Yoga Permana, 22 tahun, pekerja biasa yang hidupnya terasa hampa setelah patah hati dan gagal move on dari cinta pertama. Pelariannya? Menulis webnovel… meski lebih sering buka Facebook daripada nulis.
Suatu malam, saat mencoba menulis prolog novel barunya Pe and Kob, laptopnya rusak, lalu menariknya masuk ke dalam dunia novel yang bahkan belum ia selesaikan.
Kini terjebak di dunia isekai hasil pikirannya sendiri, Yoga harus menjalani hidup sebagai karakter dalam cerita yang belum punya alur, belum punya nama kerajaan, bahkan belum punya ending.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagnumKapalApi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 - Pedang dan Sihir (2)
Diantara semak belukar hutan timur desa Carrington, waktu pagi sudah menjemput kami dalam perjalanan menuju bendera kematianku di masa ini.
Ryan bertanya-tanya apa yang ingin aku lakukan, mengapa aku ingin melakukan perjalanan menuju hutan belantara di timur desa kami.
“...Ryan, apa kamu baik-baik saja dengan berlari terus seperti itu?”
Saat aku menentukan titik pertemuan kami di tanah lapang Ryan terus berlari sedari subuh hingga kini, sementara aku menunggangi Silvanna diatas punggungnya.
“Tak apa, aku lebih nyaman jika seperti ini.” ujar Ryan padaku.
Langkah demi langkah dalam perjalanan menuju penyelamatan Larasati dan para bandit, aku merasa seperti nasibku bergantung pada hari ini.
Maksudku, hari ini aku akan mati. Tahun 672 bulan 7 tanggal 9.
Namun melawan bandit dengan kemampuanku saat ini terkesan lebih mudah sekarang, masalah utama bukan bandit namun Litch yang tak kuketahui seberapa kuat dirinya.
“Ryan, maafkan aku meminta permintaan yang begitu egois.” suaraku memecah keheningan diperjalanan yang sunyi, “Aku berjanji akan memberitahukan semuanya nanti.”
Ryan hanya tersenyum menoleh ku sembari melompati dari dahan ke dahan, hingga ia memalingkan wajahnya dan terus bergerak.
Didalam dunia batin Agoy berketus padaku.
Jangan menyembunyikan apapun lagi nanti, kita harus menyelesaikan permasalahan ini dengan cepat.
Raut wajahku menjadi lebih serius.
Ya, akan kulakukan disini...
Aku tidak tahu mengapa aku ingin mengalahkan Litch yang pernah membunuhku, kurasa itu dendam.
Namun lebih dari kata dendam, dunia novel yang kini melenceng dari cerita membuatku sedikit khawatir tentang masa depan.
Bukan hanya diriku, Carrington mungkin akan dalam bahaya.
Tempat dimana Liria dan Dave memberiku kehangatan di dunia ini, mereka menyembuhkanku dari rasa kesepian saat di bumi.
Bentuk terimakasih? Mungkin.
Terdengar seperti mencari pembenaran, namun aku ingin menciptakan lingkungan yang aman untuk diriku—serta Dave dan Liria.
Agoy berbicara padaku.
Larasati yang kamu ceritakan dulu, dia juga harus membantu kita melawan Litch.
Aku menimpalinya.
Tentu saja, walau aku adalah boss terakhir namun perkataanmu tentang villain utama adalah Litch itu membuatku sedikit khawatir.
Kita harus menambah pasukan...
Sewu yang sedari tadi sudah aktif mendeteksi jarak mana pada para bandit dan mana besar milik Larasati semakin dekat dengan posisi kami saat ini.
“...Ryan bersiaplah.”
Ryan semakin meningkatkan kewaspadaan, memegang bilah pedang besi yang kuberikan padanya.
“Kita semakin dekat dengan target, Ryan.”
“Di depan sana para bandit sedang menyandera manusia dan para elf.”
