Seorang gadis cantik berumur 18 tahun bernama Adiva Arsyila Savina, tengah ikut balap liar di sebuah sirkuit karena sebuah taruhan.
"Kamu pasti kalah dan bersiaplah mendesah di bawah kungkunganku, Adiva." Teriak Bagas Dewantara, semakin terobsesi.
"Sampai mati pun, aku tidak mau kamu jadikan pelampiasan nafsumu."
"Aahhh...."
Tiba-tiba roda ban motor sport milik almarhum orang tua Adiva tergelincir. Sialnya rem blong membuat motor hilang kendali.
Motor Adiva menabrak pembatas jalan kemudian terseret beberapa meter hingga akhirnya jatuh ke dalam jurang.
Bruukkk...
Duarrr...
Kepulan asap membumbung ke langit, membuat sesak nafas.
"Aduh... Sialan dadaku sakit." Ucap Adiva merasakan nafasnya tersenggal-senggal.
Braakkk...
Pintu kamar terbuka kasar, seorang pria berwajah dingin muncul. Tanpa kata menggendong tubuh Adiva.
"Sudahi dramamu, jangan bertingkah yang akan membahayakan bayi dalam kandunganmu Adiva Sabiya. " Ucap Arsenio Davidson.
"Aku, kok tiba-tiba hamil?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Mana Adiba Pergi
Dua sejoli itu telah bersatu, mereka kini dalam perjalanan pulang. Tapi ada tanda tanya besar dalam pikiran Adiva, tentang Adiba.
"Abi, ke mana Adiba pergi?" Tanya Adiva menatap gelapnya hutan.
"Aku tidak tahu." Jawab Abimana.
"Hmm... Aku merasa tidak enak. Aku merampas yang bukan milikku, tidak hanya tubuh tapi suaminya."
"Kamu tidak merampas aku darinya, tapi aku yang mau denganmu. Lagipula bukan salahmu, ini takdir. Adiba harus belajar menerima kenyataan. Kalau dia tidak bisa kembali ke tubuhnya karena sudah terlambat. Dan bukan salah siapa-siapa, karena pada akhirnya kita hanya menjalani takdir hidup masing-masing yang telah digariskan untuk kita."
"Jadi, jangan lagi merasa bersalah. Sekarang tubuh ini sudah menjadi milikmu, aku akan mengadakan tasyakuran. Sekaligus minta doa supaya hal buruk tidak terjadi pada keluarga kita, terutama kamu dan anak-anak kita." Ucap Abimana tegas.
"Kita mau ke mana sekarang?" Tanya Adiva bingung jalannya tidak menuju rumah mereka melainkan ke...
"Ya, sekarang sudah hampir pagi. Kita langsung ke pondok pesantren. Aku tahu apa yang kamu lakukan waktu pamit pergi dariku. Dokter Harun dan Nyonya Maya. Kita akan jemput mereka, tapi sebelum itu kita butuh kamu di rukiah oleh Pak Kyai. Nanti orang tua akan datang bersama dengan bayi Liona juga."
Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, akhirnya Abimana membawa istrinya ke pondok pesantren dengan banyak tujuan. Sambil menunggu para orang tua datang menyusul, Abimana membawa Adiva ke penginapan dekat dengan pondok. Untuk membersihkan diri dan istirahat. Abimana tahu jika sang istri tengah lelah akibat pertempuran semalam.
"Mandilah dulu, aku akan menunggumu."
"Tapi, aku tidak bawa baju ganti. Baju ini sudah terlalu lengket dan kotor." Ucap Adiva.
Tentu saja lengket dan kotor, karena semalam mereka diguyur hujan. Bukan hujan biasa, melainkan hujan badai disertai angin yang kencang.
"Oh ya Abi dimana abu Ki Seno?" Tiba-tiba Adiva teringat tentang abu milik dukun.
"Aman, ada di bagasi belakang." Jawab Abimana sambil menyerahkan satu paper bag berisi pakaian Adiva.
"Kok ada pakaian wanita di mobilmu? Milik siapa? Aku tidak mau lagi memakai pakaian milik orang lain, cukup aku mengambil tubuh dan suami perempuan lain." Ucap Adiva masih merasa bersalah.
"Cukup Adiva, jangan ucapkan lagi."
"Kamu tidak bersalah, ingat itu. Mengenai pakaian ini adalah milikmu. Aku membelinya waktu di mall, saat sedang menunggu kamu di dalam kuburan aku tidak sengaja melihat gaun cantik dipajang di manekin sebuah toko dekat pintu lift menuju basement." Ucap Abimana.
Adiva mengambilnya dan mengeluarkan dari paperbag, sebuah gaun ibu hamil.
"Maaf karena selama hampir 5 bulan menikah, aku belum pernah membelikan apa-apa pada Adiba. Tapi, mulai sekarang tidak lagi. Aku mencintaimu, maka aku akan melakukan segala hal untuk membahagiakanmu."
