SQUEL "GAIRAH SANG CASANOVA"
Bacaan ringan di bibir, kalau tidak suka boleh diskip!
Aneeq Conda Tanson, pria tampan dengan sejuta pesona yang dapat mengikat para wanita. Namun, sayang dia justru memakai ketampanan yang dia warisi dari ayahnya, hanya untuk mempermainkan mereka.
Baginya masa muda adalah waktu untuk bersenang-senang. Hingga kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat, saat dia bertemu dengan seorang wanita yang melamar menjadi sekretarisnya.
Wanita dengan status janda, dengan lekuk tubuhnya yang mempesona.
Hatinya semakin berdesir, kala melihat seorang anak kecil dengan bola mata biru memanggilnya dengan sebutan "Daddy"
What is Daddy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MSS 30
Hari berganti begitu cepat, esok paginya Jennie sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Dia mendadani Ziel, karena hari ini juga bocah tampan itu akan daftar sekolah.
Tak hanya itu, Jennie juga sudah mencari kontrakan yang ada di sekitar sini, rencananya dia akan pindah secepat mungkin, karena sudah merasa tak enak hati pada Julie, apalagi sekarang sudah ada Elly bersamanya.
Jennie tidak mau lagi merepotkan sahabatnya, kini dia sudah bekerja, itu artinya dia bisa menghidupi kehidupannya dengan Ziel, tanpa campur tangan Julie lagi, biarkan wanita itu bebas dari beban seperti dirinya.
"Boy, kamu harus baik-baik sama teman baru yah. Tidak boleh bertengkar, Ziel harus jadi anak baik," ucap Jennie sambil merapikan rambut putranya.
Ziel langsung mengangguk, mengiyakan ucapan Jennie. "Oke, Mom. Ziel akan jadi anak baik supaya teman Ziel banyak."
"Anak pintar," puji Jennie dengan uluman senyum manis. Dan tanpa diduga Ziel menghadiahkan kecupan kecil di bibirnya.
"Aku mencintaimu, Mommy. Mommy jangan menangis lagi yah," ungkap Ziel sambil menangkup kedua sisi wajah Jennie. Dia jelas tahu kemarin setelah pertemuan Jennie dan Michael, ibunya kembali menangis tersedu-sedu, dan hal itu Ziel merasakan sakit pula.
Sumpah demi apapun, Jennie benar-benar bersyukur, dia ingin menangis, tetapi bukan menangis karena rasa sakitnya pada Michael, dia ingin menangis bahagia karena dianugerahi anak seperti Ziel.
Jennie mengangguk cepat, dia menciumi seluruh wajah Ziel, mengalirkan seluruh cinta yang dia punya untuk sang putra.
Jennie baru menghentikan itu semua, saat suara klakson mobil terdengar sangat nyaring di luar sana. Dahi wanita itu mengeryit, perasaan dia belum memesan taksi, tetapi kenapa sudah ada mobil di depan.
Jennie berdiri dan melangkah ke arah jendela, menyibak gorden untuk melihat siapa yang datang. Dan seperti ucapannya kemarin, Aneeq benar-benar datang untuk menjemput Jennie dan Ziel. Dia akan menemani calon putranya untuk masuk ke sekolah barunya.
Kelopak wanita itu sedikit melebar, Aneeq sungguh tak pernah ingkar pada apa yang sudah dia ucapkan.
"Siapa, Mommy?" tanya Ziel tiba-tiba, mengagetkan Jennie yang kala itu masih mengintip dari balik jendela.
"Eum itu_"
Belum sempat Jennie menjawab dengan sempurna, Ziel sudah dapat menebak siapa orang yang datang ke rumahnya. "Itu pasti Daddy. Let's go, Mom. Kita berangkat!" Seru Ziel dengan begitu bersemangat.
Dia berlari dengan menggendong tas ranselnya mencoba untuk keluar dari rumah. Dan Jennie tak dapat mencegah itu, karena Aneeq sudah menunggunya di luar, dengan tangan yang bersedikep di dada.