Ryan terkejut, tentang bandit yang aku ketahui.
“Bandit? Bagaimana kamu tahu bandit disana?”
“Menyandera para elf dan manusia? Apa berkaitan dengan perdagangan budak?”
Matanya terbelalak, langkah kami semakin pelan, melompati dahan-dahan diatas pepohonan.
“Nanti akan aku jelaskan, aku berjanji tidak akan membohongimu.”
“Demi nama Dave dan Liria.”
Jelasku pada Ryan.
“Bahkan kamu menyebut nama ibu dan ayahmu dengan nama.”
Tap.
Kami mendarat di dahan sedikit berjauhan dari lokasi bandit.
Aku menuruni Silvanna secara perlahan.
“Itu? Banditnya?!” Ucap Ryan.
Suaraku merintih pada Ryan “Ya benar, namun aku memintamu ikut bukan untuk bertarung dengan para bandit.”
Ryan mendelikan matanya tajam padaku.
“Terus untuk apa? Bukankah kamu ingin aku membantumu membebaskan sandera?”
Tubuhku membungkuk dalam posisi jongkok, lengan kananku menyentuh dahan tepat pada bayangan diriku.
“Memang kita akan menyelamatkan para sandera...”
Agoy lepaskan Anak Panah yang tersimpan pada penyimpanan bayangan! Tepat dibawah kaki mereka.
Bayangan dalam hutan adalah keunggulanku.
Agoy yang bertransmigrasi sebagai bayangan Lala Rosalia menyatu dengan bayangan pepohonan hutan—saling tersambung hingga ke posisi para bandit dari tempatku berdiri.
Ya, bayangan tersambung hingga ke mereka.
Kita lakukan serangan itu secara cepat.
Ujar Agoy dalam dunia batin.
Aku menyeru pada Ryan.
“Ryan, setelah bandit didalam kereta kuda keluar.”
“Langsung penggal kepala mereka, terdapat dua bandit didalam kereta kuda.”
“Apa maksudmu?” Ryan semakin tak mengerti pada ucapan Lala.
“ARGHHHHHHH—”
Suara bandit yang merintih kesakitan terdengar hingga ke posisi kami.
Dalam jumlah yang banyak, anak panah keluar secara cepat dari bayangan dibawah kaki mereka.
Anak panah menusuk dada menembus jantung, menusuk pada bola mata menembus otak serta seluruh tubuh mereka.
Leher, lengan, perut bahkan sampai alat vital mereka dipenuhi anak panah yang tertancap pada daging-daging segar manusia.
Darah membanjiri tanah, para sandera menjadi semakin takut dengan apa yang mereka lihat.
'Anak panah yang keluar dari dalam tanah, bukan melesat dari busur panah' setidaknya itulah yang para sandera dan bandit pikirkan.
Ryan menoleh cepat mengarah para bandit, menyaksikan anak panah membunuh mereka dalam sekejap.
“... Apa yang terjadi?!” Ryan gemetar menyaksikan situasi mengerikan tepat didepan matanya.
Sementara dua bandit didalam kereta kuda keluar dalam keadaan panik, aku berseru pada Ryan.
“Ryan, sekarang!”
Namun suaraku tak didengar oleh Ryan, dirinya masih mengalami syok sesaat.
Aku melihat dua bandit berdiri diatas bayangan yang tersambung hingga ke bayangan diriku.
Anak panah kembali keluar dari dalam bayangan membunuh bandit yang tersisa.
Ryan tersadar “Ahh...” menoleh cepat padaku.
“Ryan, aku tahu kamu terkejut.” semburku pada Ryan “Tetaplah tenang.”
Ryan terpaku, ia mengucapkan maaf padaku dengan tubuh yang lesuh “Maafkan aku...”
Raut wajahnya berubah dengan tatapan yang semakin sayu, bibirnya mengkerut.
