Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia siapa?
"Bagaimana? Kamu sudah mendapatkan informasi kemana perginya putriku?" Ujar Panglima Wan Ding mengawasi pelatihan militer di lapangan utama.
Wakil Jenderalnya mendekat. "Panglima, Nona muda telah pergi keperbatasan timur Kekaisaran Yun. Dia pergi mengikuti pasukan Liangyu milik Panglima Yu Xiao."
"Apa!" Ganggang pedang di remas kuat. "Apa gadis kecilku sudah bosan hidup? Bisa-bisanya dia pergi keperbatasan timur Kekaisaran lain." Kepala Panglima Wan Ding terasa semakin sakit memikirkan tingkah putri satu-satunya itu. "Jika istriku sampai tahu. Dia pasti akan membunuhku."
"Jika anda mengizinkan. Saya akan pergi sendiri untuk ikut menemani Nona muda," ujar Wakil Jenderal Sheng.
Panglima Wan Ding berjalan mondar-mandir memikirkan langkah selanjutnya agar putrinya tetap aman. "Tidak bisa. Saat ini kita harus membatasi pergerakan. Beritahu Ning Geng tentang masalah keponakannya. Selama dia masih menjabat sebagai menteri perdamaian. Semua masih dapat di kendalikan. Bukankah dia juga akan pergi ke Kekaisaran Yun untuk mendiskusikan perdamaian dua Kekaisaran. Setidaknya untuk beberapa waktu Rui er akan aman."
"Baik."
Perjalanan yang memakan waktu satu bulan lebih itu telah berakhir di kamp militer utama pasukan Liangyu.
"Akhirnya sampai juga." Wan Yurui turun dari keretanya melihat keadaan di luar. Meskipun di kehidupan sebelumnya dia menjadi tawanan panglima Yu Xiao. Namun dia hanya bisa tinggal di kediaman yang ada di Ibu Kota. Tidak pernah menginjakkan kaki di barak militer pasukan Liangyu. Wajah cerahnya masih saja sama membuat Yu Xiao merasa tidak nyaman. "Panglima." Berlari mengejar pria yang sudah berusaha menghindar.
Langkahnya di percepat. "Aku tahu kedua kakimu panjang. Tapi langkah yang kamu ambil saat ini terlalu lebar. Tunggu..." Menarik paksa tangan kekar itu. "Berhenti."
Yu Xiao langsung melepaskan genggaman tangan Wan Yurui. "Nona Wan tolong jaga sikap."
"Baik. Aku tahu." Wan Yurui mengangkat kedua tangannya. "Melangkahlah lebih pelan agar aku tetap menjadi gadis yang patuh." Anehnya Yu Xiao mengikuti perintah itu. Dengan langkah pelan mereka berjalan berdampingan meskipun masih ada jarak yang memisahkan.
Tepat di depan pintu utama ruangan pribadi Panglima. Yu Xiao menghentikan langkahnya. Dia membalikkan tubuhnya berusaha menghadang jalan Wan Yurui. "Nona Wan, anda tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. Hui An..."
Pengawal pribadi Hui An bergegas datang. "Panglima."
"Atur tempat tinggal sementara untuk Nona Wan," ujar Yu Xiao dingin.
"Baik. Nona Wan silakan." Pengawal pribadi Hui An memberikan jalan.
Wan Yurui menatap dengan binar di matanya. "Setelah beristirahat aku akan menemuimu." Dia langsung melangkah pergi mengikuti Pengawal Hui An sebagai petunjuk arah.
Yu Xiao masuk kedalam ruangan pribadinya. Sesekali dirinya menarik nafas dalam. "Menghadapi wanita jauh lebih melelahkan dari pada berperang." Meletakkan pedang di tangannya pada tempat khusus di ujung ruangan bagian kanan.
Dia bergerak kembali menuju kamar mandi yang ada di samping ruangan istirahatnya. Air dingin telah tersedia memenuhi bak mandi. Satu demi satu jubah yang ia kenakan di lepas. Otot kekar itu terlihat di setiap guratan urat pada tubuhnya. Perlahan Yu Xiao menceburkan tubuhnya kedalam bak mandi. Rasa segar terasa menyejukkan sehingga mampu menghilangkan semua rasa lelahnya.
Setelah mandi pria itu mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur.
"....."
"Kamu siapa?" Berusaha meraih tubuh yang hampir pergi menjauh dari dirinya.
Kabut tebal seketika mengaburkan pandangan matanya.
"Tunggu."
Dia berlari mengejar bayangan itu.
"Serang..."
"Serang."
Suara teriakan itu terus menggema. Keadaan seketika berubah Yu Xiao terdiam di tengah-tengah pertempuran yang mengenaskan. Darah segar terus menyiprat dari setiap tebasan. Potongan tubuh tergelatak di segala arah. Dan di tengah tumpukan mayat wanita dengan gaun merah darah berdiri menatap sedih.
Senyuman luka terlihat jelas di wajah cantiknya. "Yu Xiao." Suara itu terdengar bergetar.
"Wan Yurui." Yu Xiao terdiam.
