Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Itu Menyenangkan
"Helena!"
Suara Ferdinan menggema di dalam rumah, dia datang dengan murka setelah mendengar kabar bahwa Helena menghukum ibu dan anaknya.
"Tuan!" Lina datang menghadap, tak terlihat ketakutan seperti dulu yang selalu bergetar saat berhadapan dengan Ferdinan.
Wanita paruh baya itu melirik Lusiana yang datang bersama tuannya. Lalu, kembali pada Ferdinan yang kulit wajahnya memerah.
"Di mana Helena!" tanya Ferdinan menggeram marah.
"Nyonya di basemen, Tuan," jawab Lina.
Tanpa berkata-kata, Ferdinan dan Lusiana berjalan hendak menuju tempat tersebut, tapi tangan Lina sigap membentang dan dua orang pelayan datang ikut menghadang Lusiana.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Lusiana membuat langkah Ferdinan terhenti.
Laki-laki itu menoleh dan berdecak melihat dua pelayan yang menghalangi Lusiana untuk masuk.
"Biarkan dia masuk! Dia ikut bersamaku," titah Ferdinan yang sama sekali tak didengarkan oleh Lina dan dua pelayan lainnya.
"Maafkan saya, tapi orang yang sudah diusir nyonya dari rumah ini tidak diizinkan kembali menginjakkan kaki di sini," ucap Lina dengan tegas.
Lusiana membelalak, Ferdinan meradang. Dia kembali mendekat, menarik tubuh Lina dengan kasar hingga menyingkir dari jalan. Juga dua pelayan yang menghadang jalan Lusiana, Ferdinan menyingkirkan mereka semua.
"Kalian hanya pelayan yang tak pantas mengatur. Aku tuan kalian, bukan hanya Helena!" bentak Ferdinan seraya menarik tangan Lusiana dan membawanya pergi.
Lina tersenyum, sesuai dengan perkiraan Helena.
"Ini membuktikan bahwa tuan dan wanita itu memiliki hubungan yang tak biasa. Kalian melihatnya sendiri, bukan?" ucap Lina yang dibenarkan oleh kedua pelayan itu.
Mereka pergi ke arah yang sama, menuju basemen di mana Helena berada. Ia tengah mengatur sebagian ruangan tersebut sebagai tempat bermain untuk Keano. Ada kolam renang anak yang sedang dibangun oleh beberapa pekerja khusus untuk anak itu.
"Helena!"
Wanita yang tengah mengawasi renovasi ruangan tersebut menoleh ketika mendengar suara Ferdinan yang murka. Ia tersenyum, melirik tangan yang saling bertaut di depan matanya itu.
"Oh, aku tidak tahu kapan Tuan mengambil istri muda?" sindirnya sembari tersenyum mencibir.
Sontak Ferdinan dan Lusiana saling melepaskan tautan tangan mereka dan salah tingkah sendiri. Lusiana tertunduk, tak ada lagi sikapnya yang angkuh saat berhadapan dengan Helena.
"Kau jangan berbicara sembarangan!" tegas Ferdinan menekan rasa gugupnya yang menguasai hati.
"Sembarang atau tidak hanya hati Tuan saja yang tahu," sahut Helena seraya melipat kedua tangan di perut. Matanya melirik Lusiana yang berdiri gugup.
"Sudahlah. Kenapa kau menghukum ibu dan Julian? Ibu sudah tua dan Julian masih anak-anak. Kenapa kau tega sekali?" protes Ferdinan tak terima.
Helena mencibir, menatap laki-laki itu dari atas hingga bawah.
"Benar, Nyonya. Julian masih sangat anak-anak, membersihkan kandang kuda dia belum mampu melakukannya," timpal Lusiana dengan wajah cemas.
Helena mendengus, mengurai lipatan tangannya dan berkacak pinggang.
"Oh, kau begitu perhatian kepada Julian. Orang yang tidak tahu akan mengira dia adalah anakmu. Bagaimana mungkin seseorang yang belum menikah sudah memiliki anak sebesar Julian? Apa kata orang nanti?" ketus Helena merubah riak wajah Lusiana menjadi pucat pasi.
Ferdinan pula ikut bereaksi, melirik Lusiana yang tak berkutik di hadapan Helena. Wanita itu tersenyum tak enak, merasa harus membela diri.
"Bagaimana mungkin dia anak saya, Nyonya. Saya hanya merasa kasihan saja karena dia masih kecil," kilah Lusiana dengan gugup, lidahnya kelu hingga berucap dengan terbata.
