Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Suka?
Hari yang Arkan tunggu telah tiba, dan kebetulan sekali. Hari yang mereka rencanakan bertepatan dengan tanggal merah. Menjadikan waktu mereka lebih banyak untuk bisa melakukan persiapan untuk ... Sebuah dinner romantis, seperti kata Alam Banthala.
"Mau kemana, Mas?" Tanya Kimi setelah keluar dari kamar mandi. Rambutnya terlihat basah usai keramas, menebarkan aroma Sweet musk yang berasal dari shampo wanita itu.
Satu yang patut Arkan syukuri, mungkin. Sebab, Kimi keluar dalam keadaan berpakaian lengkap, tidak dengan sehelai handuk seperti yang Arkan takuti. Ia merasa khawatir, akan menyentuh Kimi dengan paksa. Hanya karena perasaan pribadi yang mendominasi.
"Mas ada keperluan, Dek." Jawab Arkan sembari mengancingkan kemeja berlengan pendek dengan warna grei itu.
Kimi menatapnya serius, "Keperluan apa?"
"Mmm ... Ya, ada keperluan, Dek." Jawaban Arkan yang mengambang buat kimi jadi memicing curiga.
"Urusan sekolah?"
Arkan menggeleng sembari mematut dirinya dicermin.
"Mau kemana, sih, Mas? Urusan apa di tanggal merah begini? Mas, mau ke tempat fotocopy-an, Mas?"
Arkan terkekeh demi menyadari pertanyaan Kimi yang saling tumpah tindih itu. Sekali lagi, Arkan mengakui bahwa ia begitu menyukai suara Kimi.
"Mas ngga bisa cerita sekarang. Yang pasti, Mas tidak pergi ke tempat yang bisa menyakiti perasaan kamu."
Usai mengatakan kalimat itu, dan Kimi tidak lagi mempertanyakannya. Entah karena merasa puas dengan jawabanyanya atau hanya karena tidak ingin membahasnya lagi.
Arkan melangkah kakinya menuju carport rumah. Menyalahkan motornya setelah berpamitan pada Bunda.
"Mas berangkat! Cantik. Assalamualaikum." Arkan melebaran senyumnya menatap kepada Kimi yang berdiri diambang pintu memperhatikannya.
Kimi mengangguk, "Wa'alaikumussalam." wanita itu mengantar kepergiannya dengan masih berdiri di tempatnya semula.
Buat Arkan dengan semangat dua kali lipat untuk merencanakan dinner romantis itu. Demi istrinya, Kimi. Agar bisa merasakan suasana romantis bersama seorang Arkan. Dan, menjadikanya momen indah untuk bisa mereka kisahkan setelahnya.
Arkan kembali berada di sini, meski sebelumnya ia menyerahkan semua urusan pada Alam dan Lea. Juga adeknya Lea.
Ternyata ia tidak bisa untuk diam saja menunggu hasil.
Selain karena Arkan ingin memastikan acara itu berlangsung dengan lancar. Tenyata Arkan juga tidak bisa membiarkan Alam dan Lea diluar pengawasannya. Pikiran negatif itu terus menghantuinya, meski ia tahu jika dirumah kosong itu bukan hanya ada Alam dan Lea, tetapi juga ada adik dari Lea. Arkan tetap saja merasa takut dan khawatir secara bersamaan.
"Pake masker dulu, Pak!" Lea menyerahkan selembar masker padanya.
Arkan mengambilnya lalu lantas mengenakannya. "Mulai dari mana?"
"Sekitar sini aja, lah, Bang." putus Alam pada ruang tamu.
"Ngga ada tempat lain, selain dari sini, Lam? Abang khawatir Kimi akan ketakutan." Arkan masih merasa ragu.
Alam mengibaskan tangannya "Aman, Bang. Percaya deh sama kita. Lagian rumah ini gak terlalu jauh dari rumah tetangga. Cuma perlu jalan beberapa kilo juga sampai ke rumah tetangga."
"Jadi kalau nanti kalian denger suara mistis, jadi bisa langsung lari. Ke arah sana, tuh. Disana banyak rumah warga." lanjut Alam sembari menuju arah kanan jalan.
Lea menepuk punggung Alam dengan keras sampai terdengar suara *duagh*, yang terasa nyeri jika dibayangkan.
"Jangan nakutin-nakuti begitu, Lam. Rumah ini nggak seangker itu, kok. Pak. Saya juga sering nginep disini sesekali."
"Hanya saja seminggu kemaren, saya tidak datang kemari. Jadi rumahnya terlihat tidak terawat, begini."
Arkan mengangguk mencoba mengerti. Lalu setelahnya mereka sama-sama membersihkan ruang tamu dari rumah itu. Arkan bagian menyapu hingga ke sela-sela dinding yang ternyata debunya tidak seperti yang Arkan pikir.
