Kisah ini tampak normal hanya dipermukaan.
Tanggung jawab, Hutang Budi(bukan utang beneran), Keluarga, cinta, kebencian, duka, manipulasi, permainan peran yang tidak pada tempatnya.
membuat kisah ini tampak membingungkan saat kalian membacanya setengah.
pastikan membaca dari bab perbab.
Di kisah ini ada Deva Arjuno yang menikahi keponakan Tirinya Tiara Lestari.
Banyak rahasia yang masing-masing mereka sembunyikan satu sama lain.
____________
Kisah ini sedang berjuang untuk tumbuh dari benih menjadi pohon.
Bantu aku untuk menyiraminya dengan cara, Like, Komen dan Subscribe kisah ini.
Terimakasih
Salam cinta dari @drpiupou 🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran dan Misi
"HAH?!" Yasmin tak terima. Ia maju, mencengkeram kerah baju Deva. "Gue cuma ngasih tahu kalau lo bodoh, Deva! Lo malah bawa-bawa dia ke sini! Kalau dia mata-mata, gimana?! Kita semua bakal mati, bego!"
Deva menepis tangan Yasmin. "Dia bukan mata-mata! Dia korban!"
"Korban apa?!" Yasmin berteriak. "Dia udah tahu rencana mereka dari awal! Lo pikir dia nggak akan ngadu sama Barbara kalau dia udah sampai di sini?!"
"Dia nggak akan ngadu!" Deva berteriak. "Dia dipaksa!"
"Dan lo percaya?!" Yasmin tertawa sinis.
"Lo gampang banget dipermainkan, Deva! Lo buta, apa lo tolol?!"
Deva mengepalkan tangannya. Ia ingin memukul Yasmin. Tapi, di balik kemarahannya, ada sedikit keraguan. Bagaimana jika Yasmin benar? Bagaimana jika Tiara benar-benar mata-mata?
"Aku... aku tidak akan mengadu," bisik Tiara, yang tiba-tiba muncul di ambang pintu. "Aku... aku mencintai Mas Deva. Aku tidak akan pernah menyakitinya."
Yasmin tertawa. "Cinta? Lo pikir cinta itu cukup?! Lo pikir lo bisa nge-begoin gue!? Kaya Lo begoin Deva dengan kata-kata manis lo?!"
Deva menatap Yasmin, lalu menatap Tiara. Ia melihat ketulusan di mata Tiara, tetapi ia juga melihat keraguan di mata Yasmin. Deva, yang selama ini yakin pada perasaannya pada Tiara, kini mulai ragu.
"Aku akan membuktikan kalau aku bukan mata-mata," kata Tiara, matanya menatap Deva. "Aku akan membantu kalian. Aku akan memberikan semua yang aku tahu tentang mereka."
Sera dan Kana mengamati situasi dari balik jendela. Mereka melihat Deva dan Yasmin bertengkar, lalu melihat Tiara datang dan menawarkan bantuan.
"Wanita itu pintar," bisik Sera. "Dia tahu bagaimana cara bermain. Dia tahu cara mengambil hati Deva."
"Sera, apakah mungkin Tiara benar-benar korban?" tanya Kana.
Sera menatap Kana. "Mungkin. Tapi... aku tidak akan percaya. Wanita seperti dia... dia tidak akan melakukan apa pun tanpa imbalan."
Sera melirik ke arah Kana, senyumnya dingin. "Kita harus siap untuk segalanya, Kana. Rencana kita mungkin akan berubah. Dan aku tidak akan membiarkan Deva menghancurkan semuanya."
Di ruangan itu, Sera mengeluarkan sebuah peta besar dan beberapa dokumen rahasia. "Kita tidak bisa lagi bergantung pada Deva. Kita harus bergerak sendiri."
Sera menunjuk ke sebuah lokasi di peta. "Ini adalah rumah rahasia Barbara. Di sana, dia menyimpan semua dokumen penting yang bisa menghancurkan Trovic."
"Kita akan menyusup ke sana," kata Sera. "Kita akan mengambil semua dokumen itu, dan kita akan menggunakan itu untuk menghancurkan mereka."
Kana mengangguk. "Tapi bagaimana dengan Deva?"
"Kita tidak akan memberitahunya," jawab Sera. "Dia terlalu buta karena cintanya pada Tiara. Dia hanya akan menjadi penghalang."
Mereka berdua, Sera dan Kana, memutuskan untuk bergerak sendiri. Mereka akan meninggalkan Deva, Tiara dan mereka akan menyelesaikan misi mereka.
____🌹🌹____
Di tengah kegelapan malam, Sera, Kana, dan Yasmin menyelinap keluar. Mereka bergerak dalam keheningan, bayangan mereka menyatu dengan pepohonan.
"Yasmin, kau yakin akan ikut?" bisik Sera.
"Ini lebih berbahaya dari yang kita duga."
Yasmin mengangguk, matanya tajam. "Tentu saja. Gue nggak mau lagi cuma nunggu dan ngandelin orang bodoh." Ia melirik ke belakang, ke arah rumah persembunyian yang gelap. "Gue akan ikut sampai akhir."