"Daddy," panggil Ziel, Aneeq kembali merasakan perasaan yang lain, entah kenapa dia bahagia saat bocah kecil itu tersenyum sumringah dan memanggilnya dengan sebutan seperti itu.
Aneeq langsung membuka tangannya lebar-lebar, agar Ziel masuk dalam dekapannya.
Hap!
Ziel berhasil ditangkap oleh Aneeq, mereka berpelukan layaknya sepasang ayah dan anak sungguhan. "Hei, Boy, are you ready to go to school?"
Bocah tampan itu mendongak dan mengangguk cepat. Rasanya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan teman-teman barunya. "I am so ready, Dad."
Mendengar itu, Aneeq terkekeh lalu menggendong Ziel untuk masuk ke dalam mobil. Sementara Jennie sedikit mematung, dia tersadar begitu Aneeq memanggilnya.
"Nona Jennie, tunggu apalagi? Come on!" seru Aneeq.
Jennie mengangkat kepala dan mengangguk sekilas, dia melangkah setelah dia pamit pada Julie dan Elly, hari ini Elly tidak akan ikut dulu, dia baru akan menjemput Ziel, setelah mendapat perintah dari majikannya.
Tak berselang lama, mobil mewah itu sampai di salah satu sekolah internasional yang ada di ibu kota. Jennie jelas tahu berapa kocek harga yang harus dibayar saat Ziel masuk ke dalam sana.
Sekolah dengan standar internasional itu tidaklah murah.
Aneeq turun lebih dulu lalu disusul oleh Ziel dan Jennie. Sementara Caka tetap di tempat duduknya. Dia akan menunggu, dan bermain ponsel saja. Caka merogoh benda pipih itu, dan tepat sebuah pesan masuk. Dari kontak "My Barbie"
[Pagi ini semoga kamu bisa tersenyum.]
Dengan membaca sepenggal kalimat itu saja, Caka sudah tidak bisa menahan sudut bibirnya yang terangkat begitu saja. Namun, pria itu tidak memiliki niat untuk membalasnya, selalu seperti itu. Dia akan membalas pesan dari El, bila memang wanita itu membutuhkan sesuatu.
Sementara di luar sana, Aneeq dan Jennie sudah bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang akan menjadi guru pendamping di kelas Ziel. Keduanya menitipkan bocah tampan itu, pada Bu Ina namanya.
"Mommy, Daddy, apa kalian akan bekerja bersama?" tanya Ziel, sebelum Jennie dan Aneeq pergi.
"Iya, Sayang. Pulang nanti, biar Daddy jemput lagi, kita akan makan siang bersama," jawab Aneeq lebih dulu, dan Jennie hanya bisa bergeming.
"Yeay, apa setiap hari kita akan seperti itu?"
Jennie langsung mendelik dan hendak bicara, tetapi lagi-lagi Aneeq lebih dulu membalas ucapan putranya. "Tentu saja, jadi Ziel harus semangat belajar."
Pria kecil itu mengangguk, tanda mengerti. Lalu setelahnya Ziel ikut dengan Bu Ina untuk masuk ke dalam kelas. Sepeninggal mereka berdua, Jennie langsung menatap tajam ke arah Aneeq.
"Tuan, tolong lain kali jangan janjikan apapun pada Ziel. Anda tidak mungkin membuang waktu hanya untuk mengurusi semua keinginannya," cetus Jennie bicara serius.
Namun, Aneeq menanggapinya begitu santai. "Memang kenapa? Salahku di mana?"
"Tuan, apa anda lupa, kalau Ziel itu bukan anak anda!"
"Bagaimana kalau aku membuatnya menjadi anakku yang sesungguhnya?"
*
*
*
Harusnya nanya gini, An. "Kenapa tidak buat anak denganku?"🤣🤣🤣