menatap kamar mandi kosong dengan mata yang membara.

Hatinya segera dipenuhi rasa panik dan marah.

Tak lama, seorang tamu yang sempat menyaksikan sedikit adegan aneh di hotel mendekati Sebastian.

“Pak Sebastian, saya lihat Alexander membawa Nyonya Amira ke kamar Shangrila di lantai atas,” ucapnya terbata-bata, takut tapi ingin membantu.

Mata Sebastian langsung menyala penuh amarah.

“Ke kamar Shangrila?!” gumamnya sambil menarik napas panjang.

Tanpa menunggu lama, ia berlari ke arah lift, menekan tombol naik dengan kecepatan penuh.

Begitu lift berhenti, Sebastian melesat ke lantai Shangrila.

Di depan pintu kamar, dua anak buah Alexander berdiri, menatap Sebastian dengan wajah dingin namun jelas cemas.

“Jangan berani mendekat!” salah satu dari mereka menantang.

Sebastian menatap mereka tanpa ragu, matanya menyalakan api kemarahan.

Dalam sekejap, ia melompat ke depan, meninju satu anak buah, menghantam perutnya, lalu mendorong yang satunya hingga terjatuh ke samping.

Kedua pria itu tergeletak tak berdaya di lantai, sementara Sebastian melangkah maju.

Dengan satu tendangan keras, pintu kamar Shangrila didobrak. Suara kayu pintu pecah bergema di koridor.

Di dalam kamar, pemandangan itu membuat darah Sebastian mendidih.

Alexander berdiri di samping Amira yang tak sadarkan diri dan pakaian Amira sudah terlepas dari tubuhnya.

Mata Alexander terpaku pada Sebastian, tapi ketakutannya tak cukup untuk menahan kemarahan Sebastian.

Sebastian melesat maju dan melayangkan pukulan keras ke wajah Alexander.

Suara benturan terdengar nyaring. Alexander terhuyung ke belakang, tapi segera mencoba menyerang lagi.

Sebastian tak peduli; setiap pukulan yang dilepaskan adalah kemarahan yang menumpuk selama ini.

“Aku belum selesai denganmu, Alexander!” teriak Sebastian sambil menundukkan tubuhnya untuk mengangkat Amira.

Tubuh Amira yang lemah digenggam erat, kepalanya bersandar di dada Sebastian.

Diko yang baru tiba di depan pintu, mata terbuka lebar melihat pemandangan itu, segera berlari.

“Tuan Sebastian! Kita harus bawa Nyonya Amira ke rumah sakit sekarang!”

Sebastian menatap Diko sejenak, napasnya masih berat, matanya tetap penuh amarah.

“Ya Diko. Dan urusan ini belum selesai, Alexander ” ucapnya sambil membopong tubuh Amira dengan hati-hati.

Dengan satu langkah tegas, Sebastian melangkah keluar kamar, melewati anak buah Alexander yang masih terguncang, dan menuju lift.

Diko mengikuti dari belakang, membuka pintu lift, dan mengawasi setiap gerak-gerik di sekitar, memastikan Amira dalam keadaan aman.

Di dalam lift, Sebastian menatap wajah istrinya yang masih tak sadar, mengecup keningnya dengan lembut sambil berbisik,

“Tenang, Mira. Aku akan jaga kamu. Aku janji, tidak ada yang akan menyakitimu lagi.”

Lift bergerak turun, meninggalkan rasa ketegangan dan amarah yang membara di setiap lantai hotel itu.

Lift berhenti di lobi bawah hotel, dan Sebastian melangkah cepat menuju mobil dengan tubuh Amira yang masih lemah digenggam erat. Diko segera membuka pintu dan membantu mengamankan mereka berdua di dalam mobil.

“Ke rumah sakit terdekat, Diko. Cepat!” perintah Sebastian sambil menatap jalan dengan mata yang menyala penuh amarah.

Mobil melaju kencang, sirine di jalan terasa samar di telinga Sebastian, tapi fokusnya hanya satu: memastikan Amira aman.

Tubuhnya gemetar karena campuran kemarahan dan kekhawatiran, namun setiap langkahnya tetap mantap.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan rumah sakit besar.

Sebastian langsung berlari menuju pintu UGD, membawa Amira dengan hati-hati. Petugas medis segera menyambut dan menuntunnya masuk.

“Bawa pasien ke ruang UGD sekarang, segera!” tegas Sebastian.

Amira dibaringkan di atas ranjang UGD, tubuhnya masih lemah dan wajahnya pucat.

Dokter dan perawat mulai memeriksa tanda-tanda vitalnya, sementara Sebastian berdiri di luar ruang, tangannya menggenggam pegangan pintu, napasnya tak beraturan.

Beberapa menit terasa seperti selamanya. Akhirnya, seorang dokter keluar dari ruang UGD, langkahnya cepat tapi tenang.

“Tuan Sebastian, Nyonya Amira masih dalam pengaruh obat bius yang diberikan oleh Alexander. Namun saya pastikan kondisinya stabil. Detak jantung normal, tekanan darah baik, dan kabar baiknya, kandungannya juga sehat. Tidak ada risiko serius saat ini.”

Sebastian menghela napas panjang, melepaskan sedikit ketegangan dari pundaknya, tapi matanya tetap penuh kewaspadaan.

“Terima kasih, Dokter. Saya ingin dia berada di ruang VVIP,” ucap Sebastian tegas, suaranya dingin namun mantap.

“Pastikan penjaga ketat, tidak ada yang bisa masuk kecuali saya dan staf medis yang Anda percayai.”

Dokter mengangguk, menghormati keputusan Sebastian.

“Baik, Tuan. Kami akan menyiapkan ruang VVIP dengan pengamanan penuh.”

Sebastian menatap ranjang UGD, hatinya masih berdebar.

Ia menepuk kursi dekat pintu dengan lembut, menenangkan diri.

“Sayang, aku janji tidak ada yang akan bisa menyakitimu lagi,” gumamnya pelan sambil menatap ruang UGD yang menampung istrinya.

Diko berdiri di samping, menjaga agar tidak ada gangguan dari luar.

“Tuan, semua pengamanan sudah saya atur. Tidak ada yang bisa mendekat.”

Sebastian menatap tangan Amira yang kini sudah ditutup selimut, dan bibirnya berbisik penuh janji:

“Tidak ada lagi yang bisa mencelakai kamu. Aku pastikan.” ucap Sebastian.

1
AlikaSyahrani
lanjottt
AlikaSyahrani
drmoga wajahmu lebi cantik dari sebelumnya
AlikaSyahrani
semoga operasi waja amira berhasil🤲🤲🤲👍👍👍
AlikaSyahrani
semoga cepat sembu amira dan diberikan momongan ygluculucu😀😀😀
AlikaSyahrani
jangan lupa thor dobel bab
my name is pho: sudah kak
selamat membaca
total 1 replies
AlikaSyahrani
semoga pernikaan yang kedua ini kamu bahagia almira sampai ke jannah🤲🤲🤲🤲🤲
AlikaSyahrani
jangan lama lama thor
my name is pho: iya kak, terima kasih
total 1 replies
AlikaSyahrani
benar kata mama bastian dia mau gendong cucu
AlikaSyahrani
jangan lebay kamu bastian
AlikaSyahrani
semoga amira gak sampek hamil ya
karna bastian mandul
AlikaSyahrani
kalau bisa kamu kabur aja dari rumah suamimu
AlikaSyahrani
amira kàmu harus kuat dan sabar
AlikaSyahrani
kasian sakali aminya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!