Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Tiba-tiba Maximilian menghentikan aksinya. Nafasnya berat, matanya menatap tajam ke arah gadis itu dari jarak yang begitu dekat.
“Kau… meracuniku?” suaranya terdengar rendah, disertai guratan kecurigaan di wajahnya.
Cat tersenyum tipis, bibirnya gemetar namun sorot matanya begitu tenang. “Bukan aku yang meracunimu, tapi kau yang datang sendiri,” jawabnya pelan, seolah menikmati kebingungan pria itu.
Maximilian terhenti, keringat dingin mulai menetes dari pelipisnya. “Bagaimana bisa kau…?” katanya terputus, tubuhnya sedikit goyah.
“Bedak yang aku gunakan dicampur dengan racun. Aromanya sangat wangi, bukan?” tanya Cat dengan senyum samar, senyum yang justru menusuk ego seorang mafia besar.
“Apakah kau gila, meracuni diri sendiri?” Maximilian menahan tubuhnya, dadanya naik turun, wajahnya berubah pucat.
“Aku adalah seorang gadis lemah, dan aku butuh perlindungan. Aku tidak bisa bergantung pada siapa pun,” ujar Cat dengan nada getir. “Jadi aku harus menggunakan segala cara untuk melindungi diri. Kalau kau masih ingin melakukannya denganku, lakukan saja. Tapi ingat satu hal… racun itu akan menyebar ke dalam tubuhmu. Menghancurkan jantung, ginjal, dan organmu perlahan.”
Maximilian mendengus kasar. “Beri penawarnya!” katanya.
“Kalau kau tidak menyentuhku, kau tidak akan mati,” jawab Cat dengan tegas. “Tapi kalau kau berani menyentuhku, racun itu akan meresap ke dalam tubuhmu lebih cepat. Jadi, kau punya dua pilihan… mati atau hidup.”
Maximilian berdiri dengan kasar, bangkit dari atas tubuh gadis itu. Matanya memerah menahan amarah, kedua tangannya mengepal seolah ingin menghancurkan sesuatu. Namun tubuhnya masih bergetar menahan dampak racun.
“Kecewa?” tanya Cat dingin, matanya menatap lurus tanpa gentar. “Maximilian Zhang, kalau hasratmu sedang bangkit, carilah tunanganmu. Jangan aku. Aku adalah seorang tabib yang baik. Kalau kau menyentuhku, sama saja aku sudah tercemar. Dan kalau itu terjadi… untuk apa aku hidup lagi?”
“Cat Liu… aku akan mendapatkanmu suatu saat nanti,” desis Maximilian, nadanya penuh dendam bercampur obsesi.
“Maximilian Zhang, di perusahaan kau adalah atasan, tapi di luar… aku tidak perlu patuh padamu. Kali ini hanya peringatan. Kalau lain kali kau berani menyentuhku lagi, jangan salahkan aku jika aku menggunakan racun yang mematikan. Racun tujuh jenis tanpa aroma dan tidak berwarna. Sekali saja masuk ke tubuhmu… sehebat apa pun dirimu, kau tidak akan bisa melawannya.”
“Aku tidak akan menyerah,” kata Maximilian dengan nada dingin, matanya berkilat penuh tekad.
“Terserah, aku tidak peduli,” jawab Cat, "Aku menjaga harga diriku. Kalau disentuh olehmu, maka harga diriku sudah tidak ada. Tuan Zhang, lebih baik kau mencari tunanganmu itu. Aku bukan gadis untuk kau jadikan pelampiasan hasrat.”
Urat di pelipis Maximilian menegang, rahangnya mengeras. “Aku telah mengalah padamu selama empat tahun, tapi kau masih berani meracuniku,” ujarnya dengan nada geram.
Cat tersenyum miring, sinis. “Mengalah padaku? Seorang mafia sepertimu mengalah?” Ia menatap lurus, sorot matanya menusuk tanpa gentar. “Itu bukan mengalah, tapi kau sudah kalah sejak awal. Aku tidak pernah memintamu mengawasiku selama ini. Aku juga tidak pernah memintamu jadi pemegang saham utama di perusahaan. Semua itu kau lakukan sendiri. Jadi jangan pernah berharap aku berhutang padamu. Sejak awal kau sama sekali tidak mencintaiku—kau hanya terjebak dalam obsesimu sendiri.”