"Aku hanya bercanda. Kenapa tubuhmu menegang seperti itu?" Helena tertawa kecil, diikuti beberapa pelayan yang menutup mulut mereka.
Lusiana mengepalkan tangan, tak lagi berbicara.
"Sudahlah, Helena. Bebaskan ibu dari hukuman. Dia ibuku, ibu mertuamu, Helena. Yang seharusnya kau hormati sebagaimana kau menghormati ibumu sendiri," ujar Ferdinan selayaknya seseorang yang paling bijak di dunia ini.
Helena tertawa meremehkan, menatap tajam suaminya yang kejam itu. Setelah pesta akhir tahun, semuanya akan selesai, tapi sebelum itu ... Helena harus menemukan di mana Ferdinan menyimpan surat-surat rumah mereka.
"Aku tahu siapa yang pantas aku hormati, tak perlu kau ajari. Aku hanya mewujudkan apa yang diucapkan ibu saja. Ibu mengatakan bahwa orang yang memasuki rumah ini harus dihukum. Itu saja, jika sudah selesai membersihkan kandang mereka boleh kembali," sahut Helena tak acuh dan congkak.
Dulu, aku bahkan tidak berani menatap matanya saat marah seperti ini. Ternyata, menyenangkan melawan suami yang tidak tahu diri ini.
Helena tersenyum sembari menatap Ferdinan. Laki-laki itu berjalan mendekat, urat-urat di wajahnya mengeras, perasaan marah sudah sampai di ubun-ubun dan tak dapat ditahan lagi.
"Kau keterlaluan!"
Tangan Ferdinan melayang di udara hendak menampar istrinya itu, tapi Helena sudah siap untuk semuanya. Ia menangkap tangan Ferdinan dan membalikkan tamparan. Tangan Helena mendarat cukup kencang di pipi laki-laki itu. Tak sampai di situ, ia menendang tubuh Ferdinan hingga terjerembab di halaman belakang yang dipenuhi salju.
"Helena, dia itu suamimu. Kau tidak takut terkena karma?" bentak Lusiana seraya berlari membantu Ferdinan untuk berdiri.
Helena melangkah dan berhenti tak jauh dari mereka. Ia menatap jijik sepasang manusia selingkuh itu.
"Justru karena dia suamiku, maka aku ajarkan dia agar tidak meremehkan istrinya! Lagi pula, seingat ku, kau tidak diizinkan masuk ke rumahku. Bagaimana kau bisa masuk?" Helena memicing, dia tahu sudah pasti Ferdinan yang membawanya.
Lusiana kembali gugup, ia berjalan mundur bersembunyi di belakang tubuh Ferdinan.
"Lina! Usir wanita itu keluar dari rumah!" titah Helena membuat Ferdinan dan Lusiana panik.
"Helena! Jangan keterlaluan! Aku yang membawanya ke rumah ini! Berani kalian menyentuhnya, aku tidak akan segan," ancam Ferdinan membela Lusiana.
"Oh, kau bahkan membelanya sampai seperti ini." Helena menggelengkan kepala, dengan satu isyarat menyuruh Lina untuk mengusir Lusiana.
"Helena!"
"Berhenti berteriak kepadaku!" sentak Helena membuat Ferdinan bungkam.
Dua orang pelayan menarik tangan Lusiana dan membawanya keluar.
"Tuan! Tolong aku, Tuan! Tuan!" Ia berteriak meminta tolong kepada Ferdinan, tapi laki-laki itu pun tak dapat melakukan apa-apa.
Helena tersenyum sinis, berbalik dan pergi ke tempatnya semula. Menemui Keano yang menunggunya dengan cemas.
"Ibu sangat luar biasa!" puji anak kecil itu sembari mengacungkan jempol.
Helena mengangkat alis, mengacak rambut Keano dengan gemas. Ferdinan mengepalkan tangannya, muak melihat keakraban Mereka berdua.
Helena, kau benar-benar menguji kesabaranku. Aku akan secepatnya mengusirmu dari rumah ini!
Hatinya mengancam Helena, dia akan menjalankan rencana mengusir Helena dari rumah peninggalan ibunya itu.
"Rumah ini dan seluruh isi di dalamnya adalah milikku!" kecamnya seraya meninggalkan halaman belakang pergi ke kandang kuda untuk melihat ibu dan Julian.