"Bener, kan, Pak? Saya bilang juga apa. Rumah ini tuh sebenarnya sering dibersihkan. Makanya debunya gak setebal itu." Ucap Lea merespon ucapannya tentang rumah itu yang ternyata tidak sekotor penglihatan Arkan sebelumnya
Sementara itu, Lea dapat bagian mengepel lantai yang dibantu oleh adiknya yang bernama Gito.
Lalu, dalam urusan menghias itu menjadi bagian dari Alam.
"Hidangannya mau apa, nanti, Bang?" Tanya Alam pad Arkan yang sedari tadi melihat hasil dari kerja keras mereka yang baru setengah jadi.
"Ada hidanganya, Lam?"
Untuk pertanyaannya Arkan dapat menemukan ekspresi Akan yang melongo dengan tatapan tidak percaya.
"Ya jelas ada, lah, Bang. Buat nambah kesan romantis dengan makan bersama."
"Nah, nanti hidangannya. Abang sendiri yang masak ,gimana?" Alam menoleh pada Lea, menanyakan idenya pada gadis itu.
"Setuju!" Jawab Lea dengan mantap. Seraya merangkul bahu adiknya yang ternyata merupakan seorang tunawicara.
"Apa yang bisa Abang hidangkan?" Tanya Arkan lagi yang buat Alam nampak berpikir sejenak hingga beberapa detik kemudian menjentikan jarinya. Setelah menemukan ide yang menurutnya tepat.
"Gimana kalau, Abang bikin kue, aja? Sekalian nanti hasilnya di nilai sama Kak Kimi."
"Betul, Pak. Boleh dicoba itu."
"Tapi saya ngga bisa bikin kue, Lea." Ungkap Arkan dengan jujur.
"Selama menikah dengan Kak Kimi, Abang gak Pernah belajar bikin kue dengan Kaka Kimi?"
Arkan menggeleng. "Ngga pernah belajar langsung, cuma pernah lihat Kimi ajarin Bunda bikin kue cinnamon roll."
"Nah ... Itu bisa langsung dipraktekan."
\*\*\*
Kimi tidak mengerti ketika Arkan mengajaknya keluar malam ini, usai mereka melaksanakan sholat isya.
Ia masih bertanya kemana mereka akan pergi saat mereka berpamitan dengan Bunda. Akan tetapi jawaban dari Arkan terlalu mengambang.
"Ada, deh. Nanti kamu lihat sendiri, aja."
Dan Kimi tidak bisa untuk tidak melongo ketika mobil Arkan berhenti di depan rumah kayu yang nampak begitu gelap tanpa satupun pencahayaan. Tanpa sadar ia jadi merinding demi melihat rumah yang terlihat ... Sedikit mengerikan. Seperti lama tidak berpenghuni.
"Ngapain kita disini, Mas?"
Ark tidak menjawabnya, nampak begitu fokus menatap ponselnya.
"Mas!" Panggil Kimi lagi, kali ini dengan menepuk lengan Arkan.
Membuat lelaki itu terhenyak lalu segera menutup ponselnya.
"Ngapain berhenti disini, Mas?"
"Kita masuk ke dalam, Dek." Jawab Arkan setelah mendapat pesan dari Alam dari ponselnya.
*Alam Banthala*.
*Sudah bisa masuk, Bang. Semuanya sudah siap*.
Tetapi Kimi menolak ketika ia hendak keluar membukakan pintu mobil untuk Kimi. Wanita itu menahan lengannya, mencegat nya untuk pergi.
"Ngapain, sih, Mas. Aku ngga mau."
"Bentaran doang, Dek. Mau, yah?"
Kimi menggeleng cepat. "Tempatnya serem, Mas. Aku ngga mau. Lagian mau apa, sih?" Tanya, namun sejurus kemudian mata itu berkilat tak percaya. Nampak terhenyak dengan pikirannya.
"Jangan bilang, Mas. Mau persugihan, iya?"
Untuk pertanyaan itu, gantian Arkan yang terhenyak. "Yang bener, aja, Dek. Masa, Mas dikit pesugihan?" Arkan memilih keluar lebih dulu setelah Kimi melepas pengganganya di lengan Arkan. Lalu membukakan pintu mobil untuk Kimi.
"Yok!"Anaknya seraya mengulurkan tangannya. "Ngga ad apa-apa, Dek. Bisa percaya sama, Mas, kan?"
Kimi mengangguk meski wajahmu masih menampakan keraguan. Dengan pelan wanita itu akhirnya menyambut ukuran tangan Arkan. Lalu melangkah bersama memasuki rumah kayu itu.
Dan Kimi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya setelah apa yang nampak di depannya.
"Mas?" Kimi menatap pada Arkan yang mengangguk padanya dengan menyunggingkan senyum.
"Suka?"