NovelToon NovelToon
Gadis Incaran Mafia Iblis

Gadis Incaran Mafia Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: linda huang

Wallace Huang, dikenal sebagai Mafia Iblis yang tanpa memberi ampun kepada musuh atau orang yang telah menyinggungnya. Celine Lin, yang diam-diam telah mencintai Wallace selama beberapa tahun. Namun ia tidak pernah mengungkapnya.

Persahabatannya dengan Mark Huang, yang adalah keponakan Wallace, membuatnya bertemu kembali dengan pria yang dia cintai setelah lima tahun berlalu. Akan tetapi, Wallace tidak mengenal gadis itu sama sekali.

Wallace yang membenci Celina akibat kejadian yang menimpa Mark sehingga berniat membunuh gadis malang tersebut.

Namun, karena sebuah alasan Wallace menikahi Celine. pernikahan tersebut membuat Celine semakin menderita dan terjebak semakin dalam akibat ulah pihak keluarga suaminya.

Akankah Wallace mencintai Celine yang telah menyimpan perasaan selama lima tahun?

Berada di antara pihak keluarga besar dan istri, Siapa yang akan menjadi pilihan Wallace?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Wallace melangkah perlahan menghampiri meja makan, Di depannya, Mark, yang duduk di ujung meja, segera menyadari kehadiran pria itu.

Mark memandang ke arah Wallace dan bertanya dengan antusias, “Paman, bagaimana hasilnya?”

Namun, Wallace tak menjawab. Tanpa sepatah kata pun, ia hanya menarik kursi dan duduk dengan tenang di meja makan. Suasana seketika menjadi canggung.

Celine, berusaha mencairkan ketegangan, tersenyum dan membuka tutup saji yang terletak di atas meja. Ia mengambil salah satu piring dan meletakkannya perlahan di depan Wallace.

“Tuan Huang, semua makanan ini disediakan oleh Mark,” ucap Celine dengan lembut, berusaha membuat suasana kembali hangat.

Wallace menoleh ke arah Mark, sorot matanya sedikit melembut.

“Sepertinya kau semakin pintar memasak,” ujarnya pelan.

Mark tersenyum lebar mendengar pujian itu. “Paman terlalu memujiku. Bisa makan bersama kalian adalah kebahagiaanku.” Ia menarik napas sejenak sebelum melanjutkan dengan nada lebih serius. “Paman, aku ingin membawa Celine pergi bersamaku!”

Ucapan itu membuat Celine tertegun. Ia segera menatap Mark, tetapi bibirnya tak sanggup mengeluarkan kata.

"Tidak bisa!" jawab Wallace dengan nada tegas dan tajam, memecah keheningan.

Mark menatap pamannya, mencoba menahan diri agar tidak terdengar memaksa. “Paman, aku akan memberitahu Mama, agar memberi pekerjaan untuk Celine. Lagi pula, di Shanghai Celine tidak memiliki siapa pun lagi.”

Namun, Wallace tetap bergeming. Dengan suara tegas dan dingin, ia berkata, “Kalau aku mengatakan tidak bisa, maka tidak bisa.” Ia mulai menyantap makanannya, menandakan bahwa diskusi telah usai di matanya.

Celine menghela napas, kemudian menatap Mark dengan tenang.

“Mark, jangan beritahu ibumu,” ucapnya lembut. “Betul kata Tuan Huang, aku tidak bisa ikut denganmu. Aku akan segera cari tempat tinggal dan mulai bekerja lagi. Aku sudah lama cuti dan bos yang dulu akan menerimaku kembali.”

Mark menggeleng pelan, tidak setuju dengan keputusan itu. “Celine, pekerjaanmu cukup berat. Pabrik itu sangat sibuk dan kau tidak ada waktu untuk istirahat.”

“Tidak apa-apa,” jawab Celine sambil tersenyum tipis, mencoba meyakinkan Mark. “Aku sangat suka bekerja di sana. Bosnya sangat toleran padaku. Ia membiarkanku cuti begitu lama dan masih saja memberiku kesempatan. Saat ini sulit mencari pekerjaan, dan aku harus tetap di sana.”