Ryan ternyata mengecewakan, apa mengikut sertakan dia akan baik-baik saja?
Sarkasme ala Agoy dalam dunia batin memecah hatiku.
Bayangan bodoh, jangan menghinanya.
Tenang saja, aku takkan membiarkan Ryan mati.
Balasku pada Agoy, sedikit menyebalkan selama enam tahun belakangan ini dunia dalam batinku dipenuhi sindiran ala dirinya.
Kami mendekati para sandera, diatas genangan darah kaki kami melangkah ke arah mereka.
Aku menyuruh Ryan melepaskan belenggu sihir pada sandera yang lain, sementara aku mengarah pada Larasati.
Elf dengan dada sebesar gunung puncak jaya, bagi dirinya ini adalah pertemuan pertama kami.
Namun bagiku sudah enam tahun berlalu semenjak pengulangan waktu terjadi, pertemuan ini menjadi yang kedua kalinya.
“Salam kenal, abdi Lala Rosalia.” (salam kenal, saya Lala Rosalia)
“Tenang we, kami di dieu sanes musuh.” (Tenang saja, kami disini bukan musuh)
Larasati sontak terkejut, elf cantik berambut hijau daun itu menjawabku dengan senyuman.
“Saha nu nyangka, anu nyalametkeun kami téh saurang budak manusa.” (Siapa sangka, yang menyelamatkan kami seorang anak manusia)
“Hatur nuhun, abdi Larasati.” (Terimakasih, saya Larasati)
Silvanna melolong panjang merayakan keberhasilan kami.
Setelah semua terlepas Larasati menenangkan para sandera, dilanjutkan dengan diskusi santai tentang nasib para sandera manusia.
Para elf akan kembali ke pohon kehidupan, Larasati akan membawa para sandera manusia berisikan ibu rumah tangga kedalam pohon kehidupan, namun Ryan menyeka.
“...Aku memang bukan bangsawan tanpa wilayah.”
“Hanya bangsawan bertingkat Raden didalam wilayah Tumenggung.”
“Datanglah ke desa kami, lalu kunjungi kediaman Shevchenko.”
“Jelaskan situasi ini pada mereka.”
Larasati mengiyakan perkataan Ryan, “Baiklah, para elf akan mengantar mereka.” Lancar Larasati berbahasa manusia, namun dengan khas logat sunda rasnya.
Lala terkejut, berniat menghentikan para sandera manusia ke desa Carrington, namun Ryan memotong ucapan Lala.
“E-ehh Janga—”
“Jelaskan semuanya, ayahku sangat membenci kebohongan.”
Aku menatap kesal pada Ryan.
“Ryan! Jika mereka tahu kita dalam masalah!” Bentakku pada Ryan.
Ryan berketus “Dari apa yang aku lihat, permasalahan bandit ini masalah yang besar.” lalu menatapku dengan tajam “Namun apa yang kamu katakan permasalahan ini bukan alasanmu untuk mengajakku bersamamu.”
“Permasalahan selanjutnya lebih besar bukan? Lala Rosalia...”
Aku terpukau pada kesimpulan Ryan.
“Jelaskan padaku, semuanya.” Sambung Ryan.
“Baiklah... Larasati, aku meminta tolong padamu juga.” Mataku membelalak pada Larasati.
Kami sedikit menepi dari para sandera, menjelaskan semuanya pada mereka.
“Aku harap kalian percaya padaku... Aku akan menjelaskan siapa diriku.” aku memasang wajah yang serius, “Dan semua yang kuketahui.”
Ryan dan Larasati mendengarkan, memperhatikanku.
“Hari ini aku akan mati.”
Mereka terkejut, kata pertama yang kuucapkan membuat mereka berpikir sangat dalam.
“An-anjeun? Paeh?” (Ka-kamu? Mati?) Tanpa sadar Larasati mengucapkan bahasa ras elf.