Mereka tiba di sebuah mansion tua yang megah. Lampu-lampu redup, dan penjaga terlihat berjaga di setiap sudut. "Ini rumah rahasia Barbara," bisik Sera. "Ini adalah markas mereka."
Mereka bertiga menyelinap masuk melalui jendela samping yang tidak terkunci. Di dalam, mereka menemukan sebuah ruangan yang penuh dengan dokumen rahasia. "Ini dia," bisik Sera. "Ini adalah bukti kejahatan mereka."
Saat mereka mulai memotret dokumen, mereka mendengar suara langkah kaki. Mereka bersembunyi di balik lemari, menahan napas.
Pintu terbuka, dan Barbara masuk. Ia tidak sendirian. Di belakangnya, ada Dimitris dan Roselin.
"Kau yakin semuanya ada di sini, Barbara?" tanya Dimitris.
Barbara mengangguk. "Tentu saja. Aku tidak pernah meninggalkan bukti."
"Bagus," kata Dimitris. "Karena kita akan membakar semuanya. Malam ini, semua jejak akan lenyap."
Sera dan yang lain terkejut. Mereka tidak menyangka Barbara akan membakar semua dokumen itu. Mereka harus bergerak sekarang. Mereka harus menghentikan Barbara.
"Yasmin, kau ke sana," bisik Sera, menunjuk ke arah saklar listrik. "Matikan lampu. Kana, kau alihkan perhatian mereka. Aku akan mengambil dokumennya."
Yasmin mengangguk, lalu berlari ke arah saklar. Kana menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan keluar dari persembunyiannya.
"Barbara!" teriaknya.
Barbara, Dimitris, dan Roselin terkejut.
Mereka menoleh, melihat Kana berdiri di tengah ruangan. "Kau?!" teriak Barbara. "Beraninya kau datang ke sini!"
"Aku datang untuk mengambil apa yang sudah kau curi dari kami," kata Kana, suaranya dipenuhi amarah.
Saat itu, lampu tiba-tiba mati. Kegelapan menyelimuti ruangan. Roselin dan Dimitris terkejut. Mereka tidak tahu apa yang terjadi.
"Siapa di sana?!" teriak Dimitris. "Nyalakan lampunya!"
Di tengah kegelapan, Sera berlari ke arah meja, mengambil semua dokumen rahasia. Yasmin, yang sudah siap, melempar sebuah granat asap, membuat ruangan dipenuhi asap tebal. Mereka bertiga melarikan diri, meninggalkan Barbara, Dimitris, dan Roselin.
__🌹__
Kembali ke tempat persembunyian, Deva menghela napas panjang, menatap Tiara yang tertidur pulas di sofa.
Ia merasa bersalah tidak tahu bagaimana cara memperbaiki semua ini. Deva tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan kepercayaan Kana.
Deva bangkit dan berjalan keluar, menuju ruang makan. Di sana, ia melihat Revan dan Tuan Alfod sedang sarapan. "Di mana Sera dan Kana?" tanyanya, suaranya terdengar serak.
Revan memutar bola matanya. "Mereka pergi," jawabnya singkat.
Deva terkejut. "Pergi? Ke mana?"
"Mereka nggak bilang," jawab Revan. "Tapi kayaknya mereka mau ngurusin rencana mereka sendiri. Tanpa lo."
Deva mengepalkan tangannya. Ia tahu, Sera, Kana dan Yasmin tidak mempercayainya lagi. Mereka pasti mengira ia akan mengkhianati mereka demi Tiara.
"Kita harus mencari mereka," kata Deva. "Kita harus menghentikan mereka."
"Kenapa?" tanya Revan. "Mereka udah bilang, mereka nggak butuh kita."
"Aku tau mereka akan dalam bahaya!" Seru Deva pada Revan yang masih menunjukkan wajah acuh.
Tuan Alfod. "Sebaiknya kamu menyusul mereka nak, ayah dengar mereka ke tempat persembunyian Barbara.
Setelah mendengar perkataan ayahnya. Deva bergegas. Ia mengambil kunci mobil, lalu berbalik, melihat Tiara sudah bangun.
"Mas Deva mau kemana?" tanyanya.
"Aku akan mencari Kana dan yang lainnya," jawab Deva. "Aku tidak bisa membiarkan mereka sendirian."
Tiara mengangguk. "Aku ikut."
"Tidak. Ini terlalu berbahaya," kata Deva.
"Aku bisa membantu," kata Tiara. "Aku tahu jalan rahasia untuk masuk ke rumah Barbara. Aku bisa memandu Mas Deva."
Deva menatap istri keduanya itu, merasa bingung dari mana Tiara tau tujuan Kana, Sera dan Yasmin. Apa dia menguping? Tapi sekali lagi Deva melihat ketulusan di mata Tiara.
Deva mengangguk. "Baiklah. Ayo kita pergi."
Mereka berdua masuk ke mobil, dan Deva menginjak gas. Mereka tidak tahu, malam itu, segalanya akan berubah. Rencana yang telah mereka susun, semua pengorbanan, akan diuji.
____bersambung____
selamat atau gimana Thor ?