"Terima kasih." Usai mengatakan kalimat singkat, Adiva masuk kamar mandi. Sedangkan Abimana menelpon papanya untuk segera datang di pondok pesantren.
Adiva keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang lebih segar. Dress selutut yang longgar untuk menutupi perutnya yang sudah membesar. Tapi tentu saja ini bukan gayanya, Adiva bukan gadis feminin dia adalah perempuan super tomboy. Jadi, pakaian itu sangat tidak nyaman tapi dia tidak punya pilihan mengganti pakaian sesuai seleranya.
"Kamu cantik sekali Adiva." Ucap Abimana memuji istrinya tanpa sungkan.
"Asal kamu tahu aku adalah Adiva bukan Adiba yang feminin. Aku tomboy tidak pernah memakai dress seumur hidupku kecuali sekarang. Saat aku menggantikan tubuh Adiba. Tapi bukankah katamu, tubuh ini sudah menjadi milikku? Maka aku akan mengekspresikan diri sesuai kepribadianku."
"Apa kamu keberatan punya istri tomboy? Apa kamu akan menuntutku menjadi anggun seperti Anya atau feminin seperti Adiba?" Tanya Adiva.
"Tidak, jadilah dirimu sendiri saja. Karena aku mencintaimu apa adanya. Aku justru tertarik dengan sikap dan karakter aslimu, tomboy, berani, dan ceplas ceplosmu aku suka. Tidak terlihar ada kepura-puraan."
"Baiklah, setelah pulang dari pondok. Aku ingin semua hal diubah menjadi sesuai selera dari kepribadianku. Termasuk isi kamar tidur kita. Aku ingin semua baju milik Adiba disingkirkan, mungkin bisa disumbangkan. Dan setelah itu aku ingin belanja banyak pakaian, tas, sepatu baru yang sesuai dengan apa yang aku mau." Ucap Adiva.
Sekitar pukul 09:00 WIB, Pondok Pesantren kedatangan tiga mobil mewah yang membuat heboh santri.
"Siapa ya yang datang, mobilnya mewah sekali." Ucap seorang santri.
"Mungkin saudara dari Dokter Harun dan Istrinya." Jawab santri lain.
Adiva turun dengan sorot sendu, entah mengapa ada rasa sesak yang kini memenuhi seluruh dadanya.
Di ruang tamu sudah ada Abah Kyai dan Umi Nyai. Duduk di sebelahnya ada Dokter Haris dan istrinya Nyonya Maya.
Tuan Bima, Tuan Malik dan Nyonya Maura menatap penuh haru. Tapi mereka masih belum berani bicara sebelum Adiva sendiri yang akan menjelaskan seluruh runutan kejadian.
"Saya ingin ijab kabul ulang."
Abimana memecah keheningan dengan kalimatnya.
"Maksud kamu mau menikah lagi? Mau menduakan Adiba, benar begitu?" Tanya Tuan Bima menatap tajam.
"Adiba sudah tidak ada lagi, yang sekarang ada di hadapan kita adalah Adiva bukan Adiba. Karena mulai hari ini, Adiva menggantikan jasad Adiba secara permanen. Bukan pengganti sementara waktu saja."
"Untuk itu saya ingin mengukuhkan kembali ikatan suci pernikahan kami. Abimana dan Adiva." Ucap Abimana.
"Dan saya ingin Abah merukiah Adiva, supaya tidak ada lagi kekuatan hitam yang akan mengganggunya." Dan mengalir cerita tentang kejadian yang sempat membuat Abimana dilanda rasa kecewa, takut dan sedih. Tentang Adiba yang mulai serakah.
Dan tentang Adiva yang pasrah, hingga akhirnya Adiva yang menang. Para orang tua mengangguk-angguk. Tapi ada satu hal yang masih menjadi pertanyaan mereka semua.
Di mana keberadaan Adiba sekarang. Apakah gentayangan mencari jasad baru. Atau kembali ke alam yang seharusnya, yakni alam Barzah sambil menunggu hari kiamat itu datang.
"Kemungkinan roh Adiba sudah tenang, dia sudah kembali ke dunianya. Dimana dia akan menunggu waktu, sama seperti roh manusia lainnya. Dengan kata lain, Adiba sudah benar-benar meninggal dunia bukan lagi arwah gentayangan karena koma. Atau jiwa yang ditahan oleh manusia yang haus ilmu hitam. Adiba berada di alam kubur."
Penjelasan Abah Kyai membuat lega, tapi sebagai orang tua kandung. Tuan Malik dan Nyonya Maura tetap menyimpan kesedihan yang mendalam. Putrinya meninggal dunia tanpa Makam.
Lalu, mereka sepakat akan mengadakan doa bersama para santri setelah acara ijab kabul pernikahan Abimana dan Adiva dilaksanakan di Pondok.
"Lalu, bagaimana dengan abu ini?"
masih jadi misteri untuk kedepan nya..tapi kebaikan selalu menang melawan kejahatan..kan Thor...👍👍