“Ma-mati? Apa maksudmu, Lala?” Ryan syok berat, kakinya tanpa sadar maju satu langkah mendekatiku.
Aku menghela napas panjang lalu kembali menjelaskan.
“Sebenarnya ini adalah pengulangan waktuku, di hidupku yang sebelumnya aku mencari daun sirih perawan ke gunung Lunagen.”
“Bagiku pertemuan dengan Larasati bukan yang pertama kalinya terjadi, ini pertemuan kita yang kedua.”
“Kamu bertanya kepadaku dulu Ryan, mengapa aku ingin menyelamatkan Silvanna.”
Ryan menelan ludahnya sendiri, lalu menganggukan kepala.
“Sebenarnya Silvanna itu pemberian Larasati sebagai ucapan terimakasih, namun dikehidupan kali ini kita dipertemukan dengan Silvanna enam tahun lalu.”
Larasati menyeka “Ini sulit dipercaya...”
Ryan membisu menatapku sangat dalam.
“Setelah aku berpisah dengan Larasati, aku bersama Silvanna melanjutkan perjalanan.”
“Namun sialnya kami terbunuh dalam sekejap oleh Litch berpedang.”
“LITCH?!” Ryan dan Larasati serempak.
“Litch itu bukan makhluk hidup... Mengapa ada di hutan ini?” Ujar Ryan.
“Litch anu eta tea?” (Litch yang itu?)
“Ya aku takut dia mengancam desa Carrington, mengancam semua orang yang kita sayangi.”
“Karena itu aku mengajakmu Ryan, dan kumohon Larasati ikutlah dengan kami.”
Aku menundukkan kepala, memohon dengan bersungguh-sungguh.
Larasati menyepakati, Ryan tercekat hatinya.
Kami memutuskan untuk mengalahkan Litch bersama, namun Larasati hanya membawa dua elf dari rasnya untuk menemani.
Raka dan Sastri, tiga elf bersama Larasati akan membantu kami.
Larasati enggan membahayakan rasnya, namun Lala menjelaskan bahwa pertemuan mereka adalah yang kedua kalinya.
Dalam benak Larasati, Lala menyelamatkannya sebanyak dua kali.
Langit pagi menjadi siang, menuju sore.
Para sandera diharuskan ke desa Carrington secepatnya, untuk menghindari bahaya dari segi manapun.
Aku terduduk ditemani Raka, Sastri, Ryan dan Larasati.
Astra Sewu
Rasakan, dimana Litch itu... Lebih dalam.
Sedikit lebih sulit, karena harus mempertahankan konsep dasar Sewu dengan Astra Sewu.
Selama enam tahun, akhirnya aku bisa menguasai Astra Sewu dengan lancar.
Dalam keadaan mata terpejam, pandangan hutan terbayang dari dalam kepala... Rasanya bukan seperti pandangan dari bola mata.
Terasa seperti rongga dan lubang, tanpa ada perasa pada kulit bahkan tanpa detak jantung.
Tubuhnya begitu dingin, seperti tidak ada darah yang mengalir didalam tubuh.
“Aku menemukan lokasi Litch!” Mataku terpejam mengucapkan apa yang sedang kulihat.
Teknik ini tidak kujelaskan pada mereka, regu berpikir aku hanya menggunakan pendeteksi Mana jarak jauh.
Aku menggunakan Sewu dari tubuh Litch, karena menggunakan Astra Sewu seperti menjadi nyawa pada target.
Mendeteksi jarakku dengan Litch, hingga posisi benar-benar dipastikan.
“Semuanya bersiap, kita akan menyerang!”
Agoy bergumam.
Mari selesaikan ini, dan mencapai outline bab satu.
Kesannya lebih menyesakkan dan ada tekanan batin. Karena si MC ini tau, kalau dia kabur dari rumah tersebut. Orang tua asli dari tubuh yang ditempati oleh MC, akan khawatir dan mencarinya.