Kata-kata itu bagai belati yang menancap di dada Maximilian.
“Kalau kau tidak puas karena kalah dan ingin menang, itu urusanmu. Walau aku tidak memiliki kekuasaan, aku masih punya harga diri. Maximilian Zhang, aku tidak peduli kau ingin bersama wanita mana pun, tapi tolong… jangan ganggu hidupku lagi,” ujar Cat dengan suara yang tajam, namun matanya berkaca-kaca menahan segala perasaan.
Maximilian menatapnya lama, matanya redup tapi penuh bara. “Lihat saja nanti,” ucapnya singkat, suaranya berubah menjadi ancaman yang berat.
Cat menahan napas, namun tetap menjawab dengan nada dingin, “Lusa adalah hari pertunanganmu. Selamat untukmu.”
Suasana kamar hening sesaat. Hanya suara angin malam yang masuk dari jendela balkon. Maximilian akhirnya berbalik, melangkah pergi dengan wajah yang dipenuhi amarah dan rasa tidak rela. Pintu kamar ditutup dengan hentakan keras, meninggalkan getaran di dada Cat.
Cat menghela napas panjang, Ia meraih bantal dan melemparkannya ke arah pintu dengan kesal.
“Selalu saja mengganggu hidupku… kenapa pria ini seperti parasit?” gumamnya dengan getir. Tangannya mengepal erat, bibirnya bergetar. “Ternyata selama empat tahun aku tidak benar-benar lolos dari genggamannya.”
"Maximilian Zhang, kau tidak mencintaiku, Tapi masih ingin menghancurkan hidupku," gumam Cat.
***
Malam itu, Maximilian kembali ke hotel dengan langkah berat. Raut wajahnya muram, sorot matanya redup namun masih menyala dengan bara amarah yang tertahan. Charles mengikutinya dari belakang, menimbang-nimbang apakah ia harus membuka pembicaraan atau tetap diam.
“Bos, apa Anda baik-baik saja?” tanya Charles akhirnya dengan hati-hati, nada suaranya dipenuhi kehati-hatian. “Bagaimana kalau saya menemui Nona Liu… untuk meminta penawarnya?”
Maximilian berhenti sejenak, lalu menoleh dengan tatapan tajam yang membuat Charles langsung menunduk. “Tidak perlu!” jawabnya tegas, suaranya menggelegar di ruangan yang sepi. “Gadis itu melawanku terus. Selama hidupku tidak pernah ada yang berani membantahku. Dia bahkan sudah dua kali meracuniku.”
Dengan gerakan kasar, Maximilian melangkah ke arah meja bar kecil di sudut kamar suite VIP-nya. Ia membuka botol minuman keras, lalu menuangkannya ke gelas kosong hingga hampir penuh. Cairan bening itu bergetar di tangannya yang mengepal. Ia meneguknya dalam sekali teguk, seolah ingin menelan habis rasa sakit hati dan harga dirinya yang tercabik.
Charles hanya berdiri di sisi ruangan, menunggu instruksi lebih lanjut, tak berani menyela.
“Beri undangan kepada seluruh staf,” perintah Maximilian dengan nada dingin, matanya menatap kosong ke arah jendela balkon tempat lampu-lampu kota berkelip. “Dan pastikan Cat harus datang ke acara pertunanganku lusa nanti. Aku ingin dia tahu, tanpa dia pun aku bisa bahagia bersama wanita lain.”
“Baik, Bos,” jawab Charles patuh, meski hatinya mengerti kata bahagia yang diucapkan sang Bos hanyalah tameng bagi luka yang lebih dalam.
Maximilian meneguk lagi minumannya, lalu menghantamkan gelasnya ke meja hingga terdengar bunyi retakan kecil. Nafasnya berat, suaranya lirih namun penuh dendam saat ia berbisik pada dirinya sendiri:
“Cat Liu… aku seorang mafia. Selama ini semua orang tunduk padaku. Tapi kenapa hanya kau yang berani menolak? Wanita di dunia ini bukan hanya dirimu…”
Namun tatapan matanya yang tajam justru membuktikan hal sebaliknya—bahwa satu-satunya wanita yang benar-benar menguasai pikirannya hanyalah Cat.
seru" smua karya mu thorrrr
amazingggggg
tiap karya punya ciri khas sendiri
tiap up nya ga bisa d.tebak
🤣🤣🤣