Setelah dia benar-benar melihat wajah yang selalu ingin ia lihat. Yu Xiao terbangun dari mimpinya. Keringat juga telah mengalir membasahi sekujur tubuhnya. Dia bangkit terduduk lemas menekan dadanya. Rasa sakit itu masih sama seperti biasanya.
"Panglima."
"Masuk."
Pengawal Hui An masuk. "Saya telah menemukannya."
Yu Xiao bangkit dari tempat tidurnya. Ia meraih jubah luarnya lalu mengenakannya sebelum bergerak keluar dari dalam kamar.
Keadaan di dalam penjara terasa sangat lembab dan pengap. Hewan kecil bahkan terus berterbangan kesegala arah. Di salah satu sel ruangan, seorang pria dengan wajah penuh luka terduduk lemah. Di saat dia melihat orang yang baru saja datang tubuhnya seakan menjadi alarm. Pria itu langsung bangkit menahan rasa sakit pada kaki kanannya.
Hanya tatapan dingin yang di perlihatkan Yu Xiao. Namun telah membuat tawanan itu ketakutan. "Apa mau mu?" Suaranya bergetar.
Seringaian halus di wajah tegas Yu Xiao semakin menajam. "Apa yang aku inginkan? Benar-benar pertanyaan bodoh." Duduk di kursi yang ada di dalam ruangan. "Bagaimana? Apa kamu menyukai tempat ini? Aku bahkan sudah menyediakan tempat tidur dan tempat duduk. Kenyamanan ini bahkan tidak bisa di miliki tahanan lain."
Pria itu merangkak menghampiri Yu Xiao. "Panglima, aku sungguh tidak tahu apa pun."
Sreeenggg...
Pedang di tangan Pengawal Hui An di hunus dengan cepat. Dalam sekali gerakan pedang yang ada di genggaman tangan Yu Xiao telah ada di leher Pria itu. "Aku tidak memiliki waktu untuk mendengarkan omong kosongmu."
"Saya akan mengatakannya," ujar Pria itu dengan tubuh yang telah bergetar hebat. "Saya hanya sebagai pembawa pesan. Tidak pernah tahu siapa orang yang ada di balik perang di Quiling waktu itu. Dia menyebut dirinya sebagai pembawa kematian. Panglima, selama saya menjadi pembawa pesan. Tidak sekalipun dapat melihat Tuan utama."
Pedang di tarik kembali. Yu Xiao bangkit dari tempat duduknya.
Ssreetttt...
Satu kali tebasan. Pria itu meninggal dengan kepala terpisah dari badan.
Pedang di berikan kembali kepada Pengawalnya. "Hanya kematian yang bisa menembus penghianatan. Cari informasi tentang Tuan utama yang di maksud."
"Baik."
Yu Xiao melangkah pergi keluar dari penjara.
Saat dirinya melewati ruangan kamar tempat Wan Yurui berada. Langkahnya terhenti, dia mengingat kembali mimpinya. Wajah mereka benar-benar sama persis. Hanya saja tatapan kedua orang itu berbeda. Wan Yurui di mimpinya menatap penuh kesedihan bahkan seperti ada luka yang tertanam dalam pada dirinya. Sedangkan Wan Yurui yang ada di dalam kamar itu jelas-jelas wanita dengan sifat berbeda. Wanita yang di penuhi siasat untuk mengatur segalanya sesuai keinginannya.
Krekekk....
Pintu kamar terbuka.
Wan Yurui keluar dari dalam kamar dan melihat Yu Xiao sudah diam menatap kearahnya. "Panglima." Memberikan hormatnya.
Yu Xiao tidak memberikan tanggapan. Dia justru melangkah mendekat dan saat berada tepat di hadapan Wan Yurui. Dia berkata, "Siapa kamu sebenarnya?"
Degup jantung terasa sangat kuat. Dengan tatapan tenang Wan Yurui menjawabnya. "Aku Wan Yurui. Keponakan Perdana menteri Zhi Dao. Kenapa? Apa Panglima tidak yakin dengan identitas yang aku miliki?" Dia justru ikut mendekatkan tubuhnya.
Jarak mereka saat ini hanya sebatas satu jengkal.
Mendengar itu Yu Xiao kembali tersadar. Dia mundur menjauhkan dirinya dari wanita di depannya. Senyuman tipis dengan ejekan terukir jelas. "Mungkin saja yang aku pikirkan benar adanya." ujarnya sinis.
Wan Yurui tersenyum. "Yang kamu pikirkan?" Dia melangkah mendekat. "Itu berati Panglima selalu memikirkanku." Binar di matanya terlihat kembali.
Entah mengapa setelah wanita di hadapannya mengatakan itu Yu Xiao menjadi gugup. Dia menelan ludah kecut di tenggorokannya. Telunjuk tangan kanannya menekan kearah dahi halus Wan Yurui. Memberikan jarak jelas untuk pembatas dirinya dan wanita yang sembrono. Dengan cepat Yu Xiao melangkah pergi.
Wan Yurui menahan tawanya melihat tingkah lucu pria kaku dengan rasa penasaran kuat itu. "Si belut kecil selalu sulit di tahan."
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....