Wallace meletakkan sendoknya, lalu menatap Mark tajam.

“Sudahlah, kalau itu keputusan Celine, kau jangan ikut campur. Tiketmu sudah disiapkan Nico. Dua hari lagi kau berangkat,” ujarnya tegas.

Mark menatap Wallace dengan perasaan kecewa yang tak bisa ia sembunyikan.

“Kenapa Paman mengusirku? Sebelumnya dua minggu, kenapa mendadak sekali?” tanyanya, suaranya mengandung nada protes.

Wallace berdiri dari kursinya, sorot matanya dingin dan penuh batas.

“Di sini bukan tempatmu. Sudah seharusnya kau kembali ke asalmu. Jangan terlalu ikut campur urusan keluarga Huang,” katanya dingin lalu melangkah pergi meninggalkan meja makan.

Mark masih mematung di tempatnya, hatinya berkecamuk dengan banyak pertanyaan yang tak terjawab. Ia berseru, mencoba menghentikan langkah Wallace.

“Paman, bagaimana dengan perjodohanmu dengan Lucy?” tanyanya dengan penasaran

Namun Wallace hanya menjawab tanpa menoleh ke belakang, “Tidak ada yang harus dibahas,” sebelum akhirnya benar-benar pergi meninggalkan ruangan.

Mark menatap Celine dengan sorot mata penuh rasa bersalah.

“Celine, maafkan Pamanku yang selalu dingin,” ucap Mark dengan suara pelan. “Dia memang bersikap seperti itu pada siapa pun.”

Celine tersenyum tipis. Senyumnya tidak sepenuhnya bahagia, tapi cukup untuk menyampaikan bahwa ia tidak menyimpan dendam.

“Tidak perlu minta maaf padaku, Mark. Kalau bukan karena Tuan Huang, mana mungkin aku bisa berada di sini lagi,” jawabnya dengan tulus.

“Apa perlu aku carikan apartemen untukmu? Aku takut Paman akan mempersulitmu setelah aku pergi nanti,” tanya Mark dengan nada cemas.

Namun Celine langsung menggeleng cepat. “Jangan, Mark. Mengenai tempat tinggal, jangan khawatirkan aku. Aku bisa tinggal bersama teman kerjaku.”

Mark menautkan alis. Ia belum sepenuhnya yakin. “Tapi, apakah aman untukmu?”

“Tentu aman,” jawab Celine dengan mantap. “Di sana semua pekerja tidak bisa keluar masuk sembarangan. Orang luar juga tidak bisa asal masuk. Jadi aku akan aman-aman saja.”

Ia mengakhiri kalimatnya dengan senyum, tapi di balik senyum itu ada beban yang tak bisa ia sampaikan. Hatinya menjerit pelan, namun wajahnya tetap tenang.

“Tidak ada tempat tinggal di sana… Aku hanya bisa berbohong agar Mark tidak mencemaskan aku dan bisa pulang dengan tenang,” batin Celine.

***

Malam itu sunyi. Angin bertiup pelan di luar, Di dalam rumah, sebagian besar lampu sudah dipadamkan, menyisakan cahaya temaram di beberapa sudut ruangan.

Mark melangkah pelan di lorong rumah yang lengang, membawa makanan ringan dan secangkir minuman hangat. Ia tahu pamannya belum tidur—Wallace jarang benar-benar beristirahat lebih awal. Dan seperti dugaannya, dari celah pintu yang terbuka sedikit, tampak cahaya lampu meja dan bayangan Wallace yang tengah duduk membaca di ruang pribadinya.

Mark membuka pintu dan melangkah masuk. "Paman!" serunya ringan, mencoba mencairkan suasana.

Wallace menutup buku tebal di tangannya dan menatap keponakannya. “Sudah malam. Kenapa belum tidur?” tanyanya dengan nada datar tapi tak sepenuhnya dingin.

Mark tersenyum kecil dan meletakkan minuman di meja dekat Wallace. “Paman juga belum tidur. Sebelum aku berangkat, aku hanya ingin meluangkan lebih banyak waktu bersama Paman.”

Wallace mengangkat alis dan menghela napas pendek. “Kita bukannya tidak akan bertemu lagi. Kenapa seperti wanita saja?” gumamnya, lalu menatap Mark dengan lebih serius. “Apa ada yang ingin kau bicarakan?”

Mark menarik napas panjang, duduk di sisi sofa, lalu menatap pamannya dengan tenang. “Paman, setelah aku pergi… apakah Paman akan tetap membiarkan Celine tinggal di sini?” tanyanya hati-hati. “Dia mengatakan akan tinggal di rumah rekan kerjanya dekat pabrik. Tapi aku tidak yakin… Walau Mike sudah mendapat balasan, dia punya banyak teman yang bisa saja datang mencarinya. Aku khawatir akan keselamatannya.”

Wallace diam sejenak, matanya mengunci pada wajah Mark.

“Kau masih mencintainya?” tanya Wallace, suaranya tenang namun menusuk.

Mark menunduk sejenak, lalu mengangguk. “Iya… Melupakan perasaan ini tidak mudah. Walau kami tidak berjodoh, tapi aku masih berharap dia berada di tempat yang aman. Dan… hanya di rumah Paman dia bisa merasa aman. Tidak ada yang akan berani menyakitinya di sini.”

Wallace menatap ke arah jendela sejenak, seolah berpikir panjang. Lalu ia mengangguk perlahan.

“Dia akan tetap tinggal di sini,” ucapnya akhirnya. “Pulanglah ke sisi ibumu, dan jangan mencemaskannya.”

Mark menghela napas lega, tapi masih ada satu hal yang mengganjal di hatinya.

“Paman…” ujarnya sambil tersenyum, “bolehkah aku mengajukan satu permintaan?”

Wallace menoleh kembali, mengangguk. “Katakan saja.”

Mark menatapnya dengan pandangan tulus. “Celine adalah gadis yang baik… dan polos. Paman, bisakah jangan terlalu dingin padanya? Dia mungkin akan berpikir kalau Paman membencinya. Kalau dia merasa seperti itu, dia tidak akan berani tinggal di sini. Dia tidak punya siapa-siapa, tidak ada keluarga, tidak ada teman… dia benar-benar sebatang kara.”

Wallace terdiam. Untuk sesaat, raut wajahnya berubah sedikit—bukan marah, bukan juga lembut.

1
yuning
i love you Mr mafia
Nabil abshor
PUUUAAAAAASSSSSS,,,,,,, syukaaak,,,, kaya gini niiiih,,,,,, yang sekali thesss,,,, dibalasnya thaaassss theeessss,,,,,,
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Febriana Merryanti
good job Wallace beri pelajar buat mereka pelacur kok teriak pelacur🤣🤣🤣
Akai Kakazain
duh thoooor....dag dig dug aq thor, knpa brsmbung pulak thor...huhuhuuu....
Bu Kus
kasih pelajaran tu Wallace buat mereka jerah
Bu Kus
semoga Wallace cepat datang dan Celine bisa selamat
Naufal Affiq
lanjut thor
Isnanun
akhirnya ada yg ngebelain Celine
R@3f@d lov3😘
akhirnya kamu datang juga Wallace 🙄🙄kasihan Celine dan hukum 2 jalang it...wlpn mereka keluarga tapi mereka 😏 sudah berani menyakiti Celine a
yuning
hanya seorang Celine kalian main keroyokan
R@3f@d lov3😘
dasar sampaaaaah 😏 kalian,,lihat saja jika kalian berani menyentuh Celine maka jangan heran jika Wallace memberi kalian pelajaran 🙄😒
Reni Anjarwani
ldoubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut
R@3f@d lov3😘
Celine yang digoda kenapa aq yang dag....dig....dug...seeeerrr🤭😁
Naufal Affiq
bisa uji coba juga tuan,kalau tuan berani
Naufal Affiq
kamu seram tuan,coba rubah sedikit cara bicaramu dan tingkah laku mu,di hadapan gadismu
yuning
aku mau lihat tuan 😁
Nabil abshor
bukan marah,bukan lembut,,,,, ky gmn ituuuuuu,,,,,,
Reni Anjarwani
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!